Varian Omicron Belum Selesai, Ilmuwan Konfirmasi Kemunculan Varian Baru yang Lebih Berbahaya

By Cynthia Paramitha Trisnanda, Senin, 14 Maret 2022 | 11:45 WIB
Varian baru Covid-19 (Pixabay.com)

Nakita.id - Saat ini, angka kasus positif Covid-19 di Indonesia dinilai semakin terkendali.

Padahal bulan lalu, Indonesia mencatatkan kembali banyak kasus Covid-19 karena temuan varian baru yakni varian Omicron.

Akan tetapi belum sampai varian tersebut berhasil benar-benar pergi dari Tanah Air, ilmuwan menemukan varian Covid-19 baru.

Para ilmuwan telah mengonfirmasi adanya varian Covid-19 hibrida yakni Delta-Omicron atau yang disebut Deltacron.

Varian baru ini mengandung dua unsur gabungan, yaitu Delta dan Omicron.

Artinya, varian ini mengandung dua gen yang menjadikannya menjadi virus rekombinan.

Mengutip dari laman Live Science, temuan varian Deltacron dan kasusnya ini telah dikonfirmasi melalui pengurutan genom yang sudah dilakukan imuwan.

Ilmuwan di IHU Méditerranée Infection di Marseille, Prancis di dalam makalahnya mengonfirmasi adanya temuan kasus Deltacron.

Kasus tersebut ditemukan di beberapa wilayah di Prancis.

Baca Juga: Pantang Dilewatkan! Ini 3 Gejala Umum Long Covid yang Paling Banyak Dialami Menurut Ahli dari WHO

Menurut database internasional GISAID, kasus tersebut juga telah ditemukan di Denmark dan juga di Belanda.

Sementara itu, melansir dari Fortune, Laboratorium Helix yang berafiliasi dengan Pusat Pengendalian Penyakit AS, yang berbasis di San Mateo, California juga menemukan dua kasus unik hibrida Delta-Omicron ketika mengurutkan hampir 30.000 sampel positif Covid-19 yang diperoleh dari individu AS antara November dan Februari.

Hal tersebut dikonfirmasi oleh penelitian yang diterbitkan ke server pracetak untuk makalah ilmu kesehatan yang belum ditinjau oleh rekan sejawat, yang didirikan oleh Yale University dan The British Medical Journal.

Selain itu, penelitian tersebut sudah mengidentifikasi 20 kasus di mana individu terinfeksi Delta dan Omicron pada saat yang sama, termasuk satu kasus yang termasuk virus rekombinan tingkat rendah.

Dua kasus koinfeksi telah dilaporkan dalam penelitian lain yang saat ini sedang ditinjau, kata penulis penelitian.

Ahli virus di Universitas Siprus bernama Leondios Kostrikis juga mengonfirmasi adanya kasus rekombinan Deltacron pada 7 Januari lalu.

Menurut tim peneliti, 25 urutan sudah diunggah ke GISAID, yang merupakan sebuah organisasi penelitian internasional yang melacak perubahan Covid dan virus flu, hari itu, dan 27 lainnya beberapa hari kemudian, menurut artikel Nature 21 Januari berjudul Deltacron: the story of the variant that wasn't.

Sementara itu, beberapa ahli memperingatkan, dengan banyak yang bersikeras bahwa rekombinan belum lahir, tetapi urutan yang ditemukan kemungkinan merupakan produk kontaminasi laboratorium.

Sayangnya, para penentang tersebut salah.

Baca Juga: Delta dan Omicron Bergabung, Begini Tingkat Keparahan Deltacron yang Sudah Beredar Sejak Awal Tahun 2022 di Negara Ini

Pemimpin teknis Covid-19 WHO, Dr. Maria Van Kerkhove, seorang ahli epidemiologi penyakit menular, membahas varian tersebut pada briefing media hari Rabu.

Ia mengakui adanya campuran Delta, juga dikenal sebagai AY.4, dan Omicron, juga dikenal sebagai BA.1.

Campuran itu telah diidentifikasi di Prancis, Belanda, dan Denmark, katanya.

Dia menambahkan bahwa tingkat deteksi "sangat rendah" dan mutasi semacam itu tidak mengejutkan.

"Ini adalah sesuatu yang diharapkan, mengingat jumlah sirkulasi yang besar, jumlah sirkulasi yang intens yang kami lihat dengan Omicron dan Delta," katanya.

"Inilah yang dilakukan virus. Mereka berubah seiring waktu."

Selain itu, Covid-19 menginfeksi hewan, dengan kemungkinan menginfeksi manusia lagi, menciptakan peluang tambahan untuk mutasi.

"Jadi, sekali lagi, pandemi ini masih jauh dari selesai," katanya.

"Kami tidak bisa membiarkan virus ini menyebar pada tingkat yang begitu intens."

Baca Juga: Kenali Gejala Covid-19 dan Varian Omicron pada Anak, Kalau Tidak Segera Ditangani Bisa Sebabkan MIS-C atau Peradangan Organ