Penderita Endometriosis Tidak Akan Bisa Hamil, Mitos atau Fakta? Ini Jawaban Dokter Obgyn

By Shannon Leonette, Selasa, 12 Maret 2024 | 09:08 WIB
Moms harus tahu, penderita endometriosis pada dasarnya masih bisa hamil dan memiliki keturunan. Begini penjelasan selengkapnya menurut dokter obgyn. (Freepik)

Nakita.id - World Health Organization (WHO) menyatakan endometriosis sebagai penyakit kronis.

Penyakit endometriosis menyerang 10 persen perempuan usia produktif di seluruh dunia dan terus menjadi kasus serius di tingkat global juga regional.

Gejala yang paling banyak dirasakan oleh penderita penyakit endometriosis adalah nyeri, dimana sering terjadi saat menstruasi, berhubungan intim, buang air kecil, atau buang air besar.

Bahkan, nyeri juga bisa terjadi di perut bagian bawah, panggul, ataupun di beberapa titik tubuh lainnya.

Ini bisa bervariasi pada masing-masing penderitanya, Moms.

Faktor risikonya pun bermacam-macam, mulai dari belum pernah melahirkan, menstruasi di usia dini, menopause di usia lanjut, siklus menstruasi yang pendek (27 hari), memiliki tingkat estrogen yang tinggi, hingga mempunyai kelainan saluran produksi.

Penyakit ini dapat memengaruhi kualitas hidup seorang perempuan, terutama pada kesuburannya yang dapat menghambat kesehatan fisik juga mentalnya, Moms.

Sampai sekarang ini, tak sedikit orang yang percaya bahwa seorang perempuan yang menderita endometriosis tidak akan bisa hamil.

Lantas, benarkah anggapan di atas?

Tanpa berlama-lama, Moms bisa simak penjelasan berikut menurut Dr. dr. Kanadi Sumapraja, Sp.OG, Subsp.FER.

Jadi, pastikan jangan sampai Moms lewatkan ya.

Baca Juga: 4 Manfaat Pemasangan Alat Kontrasepsi, Mulai dari Sembuhkan Penyakit Endometriosis Hingga Hilangkan Jerawat Hormonal

Benarkah Penderita Endometriosis Tidak Bisa Hamil?

Pada dasarnya, dr. Kanadi menyampaikan bahwa seluruh penderita endometriosis masih memungkinkan untuk memiliki keturunan.

"Akan tetapi, nantinya terkait dengan cara apa yang akan dilakukan untuk mendapatkan keturunan tersebut," ungkap dokter spesialis obstetri dan ginekologi ini dalam acara media briefing bertemakan 'Terapi Jangka Panjang Dienogest Menjadi Rekomendasi Kuat Pengolaan Endometriosis', Jumat (8/3/2024).

Mulai dari cara konsepsi alami, dengan bantuan inseminasi, atau dengan program bayi tabung yang dapat dipilih.

"Tentunya, kita tidak ingin bahwa penderita endometriosis itu harus selalu dilakukan program bayi tabung," ujar dr. Kanadi dengan tegas.

"Akan tetapi, ada kasus-kasus tertentu dimana penderita endometriosis memang terpaksa harus melakukan program bayi tabung.

Sebagai contoh, apabila penderita endometriosis sudah berada di tahap lanjut, dimana ketika terjadi proses perlekatan (hubungan intim) itu menyebabkan terjadinya kerusakan pada saluran tuba kanan dan kiri," katanya menerangkan.

Hal inilah yang menyebabkan tidak adanya kesempatan lagi untuk terjadi pertemuan antara sperma dan sel telur, sehingga terpaksa harus mengikuti program bayi tabung.

Pentingnya Mewaspadai Penyakit Endometriosis Sejak Dini

dr. Kanadi dengan tegas menyampaikan pentingnya penyakit endometriosis harus segera dikenali sejak dini.

