Nakita.id - Hubungan intim saat hamil sejatinya tidak dilarang.
Bahkan, bila ibu hamil sehat dan tak ada gangguan kehamilan, hubungan seks kala hamil memiliki banyak manfaat.
Meski begitu, tak semua ibu hamil bisa berhubungan intim dengan bebas.
Berdasarkan pemeriksaan dokter, ada beberapa keadaan yang membuat ibu dan suami terpaksa libur berhubungan intim.
Ini perlu dipatuhi mengingat jika dipaksakan akan mambahayakan ibu maupun janin.
BACA JUGA : Riset : Konsumsi Makanan ini Saat Hamil dapat Meningkatkan IQ Anak
Berikut beberapa kondisi tersebut:
* Mulut rahim cenderung terbuka (inkompetensi serviks).
Kondisi rahim yang bagus berbentuk T.
Meski begitu, saat hamil bentuknya bisa berubah menjadi seperti huruf Y, V, lalu akhirnya U.
Jika berbentuk U, maka janin bisa begitu saja meluncur keluar, rawan keguguran, atau lahir prematur.
Pada kondisi ini, hubungan intim tidak dianjurkan karena sangat membahayakan kondisi rahim dan janin.
Setidaknya, sampai dokter mengizinkan, setelah sebelumnya mungkin dilakukan operasi kecil untuk “mengikat” rahim, yang kemudian baru akan dibuka menjelang persalinan.
* Pecah ketuban.
Berhubungan intim pun dilarang ketika ibu mengalami pecah ketuban.
Ditandai dengan adanya cairan yang merembes keluar melalui vagina.
Ini menunjukkan, perlindungan janin ikut bocor, sehingga kuman mudah masuk, lalu menginfeksi janin.
Pada kondisi ini, aktivitas seksual rentan sekali dengan invasi kuman dari area vagina ke dalam rahim.
BACA JUGA : Banyak Cucu, Ini Potret Ibu Andhika Pratama: Masih Cantik Awet Muda!
* Plasenta previa.
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya rendah atau di bawah menutup sebagian atau seluruh jalan lahir.
Hubungan seks bisa memicu perdarahan yang dapat membahayakan jiwa ibu dan janin.
Jangankan berhubungan seks, tak berhubungan pun perdarahan sangat mungkin terjadi.
Itulah mengapa, jika ada gangguan ini, hubungan seks dilarang dilakukan sampai dokter mengizinkan setelah sebelumnya melakukan pemeriksaan menyeluruh.
* Rawan keguguran/persalinan prematur.
Ada ibu yang kehamilannya sangat lemah, mudah keguguran atau lahir prematur.
Ada rangsangan sedikit saja, janin bisa gugur atau lahir prematur.
Biasanya dialami ibu yang memiliki “rahim lemah” dengan riwayat keguguran dan persalinan prematur sebelumnya.
Hindari berhubungan intim sampai dokter memberi “lampu hijau.”
* Perdarahan per vaginam.
Tanpa diketahui penyebabnya, kadang-kadang terjadi perdarahan.
Sebaiknya tunda berhubungan intim sampai keadaan aman karena dikhawatirkan tengah terjadi proses keguguran.
Ibu harus segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan segera.
BACA JUGA : Ingat Ken Ken 'Wiro Sableng', Duh Begini Nasibnya Sekarang, Lihat Rumahnya
* Serviks pendek/tipis.
Beberapa ibu memiliki serviks pendek atau tipis, kurang dari 2,5 cm.
Penyebabnya hingga kini belum diketahui secara pasti.
Namun yang jelas, hal ini sangat membahayakan kehamilan yang sewaktu-waktu bisa mengalami perdarahan atau keguguran.
Jika di trimester kedua, tepatnya 16—20 minggu, panjang serviks kurang dari 2,5 cm, maka akan dilakukan “pengikatan” mulut rahim supaya bisa terus melangsungkan proses kehamilan.
* Penyakit menular seksual (PMS).
Jika suami mengidap penyakit menular seksual, seperti gonore, sifilis, atau bahkan HIV/AIDS, maka hubungan seksual sangat tidak dianjurkan.
Risikonya sangat berbahaya, penyakit dapat menular ke ibu sehingga meningkatkan risiko keguguran atau lahir prematur, juga dapat menginfeksi janin dan dikhawatirkan terjadi kecacatan pertumbuhan.
BACA JUGA : Ingat dengan Ony Syahrial 'Tuyul Mbak Yul', Begini Kondisinya Sekarang
Nah, jika pada ibu dan suami tidak terdapat hambatan seperti yang disebutkan barusan, maka jangan ragu untuk melakukan kesenangan intim.
Malah, di hari-hari menjelang tanggal perkiraan persalinan, hubungan seks semakin dianjurkan bagi ibu yang akan melahirkan normal.
Sperma ternyata membawa hormon prostaglandin yang dapat membantu ibu mengalami kontraksi teratur agar bayi dapat lahir pada waktunya.