Bidan merupakan tenaga kesehatan yang paling strategis dalam pelayanan kesehatan khususnya ibu dan anak.
Bidan juga jadi ujung tombak pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
Peran dan fungsi bidan memanglah sangat banyak untuk menjamil pelayanan yang diberikan.
Sehingga perlu adanya pengaturan dan penetapan juga pembinaan bidan yang jelas.
Seiring dengan itu Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Peraturan Terbaru yakni Peraturan Menteri Kesehatan, Permenkes 21 Tahun 2021 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehaan Seksual.
Peraturan terbaru ini menggantikan yang sebelumnya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 99 Tahun 2014.
Peraturan Menteri ini sudah berlaku pada tanggal diundangkan dan ditetapkan Menkes Budi Gunadi Sadikin pada tanggal 12 Juli 2021 di Jakarta
Dengan disahkannya peraturan terbaru ini ada perbedaan kewengan bidan dalam menjalankan segala tindakan.
Adanya Permenkes ini juga membuat bidan harus bekerja sesuai dengan pedoman dan kewenangan yang berlaku.
Saat diwawancara oleh tim Nakita, Selasa (24/5/2022) dr. Erna Mulati, MSc., CMFM selaku Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI menyebutkan jika Permenkes terbaru ini betul-betul membatasi kewenangan para bidan.
Dalam penanganan persalinan telah disebutkan jika bidan hanya memiliki kewenangan untuk membantu proses persalinan normal tanpa adanya penyulit.
Bidan tidak diperbolehkan memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak diluar batas kemampuan kompetensi.
Bidan tidak boleh melakukan tindakan jika ada kehamilan atau persalinan yang berisiko.
Sehingga pemilihan fasilitas dan tenaga professional harus disesuaikan dengan kondisi ibu dan juga janin.
Ini dilakukan untuk mengurangi angka kematian ibu dan anak.
Serta melindungi bidan dari ranah hukum dan menyelamatkan bidan dari sasaran pasien.
"Adanya Permenkes betul betul membatasi kewenangan para bidan. Jadi kami menginginkan bidan menangani yang normal-normal saja jangan memberikan pelayanan untuk hal diluar kompetensi dan kewenangannya. Ini tujuannya baik agar selain menyelamatkan bidan dari sasaran dari pasien dan juga melindungi bidan dari ranah hukum," ungkap dr. Erna.
Baca Juga: Ini Daftar Tempat Praktik Bidan di Semarang, Ibu-ibu yang Domisili di Semarang Wajib Tahu Nih
Dengan adanya Permenkes terbaru pemeriksaan kehamilan juga berubah.
Ibu diwajibkan untuk melakukan pemeriksaan sebanyak 6 kali.
Tetapi untuk trimester pertama kehamilan, ibu harus memeriksakan kondisi kehamilannya ke dokter.
Nantinya dokter akan memeriksakan kondisi kesehatan ibu dan juga janin.
Pemeriksaan kehamilan di trimester pertama wajib dilakukan oleh dokter.
Ini dikarenakan hanya dokterlah yang bisa melakukan deteksi dini.
Deteksi dini dengan dokter bisa melihat apakah ibu hamil dengan risiko atau tidak.
Jika tidak, ibu diperkenankan memeriksakan kehamilan di trimester selanjutnya dengan bidan, apabila dengan risiko pasien wajib melakukan pemeriksaan di layanan kesehatan primer.
"Jadi pemeriksaan kehamilan jadi enam kali, satu kali di trimester pertama kehamilan dilakukan oleh dokter karena kita ingin ibu hamil terdeteksi secara dini faktor risiko kehamilan. Karena hanya dokter yang bisa melakukan deteksi dini secara komprehensif bahkan kita membekali kompetensi dokter itu terkait penggunaan USG dua demensi dengan mengajarkan dua belas kompetensi dasar of skin terbatas dilayanan primer," terang dr. Erna