Melatih Anak Mengenali Dorongan untuk Pup

By Dini, Senin, 2 Mei 2016 | 06:50 WIB
Melatih Anak Mengenali Dorongan untuk Pup (Dini)

Tabloid-Nakita.com - Toilet training boleh dibilang menjadi tantangan baru untuk melatih anak belajar pipis dan BAB di tempat yang seharusnya. Tantangan ini bukan saja bagi anak, tetapi juga orangtua. Pipis dan BAB sendiri di toilet membutuhkan serangkaian tugas yang lebih kompleks ketimbang makan atau memakai baju sendiri. Dari mengenali dorongan untuk pup, hingga melepas celana dan duduk di atas toilet. Bagi orangtua, hal ini akan melatih kesabaran karena toilet training tidak bisa berlangsung dengan cepat.

Pada dasarnya, toilet training terjadi ketika Mama mengenali sinyal anak yang kebelet pipis atau pup. Sinyal ini seringkali sudah terlihat jauh sebelum anak tahu apa yang sedang terjadi dengan dirinya.

Baca: Langkah Mudah Ajari Anak Toilet Learning

Tanda anak ingin pipis atau BAB itu antara lain:* wajah memerah dengan ekspresi gelisah* menyilangkan kakinya bergantian* memegang selangkangannya (pada anak laki-laki)* menggerak-gerakkan badannya di satu tempat* membungkuk sambil bertumpu pada kedua lututnya (anak perempuan)

Psikolog Dr. Linda Sonna, memberikan petunjuk lain bagi Mama untuk membantu anak mengenali keinginan untuk BAB, misalnya bau tak sedap. "Anak akan sering kentut sebelum BAB," kata penulis buku The Everything Potty Training Book ini. “Inilah kesempatan bagi orangtua untuk memberitahu bahwa bau (kentut) itu tanda anak harus ke toilet. Anak pun terbantu untuk menghubungkan tanda tersebut."

Baca: Mengajarkan Toilet Training untuk Anak Perempuan

Jika sudah bisa mengenali kapan si kecil ingin pipis dan pup, Mama bisa mengubah sinyal-sinyal tersebut menjadi momen pembelajaran bagi si kecil. Anak jadi tahu apa yang sedang terjadi dengan dirinya, dan bersiap untuk mulai toilet training. Ini yang dapat Mama ajarkan agar si kecil mengenali dorongan untuk pup:

1. Anak cenderung meniru apa yang dilakukan orangtua. Jadi ketika Mama merasa ingin buang air kecil atau buang air besar, beritahu anak apa yang sedang terjadi. Hal ini akan membantu mereka memahami bagaimana orang dewasa memutuskan kapan mereka harus ke toilet, demikian saran Valre Welch, praktisi keperawatan anak di Children’s Urology of Virginia.

Baca juga: Trik Mengajarkan Anak Pipis Sendiri

2. Katakan kapan anak mungkin akan merasakan keinginan untuk pipis, misalnya setelah banyak minum air putih atau makan buah-buahan yang banyak mengandung air seperti semangka.

3. Sampaikan dengan bahasa yang mereka pahami, atau kata-kata yang lebih mudah diucapkan oleh anak. "Pipis" atau "pup" tentunya lebih mudah diucapkan daripada "BAB". Gunanya agar mereka dapat berkomunikasi dengan Mama lebih mudah. Welch menambahkan bahwa potty training bukan sekadar mengetahui kapan mereka harus ke toilet. Komponen lainnya meliputi bahasa, kemampuan, dan motivasi. 

Baca: 6 Penyebab Anak Gagal Toilet Traning

4. Jelaskan pada anak apa yang harus dilakukan ketika dorongan untuk pup atau pipis itu terasa. Misalnya, "Wah, Adik kebelet pipis, ya? Yuk, kita ke kamar mandi." Atau, jika anak kentut, bantu mereka mengenali bahwa bau tak sedap itu tandanya mereka akan BAB. Setelah itu, ajak mereka ke kamar mandi. Bantu mereka membuka celana dan menunjukkan posisi duduk di atas toilet untuk bersiap BAB.

5. Hindari menyalahkan atau meledek anak jika ngompol atau celananya keburu basah karena tak sempat memberitahu. Puji anak karena memberitahu bahwa celananya basah, karena itu merupakan langkah pertama mengenali dorongan untuk pipis. Menurut Welch, anak juga perlu sering dimonitor untuk mengetahui bahwa mereka tidak mencoba menahan berkemih atau BAB hanya untuk menyenangkan Mama atau pengasuhnya. Karena, menahan pipis atau BAB bisa memicu infeksi saluran kemih (pada anak perempuan) dan mengalami robekan pada kulit sekitar anus karena fesesnya keras akibat menahan BAB.

Baca: Bahaya Menahan Pup Terlalu Lama

Nah, hal paling penting untuk diingat adalah bahwa potty training tidak akan terjadi dalam semalam. Melatih anak pipis dan BAB di toilet membutuhkan waktu dan kesabaran. Memahami bahwa anak butuh waktu untuk menyempurnakan aktivitasnya tersebut akan membantu Mama maupun anak untuk menjalaninya tanpa stres.

(Dini/Huggies/Cafemom)