Mitos vs Fakta Kehamilan: Apa Benar Hamil Bisa Ditularkan pada Ibu yang Susah Hamil? Ini Penjelasannya

By Aullia Rachma Puteri, Rabu, 8 September 2021 | 19:10 WIB
Mitos vs fakta kehamilan tentang kondisi hamil bisa menular (Freepik.com)

Nakita.id - Saat menjalani masa hamil, Moms pasti sering mendengar mitos vs fakta kehamilan.

Mitos vs fakta kehamilan ini biasanya diucapkan dari mulut ke mulut seiring berjalannya waktu hamil.

Pantangan demi pantangan biasanya Moms harus lakukan agar ibu dan bayinya tetap sehat sampai melahirkan nanti

Tapi, pernahkah Moms mendengar kalimat hamil itu bisa menular? Atau, apakah Moms pernah melihat sepasang sahabat yang hamil berbarengan?

Kali ini, Nakita.id akan mengupas tuntas apakah hamil itu menular.

Baca Juga: Mitos vs Fakta Kehamilan Soal Makan Makanan Pedas untuk Ibu Hamil, Benarkah Berbahaya?

Sering kali kita melihat ada salah satu Moms sengaja mengelus perut ibu hamil hanya karena ingin hamil.

Atau Moms sering melihat wanita dalam satu lingkaran pertemanan yang sama bisa hamil berbarengan atau hanya terhitung jarak bulan saja.

Keheranan ini ternyata bukan hanya terlintas di benak segelintir orang saja, karena para peneliti dari American Sociological Review mengulasnya dalam jurnal “Does Fertility Behavior Spread among Friends?” pada tahun 2014 lalu.

Konteksnya sama, yaitu membahas tentang perilaku sosial perempuan dewasa yang melahirkan anak pertama di usia 25 tahun.

Dari investigasi yang dilakukan, terbukti bahwa kehamilan menular bukan sekadar mitos hamil, tapi benar-benar bisa terjadi.

Memang ada banyak sekali mitos hamil yang berkembang dan setiap orang bisa jadi punya persepsi yang berbeda antara satu dan lain. Ketika urusannya adalah tentang hamil itu menular, tentu tidak terbukti jika dikaitkan dengan aspek medisnya.

Namun demikian, akan berbeda kondisinya apabila berbicara tentang aspek psikologis. Siapa bilang pertemanan tidak bisa memengaruhi keputusan seseorang untuk ikut hamil dan siap menjadi orangtua? Tentu bisa.

Analoginya seperti ini. Mungkin saja di sebuah lingkaran pertemanan yang sama-sama sudah menikah, konsep hamil atau memiliki anak belum terlintas karena banyak pertimbangan lain.

Namun, ketika ada satu atau lebih di antara mereka yang hamil, melahirkan, hingga akhirnya menjadi seorang ibu, hal itu bisa memengaruhi keputusan mereka yang belum. Mereka yang tadinya tidak yakin, menjadi yakin.

Mereka yang tadinya ragu, menjadi semakin mantap. Terlebih, kehamilan pertama juga memberikan beragam dampak. Pertama, jelas urusan finansial. Pengeluaran akan jauh lebih banyak dibandingkan dengan saat belum hamil.

Baca Juga: Jangan Pandang Sebelah Mata Mitos vs Fakta Kehamilan tentang Bermain Handphone Saat Hamil, Ternyata Ini Risiko Buruk yang Bisa Terjadi

Kedua dan yang paling penting dalam kaitannya dengan “hamil menular” adalah dampak sosial. Gaya hidup, pertemanan, hingga karir seseorang tak akan lagi sama seperti sebelumnya.

Ibaratnya ketika menjadi orangtua, mereka tak bisa lagi leluasa menonton konser hingga larut malam.

Karier pun kadang menjadi prioritas kesekian ketika ada urusan yang lebih penting terkait anak. Pertemanan?

Kadang waktu untuk sekadar berkumpul saja menjadi langka. Jelas, ada banyak dampak atau cost sosial yang harus dikorbankan.

Nah, ketika seseorang menghadapinya bersama-sama, akan muncul rasa “senasib dan sepenanggungan”.

Hal yang semula menjadi beban bisa saja mereka tertawakan bersama atau terasa lebih ringan karena ada tempat berbagi. Artinya, norma sosial adalah bagian dari dinamika pengaruh sosial.

