Tersebar Voice Note Dokter Aulia Korban Bullying, 'Bener-bener Kacau'

By Aullia Rachma Puteri, Kamis, 29 Agustus 2024 | 14:45 WIB
Voice note dokter Aulia korban bully viral (Kolase Bangkapos.com / Tribun )

Nakita.id - Kasus dugaan bullying terhadap almarhum dr. Aulia Risma Lestari, seorang mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Prodi Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), semakin mendapat perhatian publik.

Kisah tragis ini menjadi lebih jelas setelah rekaman voice note yang diduga dikirim oleh dr. Aulia kepada ayahnya beredar di media sosial.

Rekaman tersebut mengungkapkan kondisi kesehatan yang dialaminya, serta dugaan eksploitasi dan bullying yang dihadapi di tempatnya bekerja dan belajar.

Dalam rekaman voice note yang dibagikan melalui akun Instagram @abouthetic, dr. Aulia terdengar berbicara dengan ayahnya tentang penderitaan fisik dan mental yang ia alami.

Suara yang terdengar di rekaman tersebut mengisyaratkan rasa sakit fisik yang luar biasa akibat penyakit yang dideritanya.

Menurut informasi dari pihak keluarga, dr. Aulia sebelumnya telah didiagnosis menderita sakit akibat saraf kejepit.

"Aku bangun tidur, badan sakit semua, punggung sakit," kata dr. Aulia dalam rekaman tersebut, sambil menangis terisak-isak.

Ia menggambarkan bagaimana setiap bangun tidur ia harus bergerak sangat perlahan karena rasa sakit yang melumpuhkan.

Namun, penderitaan fisik tersebut hanyalah sebagian dari masalah yang dihadapi oleh dr. Aulia.

Dalam voice note yang sama, ia juga menceritakan tentang kondisi tempat ia bekerja, RSUP dr. Karyadi Semarang.

Sambil terisak, dr. Aulia mengungkapkan kekhawatirannya tentang program-program di rumah sakit yang menurutnya sangat kacau.

Baca Juga: Dialami Aurel Hermansyah, Ini Dampak Serius Bullying pada Ibu Menyusui

Ia bahkan mengaku takut tidak mampu menjalani tugas-tugasnya, yang semakin memperkuat dugaan bahwa ia menjadi korban bullying dan eksploitasi di tempat kerjanya.

Kasus ini semakin menimbulkan keprihatinan publik setelah dr. Aulia ditemukan meninggal dunia, diduga karena bunuh diri.

Tragedi ini diduga kuat terkait dengan tekanan mental yang dialaminya, yang sebagian besar berasal dari bullying dan eksploitasi yang ia hadapi selama menjalani program pendidikan dokter spesialis.

Dalam rekaman voice note, dr. Aulia juga menceritakan bahwa ia tidak diizinkan untuk keluar dari rumah sakit, bahkan untuk sekadar membeli minuman.

Ia harus meminta bantuan customer service untuk membelikan minuman, karena dirinya tidak diperbolehkan pergi ke minimarket atau kantin.

"Aku minta tolong CS buat beliin minum, karena aku enggak boleh ke minimarket, enggak boleh ke kantin sama sekali," ujarnya dalam rekaman tersebut.

Pengungkapan ini semakin mempertegas bahwa dr. Aulia mungkin telah mengalami pembatasan yang tidak manusiawi, yang berdampak pada kesehatan fisik dan mentalnya.

Rekaman voice note ini telah memicu gelombang reaksi dari masyarakat, yang sebagian besar mengecam tindakan yang diduga dilakukan terhadap dr. Aulia.

Publik menuntut agar pihak berwenang, termasuk Kementerian Kesehatan dan Universitas Diponegoro, segera melakukan penyelidikan menyeluruh untuk mengungkap kebenaran di balik kasus ini.

Pihak keluarga dr. Aulia, melalui kuasa hukumnya, telah menyerahkan rekaman suara tersebut kepada pihak investigasi dari Kementerian Kesehatan.

Mereka berharap bahwa bukti ini akan menjadi dasar untuk penyelidikan lebih lanjut yang dapat mengungkapkan kebenaran dan memberikan keadilan bagi almarhumah.

Baca Juga: Azriel Hermasyah Alami Bullying dari SD hingga SMA, Bagaimana Sikap yang Harus Diambil Orangtua?

Selain itu, kasus ini juga membuka diskusi yang lebih luas tentang kondisi kerja dan lingkungan pendidikan bagi para dokter muda dan mahasiswa kedokteran di Indonesia.

Banyak yang menyoroti bahwa kasus seperti yang dialami oleh dr. Aulia mungkin bukan kasus yang terisolasi, tetapi mencerminkan masalah sistemik yang memerlukan perhatian serius dari pemerintah dan institusi pendidikan.

Kisah tragis ini semakin memilukan dengan berita bahwa ayah dr. Aulia, Moh. Fakhuri, juga meninggal dunia tidak lama setelah putrinya dimakamkan.

Kematian sang ayah pada 27 Agustus 2024, hanya beberapa minggu setelah dr. Aulia meninggal, menambah beban duka keluarga dan memicu simpati lebih lanjut dari masyarakat.

Kepergian dr. Aulia dan ayahnya dalam waktu yang berdekatan ini menambah keprihatinan masyarakat atas tekanan yang mungkin dihadapi oleh keluarga ini, baik dari segi emosional maupun psikologis.

Banyak yang berpendapat bahwa tragedi ini harus menjadi panggilan bagi semua pihak terkait untuk segera bertindak dan memastikan bahwa tidak ada lagi korban yang mengalami nasib serupa.

Kasus dr. Aulia Risma Lestari adalah pengingat yang memilukan akan bahaya bullying, eksploitasi, dan tekanan mental yang berlebihan di lingkungan pendidikan dan tempat kerja.

Rekaman voice note yang beredar telah membuka mata banyak orang tentang penderitaan yang dialami oleh almarhumah, dan pentingnya untuk tidak menutup mata terhadap tanda-tanda kekerasan psikologis dan fisik di lingkungan mana pun.

Diharapkan bahwa penyelidikan yang dilakukan oleh pihak berwenang akan segera membuahkan hasil, memberikan keadilan bagi keluarga dr. Aulia, serta mendorong perubahan sistemik yang melindungi para mahasiswa dan profesional muda dari perlakuan yang tidak manusiawi.

Pada akhirnya, kasus ini harus menjadi momentum bagi perbaikan kondisi kerja dan pendidikan di Indonesia, untuk mencegah tragedi serupa terjadi di masa depan.

Baca Juga: BERITA POPULER: Tipe Anak yang Rentan Jadi Korban Bullying hingga Cara Aman Pijat Punggung untuk Ibu Hamil