BERITA POPULER: Mitos atau Fakta Minum Air Putih Sembuhkan Diabetes hingga Bahaya Menyusui Sambil Tiduran

By Diah Puspita Ningrum, Rabu, 31 Juli 2024 | 14:00 WIB
BERITA POPULER: Mitos dan fakta minum air putih (Freepik)

Mata kering merupakan kondisi yang sering dianggap sepele, namun sebenarnya dapat memberikan dampak yang signifikan. Mata kering merupakan penyakit atau kelainan pada permukaan mata yang ditandai dengan hilangnya keseimbangan komponen air mata, adanya ketidakstabilan air mata, peningkatan kekentalan atau osmolaritas, dan kerusakan atau peradangan pada permukaan mata.

Gejala yang dirasakan penderita mata kering umumnya dimulai dengan mata yang tidak nyaman, seperti mengganjal, sering merah, berair, terasa kering, sensasi berpasir, muncul kotoran, terasa lengket, serta kerap mengucek mata.

Penyebab mata kering bisa bermacam-macam, salah satunya adalah penggunaan gawai yang berlebihan. Karena itu, penderitanya pun tidak hanya orang dewasa, tapi juga bisa terjadi pada anak-anak.

Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, menunjukkan sebanyak 36,99 persen anak-anak Indonesia berusia 5-15 tahun sudah memiliki ponsel.

Bahkan, 38,92 persen anak berusia 0-6 tahun di Indonesia telah menggunakan telepon seluler; menegaskan bahwa paparan layar gawai sudah terjadi sejak kanak-kanak.

Sementara itu, menurut Laporan “Revealing Average Screen Time Statistics” dari Backlinko mendapati rata-rata waktu tatap layar atau screen time masyarakat Indonesia mencapai 7 jam 38 menit per hari.

Padahal, penggunaan perangkat elektronik berlayar secara kontinu dengan durasi lama berisiko buruk pada kesehatan, termasuk mata kering.

Dokter Mata Kering dan Lensa Kontak, JEC Eye Hospitals and Clinics, Dr. Niluh Archi S. R., SpM menyampaikan, “Screen time yang berlebih dapat memengaruhi dinamika berkedip anak, seperti berkurangnya frekuensi dan kelengkapan berkedip. Kondisi ini dapat meningkatkan kekeringan permukaan mata yang seiring waktu berpotensi memulai siklus mata kering.”

“Meskipun tidak ada perbedaan mata kering berdasarkan usia, tetapi proses anamnesis pada pasien anak lebih sulit ketimbang pasien dewasa. Anak seringkali belum bisa mendeskripsikan keluhan yang dirasakan secara verbal. Ini yang menjadi tantangan.” sambung dokter yang akrab disapa Manda ini.

Baca selengkapnya di sini

Baca Juga: BERITA POPULER: Alasan Ruben Onsu dan Sarwendah Bercerai hingga Curhat dengan Lawan Jenis Bisa Picu Perselingkuhan

5. Apakah Benar Jika Stunting Berpengaruh pada Kemampuan Sosial Anak?