Lingkaran pertemanan dan pengaruhnya

Berbeda dengan kedekatan seseorang dengan saudara kandung atau sepupu yang sudah tergaris sejak lahir, kedekatan antara seorang perempuan dengan sahabat atau kelompok terdekatnya adalah hal yang sukarela.

Ada kesadaran penuh di situ. Artinya, ketika seorang wanita dekat dengan teman sesama jenis, itu karena ada kecocokan sifat dan perilaku.

Dari sinilah, konsensus sosial bisa terbentuk dengan mudah. Menariknya, hal ini juga berlaku untuk urusan kehamilan.

Ketika seorang perempuan hamil, melahirkan, hingga menyusui untuk pertama kalinya, ada banyak hal yang akan dibagikan dengan teman-temannya.

Baca Juga: Mitos vs Fakta Kehamilan Soal Minuman Bersoda untuk Ibu Hamil, Perhatikan Kata Ahli Ini

Tak melulu soal informasi seputar bagaimana proses hamil atau melahirkan, tapi juga emosi dan apa yang mereka rasakan.

Pada tahap ini, ada mekanisme yang membuat seorang sahabat bisa merasa ingin melakukan hal yang sama. Ada 3 mekanisme ‘penularan’ perilaku ini, yaitu:

Social influence

Konsensus dalam satu lingkaran pertemanan dapat berpengaruh terhadap perilaku mereka yang termasuk di dalamnya.

Seorang perempuan tak ingin merasa “tertinggal” ketika teman-teman lainnya telah mengemban peran baru sebagai seorang ibu.

Social learning

Ketika seseorang belajar dari temannya, termasuk dalam urusan transisi menjalani peran baru sebagai ibu atau orangtua.

Cost-sharing

Ada keuntungan finansial ketika bisa berbagi atau berkoordinasi dalam urusan mengurus anak atau aktivitas-aktivitas seputar hal tersebut.

Mengulik penelitian satu dekade

Penelitian yang semakin mematahkan mitos hamil itu menular dilakukan terhadap 1,720 perempuan yang berpartisipasi dalam National Longitudinal Study of Adolescent Health (ADD Health) di Amerika Serikat.

Tidak tanggung-tanggung, penelitian ini dilakukan selama satu dekade sejak pertengahan tahun 1990an hingga pertengahan tahun 2000. Usia mereka di awal penelitian sekitar 15 tahun hingga 10 tahun kemudian ketika berusia 25 tahun.

Selama wawancara, mereka diminta menuliskan 10 lingkaran pertemanan. Fokus utama penelitian adalah pertemanan di masa SMA.

Hasilnya, keinginan seseorang untuk hamil naik dengan signifikan ketika temannya mengalami hal yang sama. Bahkan hal ini akan terus dirasakan hingga 2 tahun lamanya.

Baca Juga: Pernah Dengar Mitos vs Fakta Kehamilan tentang Ibu Hamil Wajib Minum Air Putih Minimal 10 Gelas Sehari? Ini Penjelasannya

Berpengaruh terhadap jumlah anak

Lebih jauh lagi, ternyata pengaruh pertemanan tak hanya seputar keputusan hamil atau tidak. Bahkan berapa jumlah anak juga bisa dipengaruhi sebuah lingkaran pertemanan.

Berbeda satu dan lain, mekanisme sosial setiap lingkaran pertemanan bisa saja berpengaruh terhadap keputusan memiliki anak banyak atau tidak.

Mereka bisa saja memiliki argumen tentang keuntungan memiliki anak banyak, atau justru punya alasan mengapa tak perlu memiliki anak lebih dari satu.

Kemudian, seperti yang disebutkan di awal artikel ini, hal ini hanya berpengaruh dalam lingkaran pertemanan. Akan berbeda urusannya ketika sudah berkaitan dengan hubungan saudara.

Dalam masyarakat yang semakin mementingkan individualisme di era saat ini, kadang teman memegang posisi yang lebih penting dibandingkan dengan saudara atau anggota keluarga lainnya. Keputusan yang diambil pun bisa berdampak lebih signifikan.

Jadi, masih percaya bahwa kehamilan menular adalah mitos hamil?

(Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mitos Hamil Menular, Benarkah Demikian?")