Nakita.id - "No, ini spesifik, karena ada kekerasan seksual. Ini spesific case!" ungkap BJ Habibie saat mengutip dari laman Komnasperempuan.go.id.
Sambil berapi-api, BJ Habibie di hadapan para petinggi Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) kembali mengingat insiden Tragedi Mei 1998.
Tragedi Mei 1998 menjadi titik balik BJ Habibie dalam melakukan 'gebrakan' pada Tanah Air, termasuk upayanya membela hak-hak perempuan.
Mengutip dari Kompasiana, sejumlah aktivis perempuan yang tergabung dalam Masyarakat Antikekerasan terhadap Perempuan membuat surat pernyataan yang kemudian diserahkan pada Presiden Habibie, selaku presiden yang menjabat di era tersebut.
Surat tersebut mengecam keras pemerkosaan dan penyerangan seksual yang bersifat sistematis terhadap perempuan pada kerusuhan Mei 1998.
Surat pernyataan ini lahir pada 16 Juni 1998 mendapat dukungan lebih dari 4.000 orang.
Baca Juga: Demi Menjadi Anak Pemberani, Jangan Biarkan Anak Tidak Menghadapi Masalah dan Kegagalannya
Di sinilah, momen penting terjadi. BJ Habibie mendukung adanya tuntutan pada penuh permintaan aktivis kepada pemerintah untuk mengusut tuntas pelbagai kekerasan pada perempuan.
Tim penyelidik independen tersebut akhirnya terbentuk dengan sebutan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kerusuhan Mei 1998.
Keluar pula surat yang merupakan pernyataan resmi dari Presiden BJ Habibie sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Beliau mengutuk aksi kekerasan pada peristiwa kerusuhan Mei 1998.
Desakan tersebut lahir atas keresahan masyarakat akan kekerasan terutama kekerasan seksual yang terjadi selama tragedi kerusuhan Mei 1998.
Istlah kekerasan terhadap perempuan sebetulnya merupakan istilah yang telah diperhalus.
Baca Juga: Tak Hanya Sekali, Sebanyak 6 Kali Warganet Sebarkan Isu BJ Habibie Meninggal Dunia, Kejamnya!
Faktanya, dalam surat desakan tersebut disebutkan bahwa banyak oknum yang telah menghancurkan harkat dan martabat perempuan.
Ditemukannya benang merah atas kasus kekerasan perempuan tersebut.
Mengutip dari buku Tragedi Mei 1998 dan Lahirnya Komnas Perempuan yang ditulis Dewi Anggraini 2014 lalu mengutip dari Kompasiana, TGPF menemukan banyak kekerasan seksual yang terjadi selama insiden Mei 1998.
Kekerasan seksual yang menimpa perempuan terjadi di sejumlah tempat; di dalam rumah, di jalan raya, bahkan di tempat usaha.
Parahnya, pemerkosaan tersebut dilakukan oleh oknum secaa beramai-ramai.
Mereka dengan keji melakukan pemerkosaan di hadapan umum dan di hadapan orang lain.
Banyak di antara korbannya merupakan perempuan etnis Tionghoa dengan latar belakang sosial yang berbeda-beda.
Cerahnya kebenaran atas kasus kekerasan seksual tersebut kemudian membuka tabir baru.
Ternyata, insiden tersebut tak hanya sekali terjadi.
Sekitar 1976-2005, peristiwa yang sama menimpa perempuan Aceh.
Sementara 1976-1999, peristiwa tersebut menimpa perempuan di Timor Leste.
Usaha dalam mengungkap kasus ini sangat tidak mulus.
Jajaran petinggi bangsa, termasuk Menhankam/Pangab Jendral TNI Wiranto dan Menteri Negara Urusan Peranan Wanita seolah denial terhadap insiden ini.
Sikap diam dan penolakannya didasarkan dengan alasan tidak adanya kasus pemerkosaan dan korban pemerkosaan di beberapa rumah sakit yang telah diperiksa.
Meski terus dipertanyakan dan jadi perdebatan, dengan lantang dan tegas, Presiden BJ Habibie membacakan surat pernyataan yang kemudian ditayangkan di televisi nasional, 15 Juli 1998.
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Setelah saya mendengar laporan dari ibu-ibu tokoh Masyarakat Antikekerasan terhadap Perempuan, dengan bukti-bukti yang nyata dan otentik, mengenai kekerasan terhadap perempuan dalam bentuk apapun juga di bumi Indonesia pada umumnya dan khususnya yang terjadi pada pertengahan bulan Mei 1998, mengatakan penyesalan yang mendalam terhadap terjadinya kekerasan tersebut yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
Untuk hal itu, saya menyatakan bahwa pemerintah akan proaktif memberikan perlindungan dan keamanan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk menghindari terulangnya kembali kejadian yang sangat tidak manusiawi tersebut dalam sejarah bangsa Indonesia.
Saya harapkan kerjasama dengan seluruh lapisan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dan melaporkan segera aparat pemerintah jikalau melihat ada kecenderungan ke arah kekerasan terhadap perempuan dalam bentuk apa pun juga dan di manapun juga.
Oleh karena itu, saya atas nama pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia, mengutuk berbagai aksi kekerasan pada peristwa kerusuhan di berbagai tempat secara bersamaan, termasuk kekerasan terhadap perempuan.
Assalamualaikum Warahmatulah Wabarakatuh
Jakarta, 15 Juli 1998
ttd
BJ Habibie
Melalui surat tersebut, lahirlah Komnas Perempuan yang kemudian membuat BJ Habibie selalu menjadi konsultan dan bahkan penasihat di setiap audiensi tentang perempuan.
Selamat jalan Prof. Dr. Ing. H Bacharuddin Jusuf Habibie, FREng.
Jasamu, kebaikanmu, dan tutur lembutmu akan selalu abadi.
Terbanglah bersama segala baktimu pada negeri.