Demi Menjadi Anak Pemberani, Jangan Biarkan Anak Tidak Menghadapi Masalah dan Kegagalannya

By David Togatorop, Jumat, 16 Agustus 2019 | 18:00 WIB
Superhero Kecil harus tetap terlindungi. (Istimewa)

Nakita.id – Setiap orang tua tentu ingin anaknya mengalami kebahagiaan dan keberhasilan di masa depannya. Doa dan bekal pendidikan yang orangtua berikan tentu makin melancarkan jalan sang anak menuju masa depan yang baik.

Namun sayangnya keinginan baik orangtua ini sering dijalankan dengan tidak tepat. Sebab, harapan orangtua supaya anaknya mendapat yang terbaik dalam hidup kerap menjadi bumerang dan berbalik. Alih-alih anak menjadi berhasil, anak justru menjadi lemah dan tidak mempunyai mental fighter karena tidak terbiasa menghadapi masalah. Akibatnya, anak tidak akan mempunyai mental pemberani.

Saat ini banyak orang tua menganggap bahwa keberhasilan anak di masa depan hanya didapat dari rasa nyaman dan aman yang dialaminya. Sikap membandingkan kehidupan orang tua pada masa lalu dengan kehidupan anak zaman sekarang punya peran dalam hal itu. Orangtua yang dulunya mengalami masa sulit lantas mempunyai tekad anaknya sekarang jangan sampai mengalami hal yang sama. Lalu, orangtua yang saat kecil dulu hidup berkecukupan menganggap bahwa anaknya sekarang harus berada dalam level lebih baik.

Hal itu tidak salah, bahkan sangat baik. Sebab orang tua manapun tentu ingin anak mereka berada dalam keadaan baik. Namun, ada side effect yang muncul, yaitu orang tua jadi wajib membuat anak mereka merasa secure setiap saat.

Orangtua jangan melulu jadi pahlawan

Tanpa disadari orang tua kemudian menjauhkan anak dari masalah. Seringkali bilamana terjadi masalah, orang tualah yang serta merta mengambil alih atau turut mencarikan solusinya sesegera mungkin.

Contohnya, ketika anak tidak bisa dijemput dari sekolah karena sesuatu hal maka orang tua segera mencarikan jalan termudah atau tercepat untuk mengatasinya. Misalnya, menitipkannya kepada orangtua lain. Padahal, bisa saja sesekali orang tua mengajarkannya untuk menjalani “ketidaknyamanan” dengan memintanya naik kendaraan umum.

Lalu, contoh lainnya adalah saat Si Kecil kesulitan mengerjakan PR, maka orang tua yang menjadi “pahlawan” dengan mengerjakannya. Atau, saat Si Kecil lupa membawa buku pelajaran, orangtua akan tergesa-gesa menyusul ke sekolah mengantar buku itu atau merayu guru supaya tidak memarahinya.

Orangtua mungkin melihatnya bahwa yang dilakukannya adalah perlindungan untuk membuat anak tetap berada dalam jalur menuju keberhasilan. Akan tetapi sesungguhnya itu tidak membentuk mental pemberani sang anak. Sehingga, di masa depan anak akan menjadi pribadi yang “lembek” dan tidak tough dalam menghadapi masalah.

Jangan jauhkan tantangan

Janganlah orangtua menghindarkan tantangan kehidupan dari anak. Amy Morin, seorang penulis dalam bidang mental strength dalam situs Forbes menulis bahwa “membiarkan anak- anak berjuang dan mendorong mereka untuk menghadapi ketakutan adalah sulit. Tapi itu merupakan pengalaman yang dibutuhkan anak-anak untuk mencapai potensi terbesar mereka.”

Orangtua mana yang tidak ingin anaknya mendapat nilai 100 dalam semua mata pelajaran? Tapi tidak semua anak terlahir sebagai Einstein, atau punya ide-ide brilian seperti Steve Jobs. Orangtua harus mengenali level maksimum kemampuan sang buah hati. Biarkan dia menjalani semua kegagalan yang harus dialaminya.