Kasus Gagal Ginjal Akut Meningkat Tajam, Bisakah Disembuhkan?

By Cynthia Paramitha Trisnanda, Jumat, 21 Oktober 2022 | 19:15 WIB
Gagal ginjal akut bisakah disembuhkan? ()

Nakita.id - Belakangan, Indonesia sedang kembali diserang penyakit yang tiba-tiba angka kasusnya meningkat tajam.

Penyakit tersebut adalah gagal ginjal akut.

Kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal/Acute Kidney Injury (AKI) di Indonesia tengah menjadi kewaspadaan banyak pihak.

Pasalnya, banyak pasien gagal ginjal akut yang dinyatakan meninggal dunia.

Tak hanya itu, rata-rata pasien merupakan anak-anak.

Mengutip dari Kompas, kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif ini utamanya ditemukan pada anak-anak di bawah usia 6 tahun.

Gejalanya berupa penurunan jumlah air seni, bahkan tidak buang air kecil sama sekali dalam 6 jam.

Gejala tersebut bisa disertai atau tanpa disertai demam, diare, batuk pilek, mual, dan muntah.

Hingga saat ini, pemerintah mencatat angka kematian akibat gagal ginjal akut mencapai 99 orang.

Tentu saja hal ini menjadi ketakutan bagi orang tua.

Akan tetapi, gagal ginjal akut ini bisa mendapatkan penanganan.

Baca Juga: 5 Obat Sirup untuk Demam dan Flu Batuk yang Mengandung Etilen Glikol, Kini Ditarik BPOM

Penanganannya adalah dengan melakukan cuci darah atau hemodialisis.

Lalu apakah penyakit gagal ginjal akut ini bisa disembuhkan?

Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso mengatakan bahwa kasus gangguan ginjal akut ini ada yang sembuh.

Kendati demikian, pihaknya tidak menjelaskan secara detail bagaimana proses kesembuhannya.

"Ada yang sembuh," kata Piprim mengutip dari Kompas.

Sementara itu, Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI Eka Laksmi Hidayati nengatakan bahwa penderita gangguan ginjal akut bisa sembuh total.

Ketika dalam kondisi sembuh total, para pasien anak-anak itu bisa kembali memproduksi urin dengan normal, sehingga ginjalnya juga sudah bisa bekerja mengeluarkan sisa-sisa sampah metabolisme.

"Secara umum gangguan ginjal akut itu meskipun sampai terjadi yang stadium 3, yaitu gagal ginjal akut, ketika dia penyembuhan bisa pulih total," kata Eka, dikutip dari konferensi pers daring IDAI, Selasa (18/10/2022), mengutip dari Kompas.

Bahkan ada beberapa penderita gangguan ginjal akut yang tidak perlu mendapat terapi hemodialisis.

Terapi hemodialisis atau yang biasa disebut cuci darah adalah pembersihan darah dari zat-zat sampah melalui proses penyaringan di luar tubuh.

"Iya, ada (yang sembuh). Tidak memerlukan cuci darah lagi, fungsi ginjalnya pulih sempurna. Jadi ini memang berbeda dengan orang-orang yang cuci darah karena usia ya, karena tua," ucap Eka.

Baca Juga: Waspada Penyakit Gagal Ginjal Bisa Menyerang Semua Umur, Begini Langkah Pencegahannya

Meski demikian, Eka memberi imbauan agar masyarakat tetap waspada.

Walaupun telah dinyatakan sembuh dan pulih, penyintas gangguan ginjal akut misterius ini tetap berisiko terkena infeksi berat ketika dehidrasi (kekurangan cairan).

"Itu secara teoritis berisiko untuk terjadi lagi gangguan fungsi ginjal, AKI lagi. Tapi AKI-nya juga bukan kemudian menjadi stadium 3," katanya lagi.

Diketahui, hingga Selasa (18/10/2022) tercatat ada 206 kasus gangguan ginjal akut yang tersebar di 20 provinsi di Indonesia.

99 pasien dinyatakan meninggal dunia dan 65 di antaranya merupakan pasien dari RSCM.

Diberitakan sebelumnya, Juru Bicara Kemenkes Syahril meminta kepada para orang tua agar tidak panik, tetap tenang, namun selalu waspada terutama ketika anaknya mengalami gejala yang mengarah kepada gagal ginjal akut.

Gejala tersebit seperti ada diare, mual, muntah, demam selama 3-5 hari, pilek, sering mengantuk serta jumlah air seni semakin sedikit, bahkan tidak bisa buaang air kecil sama sekali.

Sebagai pencegahan, pihaknya telah meminta tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/sirup sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.

"Kementerian Kesehatan juga meminta seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair/sirup kepada masyarakat sampai hasil penelusuran dan penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dan BPOM ini tuntas," kata dia.

Lebih lanjut, pihaknya juga mengimbau masyarakat agar dalam pengobatan anak untuk sementara waktu tidak mengonsumsi obat dalam bentuk cair/sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan.

"Sebagai alternatif dapat menggunakan sediaan lain seperti tablet, kapsul, suppositoria (anal), atau lainnya," pungkasnya.

Baca Juga: Beredar Dugaan Paracetamol Picu Gagal Ginjal Anak, Ini Tips Jika Anak Demam Tanpa Harus Minum Obat