Nakita.id – Sabtu (11/11) menjadi hari tragis salah seorang calon penerus bangsa dan negara ini. GW bocah balita usia 5 tahun harus kehilangan nyawanya akibat disiksa ibu kandungnya sendiri, hanya karena kerap ngompol di kasur.
Seperti yang dilansir TribunNews.com (12/11), Novi Wanti (26) seorang buruh cuci harian tega menganiaya balita laki-lakinya, GW (5), di sebuah kos-kosan di Jalan Asem Raya, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, karena kesal terhadap anak balitanya yang sering kali ngompol di kasur.
Novi sendiri menganiyaya anak kandungnya dengan cara menyabet atau memukul menggunakan sapu lidi, mencubit, menampar, memukul dengan tangannya sendiri, menutup wajah anaknya dengan plastik, serta menjerat leher anaknya dengan tali rafia.
Menurut pengakuan Novi, dirinya melakukan itu untuk memberikan hukuman semata karena si kecil GW kerap ngompol di kasur dan sering tidak menggubris apa yang disuruh olehnya.
Sebenarnya kasus Novi menganiaya anaknya hingga akhirnya menghilangkan nyawa sang anak bukan kasus baru dan pertama kali di Indonesia. Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), tahun 2016 saja ada 1.000 kasus kekerasan pada anak yang berhasil didata dan diketahui.
Pelaku kekerasan pada anak menurut KPAI hampir sebagian besar adalah orang terdekat korban. Misalnya, saudara, kakek, bahkan ayah kandung dan atau ibu korban. Rata-rata dari golongan masyarakat ekonomi bawah.
7 Penyebab Orangtua Menganiaya Hingga Membunuh Anak
Ada beberapa faktor orangtua menganiaya anaknya hingga berujung maut;
Pertama, adanya faktor gangguan psikologis/kejiwaan pada diri orangtua, sehingga ia tega menganiyaya, bahkan membunuh anaknya sendiri.
Kedua, faktor lingkungan di sekitar pelaku yang menyebabkan pelaku tega melakukan pembunuhan. Dalam hal ini secara subjektif bisa saja seorang anak yang dibunuh tidak memiliki kesalahan apa-apa atau tidak menyebabkan orangtua melakukan pembunuhan, tetapi anak ini hanya menjadi korban dari perilaku orangtua yang lepas kontrol emosi, atau bisa saja seorang anak yang menyebabkan orangtua melakuan pembunuhan.
Ketiga, tidak siap menjadi orangtua. Banyak orang yang hanya siap menikah tapi tidak siap menjadi orangtua, sehingga saat dihadapkan dengan permasalahan, mereka langsung tidak berpikir jernih. Biasanya permasalahan dengan anak, pasangan, ekonomi, yang kerap membuat membuat seseorang menjadi gelap mata.
Keempat, tidak memahami usia tumbuh kembang anak. Hal ini sangat berkaitan dengan pola asuh. Karenanya, pendidikan parenting menjelang dan sesudah menikah sangat penting bagi para orangtua untuk dipelajari. Bagi orangtua yang paham dengan usia tumbuh kembang anak, dia akan memperlakukan anaknya sebaik mungkin dan sebagaimana mestinya. Pola asuh yang tepat dan sesuai dengan usia tumbuh kembang anak, akan sangat berpengaruh terhadap kepribadian dan kematangan seorang anak.