2 Anak di Bondowoso Kecanduan Gadget. Sekarang Dalam Penanganan Dokter

By Gazali Solahuddin, Minggu, 21 Januari 2018 | 18:15 WIB
Anak sal Bondowoso kecanduan gawai dirawat ()

Nakita.id - Poli Jiwa RSUD dr Koesnadi Bondowoso, Jawa Timur, dalam beberapa bulan terakhir merawat dua siswa yang kecanduan pada penggunaan gawai dan laptop hingga menimbulkan guncangan jiwa.

Menurut dr Dewi Prisca Sembiring, Sp.Kj, spesialis jiwa RSUD Koesnadi, kedua kasus yang kini tengah ditanganinya adalah anak usia SMP dan SMA.

BACA JUGA: 6 Ciri Wanita Rentan Terkena Kanker Payudara. No 6 Bisa Dhindari

Dewi menjelaskan bahwa tingkat kecanduan kedua anak itu sudah tergolong addict. Bahkan salah satunya membentur-benturkan kepalanya ke tembok ketika sangat ingin menggunakan gawai, namun tidak diizinkan oleh orang tuanya.

Menurut Dewi, seperti dilansir dari Antaranews.com, banyak anak lainnya yang mengalami hal serupa, namun orang tua mereka enggan membawa anaknya ke rumah sakit atau kurang menyadari tentang masalah yang sedang dihadapi anaknya.

Masalah kejiwaan ini tidak identik dengan gila, tapi mereka yang mengalami tekanan dan lainnya perlu perawatan dan tidak usah malu, termasuk kami sosialisikan informasi bahwa pasien ini juga bisa di cover dengan BPJS.

Dari hasil observasi Dewi didapatkan, anak-anak yang kecanduan gawai dan permainan (game) itu awalnya tidak disadari oleh orang tuanya. Orang tua baru menyadari setelah si anak jarang masuk ke sekolah dan prestasi akademiknya terus menurun.

Seperti kasus yang sedang ditangani Dewi di RSUD Koesnadi ini, “Kami menemukan bahwa awalnya anak menjadi sangat dekat dengan gadget dan laptop karena tugas-tugas sekolah. Waktu itu hampir semua tugas-tugas sekolah menggunakan teknologi ini, sehingga si anak kemana-mana membawa laptop."

BACA JUGA: Viral Foto Bocah Tertidur Menunggu Dagangannya, Seleb Ini Turun Tangan Membantunya

Lebih mengerikan, saat diwawancara berbagai media (18/01), Dewi mengatakan, hasil psikotest terhadap salah seorang anak menunjukkan bahwa si anak telah mengidentifikasi dirinya sebagai pembunuh.

Sementara orang yang paling dibencinya adalah orang tuanya, yang dianggap sebagai penghalang dirinya untuk berhubungan dengan laptop dan gawai.

"Syukurlah dari penanganan yang kami lakukan hasilnya sudah mulai membaik. Banyak metode yang kami lakukan untuk menangani pasien ini, termasuk terapi realita. Saya ajak si anak untuk melihat pasien dengan gangguan jiwa akut atau psikotik. Saya bilang pada anak itu, kalau kamu tidak mau melepaskan diri dari game, lama-lama menjadi seperti mereka yang menderita psikotis itu. Dia kemudian terdiam dan saya suruh peluk ibunya. Akhirnya pikiran dia tentang gadget atau laptop berubah," katanya.