Kecil-kecil Jadi Tukang Bully. Ini Yang Jadi Pemicunya Kata Pakar

By Soesanti Harini Hartono, Kamis, 28 Desember 2017 | 21:57 WIB
Ada bermacam pemicu mengapa anak jadi tukang bully. Salah satunya karena contoh orangtua. ()

Nakita.id.- Miris rasanya melihat anak-anak SD di Jakarta sudah bisa melakukan bullying atau perundungan pada temannya sendiri. 

Menurut psikolog Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Psi., Psi, , ada beberapa faktor yang bisa mendorong anak untuk melakukannya.

Persoalan ditambah dengan pola asuh yang tidak mengarahkan anak untuk melakukan pertemanan secara positif.

 "Kalau diarahkan, anak tahu kalau beda-beda itu enggak apa-apa. Tapi kalau tidak diarahkan, anak berpikir yang tidak sesuai dengan kriteria dianggap beda dan ini seakan-akan 'menyerang' kelompok mereka," paparnya.

BACA JUGA: Refleksi 2017 & Outlook 2018 Perlindungan Anak Indonesia: Hak Anak Indonesia Masih Terpinggirkan. Persoalan ditambah dengan pola asuh yang tidak mengarahkan anak untuk melakukan pertemanan secara positif.

 "Kalau diarahkan, anak tahu kalau beda-beda itu enggak apa-apa. Tapi kalau tidak diarahkan, anak berpikir yang tidak sesuai dengan kriteria dianggap beda dan ini seakan-akan 'menyerang' kelompok mereka," paparnya. Orangtua, kata psikolog yang akrab disapa Nina, malah kerap  memberikan contoh sikap yang buruk, bahkan meski hanya berupa celetukan atau komentar iseng. "Kadang kan omongan orangtua sering kasar ya, atau lingkungan pergaulan dan tetangga-tetangga sering menyampaikan kayak gitu.

Orangtua juga kalau ada yang salah, langsung menghukum, kemudian menghukumnya juga berlebihan. Itu kan juga terekam oleh anak," jelas psikolog yang berpraktik di Klinik Terpadu Universitas Indonesia dan TigaGenerasi tersebut. BACA JUGA: Memarahi Anaknya, Ruben Onsu Malah Dipuji Netizen Nina menambahkan, ini pun terlihat pada pembicaraan anak, bahkan hingga ke guyonan yang dilontarkannya di tengah teman-temannya.

  "Becandaan anak sekarang juga tidak terkontrol, seperti menggunakan kata-kata bunuh itu biasa.

Di luar itu, media seperti TV itu juga berperan dengan menyiarkan hal-hal yang tidak terlalu positif, misalnya lewat sinetron," imbuhnya. Setelah terekam di otak mereka, Nina menyebut hal-hal semacam ini kemudian menjadi referensi perilaku bagi anak. "Jadi karena referensinya kayak gitu, kalau tidak diimbangi dengan diskusi dan pengarahan, itu yang sebenarnya bisa bikin anak menjadi terpikir untuk melakukan bullying terhadap orang lain," tutupnya.(*).

(Soesanti Harini Hartono / Nakita.id)