Apalagi, Moms harus tahu bahwa penundaan diagnosa endometriosis diperkirakan mencapai 6-8 tahun menurut Himpunan Endokrinologi-Reproduksi dan Fertilitas Indonesia, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.

"Tujuannya untuk mencegah agar jangan sampai terjadi progresitivitas yang akan mengganggu fungsi reproduksi dari perempuan tadi," jelasnya.

Atau dalam kata lain, adalah melakukan penyelamatan fungsi kesuburan pada perempuan penderita endometriosis.

Baca Juga: 5 Jenis Gangguan Haid yang Terjadi pada Wanita, Waspadai Endometriosis Bisa jadi Salah Satu Penyebabnya

Jika tidak diobati dengan cepat dan tepat, maka perempuan penderita endometriosis akan berisiko mengalami komplikasi seperti infertilitas dan kanker ovarium.

Bayer Hadirkan Terapi Jangka Panjang Dienogest

Bayer Indonesia mengadakan media briefing bertemakan 'Terapi Jangka Panjang Dienogest Menjadi Rekomendasi Kuat Pengolaan Endometriosis' pada Jumat (8/3/2024).

Berdasarkan konsensus Perhimpunan Fertilitas Endokrinologi Reproduksi Indonesia (HIFERI) tahun 2023, terapi hormonal Dienogest jangka panjang menjadi rekomendasi kuat dalam menangani penyakit endometriosis.

Penelitian menunjukkan bahwa Dienogest mampu mengurangi lesi dan nyeri (nyeri pelvis dan nyeri haid) yang berkaitan dengan endometriosis serta meningkatkan kualitas hidup pasien.

Di samping itu, Dienogest juga disebut efektif dalam menjaga cadangan ovarium.

Namun demikian, kepatuhan terhadap terapi ini sangat diperlukan agar pasien dapat memperoleh manfaat pengobatan dalam jangka panjang.

Oleh sebab itu, Bayer mendorong pasien agar patuh terhadap pengobatan ini dan berkonsultasi kepada dokter spesialis kebidanan dan kandungan secara teratur.

Country Division Head Pharmaceuticals Bayer Indonesia Jeff Lai menjelaskan, Bayer berkomitmen untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup pasien, termasuk bagi pasien endometriosis.

Apalagi, lanjutnya, endometriosis menyerang lebih banyak perempuan di Asia daripada negara-negara barat.

"Oleh sebab itu, kami melihat penting untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan bagi masyarakat, khususnya bagi perempuan Indonesia, terkait endometriosis serta terapi yang paling tepat," ujar Jeff.

"Dienogest dari Bayer merupakan terapi hormonal yang efektif dan inovatif, yang mampu menghilangkan rasa nyeri jika dijalani dengan komitmen jangka panjang," tekannya.

Baca Juga: Mengenal Soal Endometriosis, Kenali Gejala Gangguan Kesehatan yang Bikin Moms Susah Hamil

Jeff menyebut, hadirnya terapi Dienogest ini merupakan bentuk nyata dari komitmen Bayer untuk membantu pasien endometriosis di Indonesia.

"Di samping itu, kami juga senantiasa melakukan edukasi melalui media agar kesadaran perempuan Indonesia semakin meningkat, sehingga endometriosis pun bisa dideteksi sedini mungkin," tutup Jeff.

dr. Kanadi menambahkan, kunci keberhasilan pengobatan penderita endometriosis adalah kepatuhan.

"Apa yang dimaksud kepatuhan? Kepatuhan bisa digambarkan sebagai tingkatan perilaku pasien yang menggambarkan sejauh mana upaya mereka dalam mematuhi instruksi dan menyelesaikan pengobatan yang direkomendasikan oleh tenaga medis.

