Jeremy Teti: LGBT Bisa Sewa Rahim. Tapi Risikonya Mana Tahan

By Anisyah Kusumawati, Selasa, 26 Desember 2017 | 15:08 WIB
Menurut Jeremy Teti, rahim bisa disewa. ()

Nakita.id - Ramainya perbincangan mengenai putusan MK membuat banyak perdebatan muncul terkait LGBT di Indonesia.

Akhir-akhir ini pun tengah hangat diperdebatkan mengenai argumen dari Jeremy Teti tentang surrogate mother atau 'sewa rahim' bagi kaum LGBT.

Lalu sebenarnya apa itu surrogate mother atau 'sewa rahim'?

BACA JUGA : Isinya Perempuan Semua, Begini Cara Suku di Arizona Bisa Punya Anak

Surrogate mother adalah ibu pengganti dimana selama kurang lebih sembilan bulan, seorang perempuan menggantikan peran dalam mengandung anak dari pasangan lainnya.

Bagaimanakah menurut tanggapan medis?

Seperti kehamilan lainnya, kehamilan pengganti melibatkan risiko medis yang sama untuk mengandung anak dan melahirkannya.

Risiko kecilnya termasuk morning sickness, penambahan berat badan, pembengkakan, sakit punggung, sakit maag dan efek samping yang tidak enak lainnya.

Mungkin hampir sama dengan kehamilan pada umumnya ya Moms.

Namun Moms, ternyata sewa rahim ini memiliki beberapa efek samping yang lebih serius.

Bagi seorang surrogate mother, risiko medis yang dapat diterima antara lain gestational diabetes, hipertensi atau potensi kerusakan pada organ reproduksi.

Seperti halnya kehamilan, ada juga risiko keguguran surrogacy atau persalinan prematur. Ada juga beberapa risiko yang terkait dengan proses transfer embrio.

Seorang perempuan dapat mengalami sedikit kram atau pendarahan dari prosedur. Dalam kasus tertentu, dapat mengakibatkan infeksi.

BACA JUGA : Wow Diet Ini Bisa Mencegah Kanker Serviks dan Membuat Tubuh Ramping

Bagaimana kah dengan surrogate mother di Indonesia?

Dalam pasal 127 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”) diatur bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:

a)    Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;

b)    dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;

c)    pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.

Jadi, surrogate mother di indoensia sudah jelas dilarang.

Secara norma pun, banyak ahli yang tidak menyetujuinya, terutama terkait surrogate mother untuk LGBT. (*)