Padahal Sama Pentingnya dengan Alat KB Wanita, Ternyata Ini Alasan Para Pria Jarang Pakai Kontrasepsi

By Kintan Nabila, Rabu, 29 September 2021 | 16:45 WIB
Penggunaan kontrasepsi masih dianggap tabu untuk pria (Freepik.com/gpointstudio)

Nakita.id - Moms dan Dads, masih ingat dengan seruan 'Dua anak lebih baik' yang jadi motto program Keluarga Berencana (KB) sejak akhir tahun 70-an?

Melihat perkembangan KB di era modern ini, semakin banyak pasangan suami istri yang bersedia menunda atau mencegah kehamilan karena ingin merencanakan jumlah anak.

Terutama di masa pandemi, angka Kehamilan Tidak Dikehendaki (KTD) cenderung meningkat.

Solusi yang paling efektif untuk menunda atau mencegah kehamilan adalah dengan memakai kontrasepsi.

Baca Juga: Mitos atau Fakta Penggunaan Alat Kontrasepsi Implan di Lengan Justru Bisa Berpindah ke Bagian Tubuh Lain? Begini Kata Kepala BKKBN

Pada Hari Kontrasepsi Sedunia 2021 ini, masyarakat perlu dihimbau untuk memahami pentingnya penggunaan kontrasepsi demi keberhasilan Program Keluarga Berencana di Indonesia.

Sayangnya, masyarakat Indonesia masih menganggap tabu dan termakan stigma tentang penggunaan kontrasepsi, terutama pada pria.

"Kesadaran akan kesehatan reproduksi khususnya bagi kaum pria di Indoonesia sangat rendah, terbukti hanya 3,62 % laki-laki yang menggunakan alat kontraspsi," ujar Mr. Juan Enrique Garcia, President Director DKT Indonesia dalam webinar perayaan Hari Kontrasepsi Sedunia 2021, Rabu (29/9/2021).

Kalis Mardiasih, Aktivis Perempuan dan Pengamat Isu Kesehatan Reproduksi Indonesia, mengungkapkan fakta bahwa, stigma tersebut tidak hanya berkembang di masyarakat saja melainkan juga di antara tenaga medis.

Sebetulnya, banyak pria yang mau belajar mengenai kontrasepsi, namun aksesnya terbatas.

"Ketika ada laki-laki yang mau KB ternyata stigma-nya cukup kuat dan belum didukung oleh layanan kesehatan yang ada," ujar Kalis.

Kalis juga menceritakan bagaimana seorang pria justru ditakut-takuti oleh dokternya saat mau menjalani vasektomi.

Vasektomi adalah prosedur kontrasepsi pada pria yang dilakukan dengan cara memutus penyaluran sperma ke air mani, sehingga tidak akan terjadi pembuahan.

Baca Juga: Rekomendasi Alat Kontrasepsi yang Aman untuk Digunakan di Tengah Pandemi Covid-19 Menurut Kepala BKKBN

"Orang yang ingin punya otoritas terhadap tubuhnya sendiri justru ditakut-takuti, bagaimana nanti kalau ada apa-apa dengan anak kamu, lalu kamu ingin menambah anak lagi?" kata Kalis.

Karena prosedur vasektomi bersifat permanen, dokter mungkin khawatir kalau-kalau terjadi sesuatu dengan anak pertama, seperti meninggal atau kecelakaan. Sementara, dia sudah tidak bisa punya anak lagi.

Padahal, sebelumnya pria tadi sudah menjelaskan bahwa, apapun kondisinya ia memang tidak ingin menambah anak lagi dengan pasangannya.

Menanggapi kasus tersebut, Kalis menegaskan bahwa setiap orang punya otoritas untuk memutuskan apa yang terbaik bagi tubuhnya sendiri.

Cegah kehamilan yang tidak diharapkan dengan kontrasepsi

Selain itu, ada juga stigma lainnya yang berkembang terhadap pria yang menggunakan kontrasepsi.

Yakni, kekhawatiran bahwa suami akan melakukan seks bebas atau 'jajan' di luar tanpa sepengetahuan istrinya.

Kalis berpendapat bahwa, pria yang menggunakan kontrasepsi adalah orang-orang dengan pemikiran modern yang tidak ingin membuat istrinya kerepotan lagi setelah melewati perjuangan mengandung dan melahirkan.

Namun, lantaran adanya stigma-stigma tersebut, kini semakin banyak pasangan yang enggan memakai kontrasepsi sehingga terjadi kehamilan yang tidak diharapkan.

Baca Juga: Jangan Asal Pakai, Begini Cara Terbaik Memilih dan Menggunakan Alat Kontrasepsi yang Benar Agar Organ Reproduksi Tetap Sehat

Dr. Emi Nurdjasmi, M. Kes, Ketua Umum PP IBI (Ikatan Bidan Indonesia) menjelaskan bahwa, kehamilan yang tidak diharapkan adalah salah satu faktor yang berkontribusi terhadap, kematian ibu, kematian bayi dan stunting.

Terdapat 7,2% dari 1.057 kasus kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan dibawah 20 minggu akibat aborsi, keguguran atau kehamilan yang tidak diharapkan.

Oleh karena itu, Emi menekankan pentingnyae edukasi mengenai layanan kesehatan reproduksi sejak remaja, sebelum menikah, sebelum hamil.

"Sehingga, setiap orang bisa mendapatkan iformasi dan mengelola proses kesehatan reproduksinya dengan baik," pungkasnya.