Sampai saat ini, kepatuhan masih menjadi tantangan utama, karena pengobatan endometriosis (terapi hormonal) merupakan mengobatan jangka panjang sehingga butuh komitmen dan keteraturan pasien," katanya menegaskan.

dr. Kanadi menjelaskan bahwa banyak ditemukan kasus pasien berhenti di tengah jalan karena menganggap tidak ada perubahan pada dirinya, sehingga pengobatan menjadi tidak efektif dan tidak berhasil.

"Mereka yang pengobatannya tidak patuh (on-off) akan lebih sering mengalami kekambuhan dan rasa nyeri akan kembali dirasakan.

Maka, yang perlu dilakukan oleh dokter dan support system mereka adalah terus memberikan afirmasi positif dan edukasi terkait pentingnya komitmen menjalankan terapi dengan benar," sarannya.

dr. Kanadi juga meyakinkan bahwa Dienogest adalah terapi hormonal jangka panjang yang aman untuk penderita endometriosis, karena menekan hormon estrogen sehingga mampu mengurangi nyeri pelvis dan nyeri haid terkait endometriosis.

"Namun pengobatan hormonal seperti ini efektif jika ada kepatuhan dalam pengobatan jangka panjang sehingga hasilnya akan lebih baik," tegasnya sekali lagi.

Head of Medical Department Pharmaceuticals Bayer Indonesia dr. Dewi Muliatin Santoso membenarkan bahwa terapi hormonal jangka panjang Dienogest terbukti efektif dalam mengelola gejala endometriosis, mencegah progresivitas penyakit, dan meningkatkan kualitas hidup.

Baca Juga: Seputar Penyakit Endometriosis, Siapa Saja yang Rentan Terkena Penyakit Ini? Kekurangan Berat Badan Jadi Salah Satunya

"Data menunjukkan adanya pengurangan nyeri sebesar 40% dalam empat minggu pemakaian Dienogest, serta menunjukkan peningkatan nyata dalam ukuran kualitas hidup spesifik (SF-36) setelah 24 minggu pengobatan," ungkap dr. Dewi.

Dirinya juga menambahkan, penelitian pada 29 pasien yang menjalani terapi Dienogest, lebih dari 80 persen pasien yang sel endometriosisinya hilang atau minimal pada minggu ke-24 pengobatannya.

"Real world evidence jangka panjang menunjukkan Dienogest mampu mempertahankan VAS rendah (Visual Analog Scale/parameter untuk mengukur derajat nyeri pada endometriosis) selama lima tahun.

Kemudian, studi ENVISIOeN juga membuktikan bahwa pola pendarahan yang dialami pasien berkurang seiring berjalannya waktu.

Ini yang membuat kami berupaya menyebarkan edukasi terkait kepatuhan berobat, karena hasilnya akan berdampak positif jika pengobatan dilakukan dengan benar,” jelas Dr. Dewi.

Sementara itu, Founder Endometriosis Indonesia Wenny Aurelia mengangkat bicara mengenai pentingnya support system untuk penderita endometriosis yang sedang berjuang di luar sana.

"Pengobatan (endometriosis) secara jangka panjang kerap membuat pasien menghentikan terapi di tengah jalan.

Dalam menjalankan terapinya, pasien tentu butuh dukungan dari keluarga, dokter, dan sesama pasien sehingga mereka tidak merasa sendirian dalam berjuang melawan endometriosis," tutur Wenny.

Wenny juga membuat komunitas Endometriosis Indonesia ini agar dapat menjadi wadah berdiskusi, saling memberikan informasi yang benar tentang endometriosis, juga saling mendukung antar pasien.

"Kami juga senantiasa bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Bayer Indonesia dan para dokter ahli kesehatan, terkait untuk memberikan edukasi dan dukungan bagi pasien.

Hal ini kami harapkan bisa menjadi upaya yang tepat untuk meningkatkan kualitas hidup pasien," tutupnya.

Baca Juga: Mengenal Penyakit Endometriosis yang Jadi Penyebab Perempuan Sulit Hamil! Waspadai Gejalanya Mirip dengan Nyeri Menstruasi