Bukan Kemiskinan Atau Kemampuan Orangtua Untuk Sediakan Makanan, Ternyata Faktor Ini yang Buat Anak Stunting Menurut Ahli

By Cecilia Ardisty, Kamis, 13 Februari 2020 | 19:15 WIB
Ilustrasi anak makan (Prostooleh)

Nakita.id - Salah satu kegiatan yang ada di Laporan Berkelanjutan Danone SN Indonesia adalah memperhatikan gizi seimbang anak.

Dalam hal ini, Danone SN Indonesia meluncurkan kampanye Isi Piringku yang direalisasikan pada orang tua dan guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

Diketahui 1 di antara 3 anak di bawah usia lima tahun mengalami stunting sehingga praktek Isi Piringku sangat berguna.

Baca Juga: Berantas Stunting, Ini 5 Zat Gizi Paling Diperlukan Anak Pendek

"Pendekatan yang kita lakukan bukan hanya memberikan makanan tetapi membentuk perilaku terutama di mulai dengan mengubah dan mengkampasitas peran dari lingkungan di sekitar anak. 

IPB dalam hal ini FEMA melihat bahwa permasalahan gizi memang bukan hanya permasalahan kemiskinan atau kemampuan orang tua untuk menyediakan makanan tetapi lebih dari itu sebetulnya pada masalah perilaku orang tuanya dalam penyediaan makan," kata Dr. Ir. Dwi Hastuti, MSc, Kepala Divisi Perkembangan Anak, Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), dalam konferensi pers pada Rabu (12/2/2020).

Lantas seperti apa spesifikasi perilaku orang tua yang membuat anak stunting tersebut?

Baca Juga: Stunting Ancam Masa Depan Anak Indonesia, Sandra Dewi Menyayangkan Orangtua yang Kurang Memperhatikan Gizi Anak

Danone Laporan Keberlanjutan

Dokter Dwi mengatakan kesalahan pada pemberian makan anak dapat mempengaruhi anak menjadi stunting.

"Salah satu perilaku yang menentukan apakah anak itu menjadi punya masalah gizi baik stunting ataupun wasting atau pun under weight itu semua hampir semuanya sama pada kesalahan pada pemberian makan anak," jelasnya.

"Pemberian makan anak yang tidak sesuai dengan porsi, kurang beragam, dan kurang variasi dalam jenis pangan serta kurang minum, sanitasi, dan hygiene yang tidak dibiasakan secara sejak dini pada anak-anak," tambahnya.

Baca Juga: Si Kecil Termasuk Picky Eater? Jangan Panik, Atasi dengan 5 Cara Ini

Dokter Dwi lantas memberikan contoh perilaku orang tua yang kerap dibiasakan kepada anak yang memicu stunting.

"Misalnya dia apa? Sering jajan. Sering jajan adalah perilaku yang salah. Mungkin anak itu kenyang tetapi sebetulnya dari segi kebutuhan dia akan karbohidrat, kalori, lemak, protein, atau pun aneka mineral yang dibutuhkan oleh anak atau pun vitamin itu kurang.

Karena biasanya makanan-makanan jajanan yang tersedia itu hanya tinggi karbo tapi sebenarnya sebetulnya kurang dari aneka zat gizi yang lain. Itu antara lain contoh kenapa sangat tergantung kepada pembentukan perilaku dari orang tuanya," jelas Dokter Dwi.

Lantas apa yang harus dilakukan agar anak tidak stunting?

Dokter Dwi menyarankan orang tua untuk menjaga pola makan bergizi saat hamil dan memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan.

Dilanjutkan memberikan MPASI sesudah usia bayi 6 bulan, pada prakteknya masih banyak ibu di Indonesia memberikan MPASI sebelum usia bayi 6 bulan.

"Usia 1 bulan sudah dikasih pisang, makanan yang sudah jadi, atau sudah dikasih teh manis, itu sudah melanggar perilaku prinsip-prinsip pemberian gizi dimana anak-anak usia 6 bulan ke atas baru diberikan MPASI.

Baca Juga: Tak Selalu Mahal dan Mewah, Chelsea Olivia Ternyata Pilih Tempe untuk Lauk Makan Si Kecil, Ini Manfaatnya

Boleh misalnya buah-buahan, tapi yang sangat lembut ya, jadi itu kesalahan-kesalahan pola pemberian makan dimulai sejak dini, makanya terjadi permasalahan gizi di usia berikutnya," ucapnya.

Dokter Dwi lantas mengingatkan pencegahan stunting bisa dimulai dari dalam kandungan.

"Dan stunting itu cenderung bertambah mencapai usia balita jadi pencegahan bisa dimulai dari sejak di dalam kandungan," katanya.

"Maka kebiasaan orang Indonesia atau kebudayaan orang Indonesia ini makan disuapin dan digendong supaya cepat nah ini kekeliruan berikutnya," tambah Dokter Dwi.