Nakita.id.- Sejak tiga dasawarsa lalu, Pemerintah Indonesia mencanangkan program Keluarga Berencana untuk menekan laju pertumbuhan penduduk.
Hasilnya, pertambahan penduduk masih terjadi, akan tetapi angka Fertilitas per Perempuan(total fertility rate/TFR) sudah mengalami penurunan meskipun belum mencapai sasaran Renstra (Rencana Strategis).
Seharusnya di tahun 2017, diharapkan angka berubah menjadi 2,3 anak per perempuan, namun hasil yang didapatkan dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 diperoleh angka 2,4 anak per perempuan.
"TFR turun dari angka 2,6 anak per perempuan sesuai hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menjadi angka 2,4 anak per perempuan sesuai hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017.
BACA JUGA: Hasil Penelitian : Konsumsi Asam Folat Di Awal Kehamilan Turunkan Risiko Autisme
Meskipun belum mencapai sasaran Renstra 2015-2019 yakni 2.3 namun ada tren kecenderungan penurunan yang memberi harapan," jelas Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN, Dr. Ir. Dwi Listyawardani, M.Sc, Dip.Com., membuka kegiatan Diseminasi Hasil Penelitian dan Pengembangan Kependudukan di Hotel Santika TMII pada Senin (29/1/2018).
Sementara untuk provinsi Jawa lainnya seperti Jawa Barat masih menduduki angka 2,3.
Dwi mengatakan, pencapaian ini dinilai cukup baik ini, dan dapat terjadi karena didukung program pemberdayaan perempuan. Pendekatan ini terbukti berhasil dilakukan Jawa Timur.
BACA JUGA: Bikin Haru, Anak-Anak Cacat Ini Didandani Bak Super Hero, Hebat!
"Perempuan yang secara ekonomi mandiri atau punya pekerjaan, otomatis pola pikir dan paradigmanya berbeda dibandingkan yang tidak terlibat dalam kegiatan ekonomi meskipun level nya dirumah tangga.
Pendekatan ini yang diterapkan provinsi Jatim. Makanya di sana angka fertilitas turun menjadi lebih kecil dibanding Jabar dan Jateng," tuturnya.
BACA JUGA: Ternyata Posisi Tidur Punya Dampak Baik & Buruk. Simak Penjelasannya! Ditegaskan oleh Dwi, KB-nya hanya merupakan sebuah sarana saja sedangkan yang seharusnya diinginkan adalah perubahan pola pikir dan pembangunan paradigma. (*)