Pikir-pikir Lagi: Pertimbangkan Hal Ini Sebelum Memutuskan Punya Anak

By Dini Felicitas, Kamis, 16 Maret 2017 | 06:40 WIB
Yang Harus Diketahui Sebelum Punya Anak (Dini)

Nakita.id - Kebanyakan orangtua pasti mendambakan kehadiran anak. Terbayang rasa bahagia dengan kehadiran anak-anak yang lucu, dan membuat Ibu ingin selalu pulang untuk mendekap mereka. Ibu tak peduli meskipun kehadiran bayi nantinya akan membuat Ibu sering begadang, sulit berkumpul lagi dengan teman-teman sepulang kantor, atau mengabaikan kepentingan Ibu sendiri.

Tetapi, ada hal-hal lain yang perlu diketahui sebelum mempunyai anak. Hal-hal yang sangat lumrah terjadi, tapi mungkin belum terbayangkan oleh pasangan yang belum mempunyai anak. Berikut di antaranya: Ibu tidak bisa langsung dekat dengan anak. Ketika sudah mempunyai anak, Ibu mungkin akan berpikir bahwa bonding akan mudah dilakukan. Bagaimana pun, Ibu orang yang paling sering bersamanya. Ternyata, tidak selalu begitu. Ibu bisa saja merasa sulit berkomunikasi dengan si kecil, atau tak tahu harus berbuat apa ketika ia menangis. Apalagi, ketika anak memilih bersama ayahnya atau pengasuhnya ketimbang Ibu. Namun, Ibu tak perlu khawatir. Mungkin Ibu hanya membutuhkan waktu lebih lama untuk membangun ikatan dengan anak.

Siap-siap ketularan sakit. Sistem kekebalan tubuh bayi belum berkembang dengan sempurna, sehingga mereka akan mudah tertular jika Ibu sedang sakit seperti flu. Sebaliknya, ketika anak sedang sakit, Ibu pun akan mudah tertular jika sedang kelelahan atau kekebalan tubuh sedang menurun. Ketika mulai sekolah, anak-anak juga akan "membawa pulang" penyakit yang mereka dapat dari teman-temannya di daycare atau di sekolah. Rumah jadi berantakan. Ibu atau Ayah mungkin termasuk orang yang rapi. Tidak suka menyimpan barang-barang yang tak berguna, juga selalu mengembalikan barang pada tempatnya setelah digunakan. Tetapi begitu hadir mahluk kecil di rumah Ibu, ucapkan selama tinggal pada itu semua. Ibu perlu membiasakan melihat mainan, buku-buku bacaan atau mewarnai, pensil warna, pakaian, atau peralatan makan, berserakan di mana-mana. Belum lagi coretan-coretannya di dinding, meja, atau bahkan pakaian Ibu. Dan, Ibu tak perlu repot membereskan mainan-mainannya, karena si kecil pasti akan membuatnya berantakan lagi. Kehilangan benda-benda kesayangan. Ibu punya aksesori cantik, charger ponsel, atau pernak-pernik andalan lainnya? Lapangkan hati Ibu jika suatu waktu benda-benda itu tak dapat Ibu temukan di rumah. Karena anak akan selalu tertarik dengan pernak-pernik semacam itu, dan memindahkannya ke tempat yang tak Ibu duga. Inilah yang perlu dipertimbangkan sebelum memutuskan punya anak. Kunci rumah disimpannya di lemari es. Atau kalung andalan Ibu ternyata dimasukkannya ke dalam tas kantor ayahnya. Ponsel Ibu dilemparnya ke kolong tempat tidur. Biarkan saja. Suatu ketika benda-benda itu akan Ibu temukan lagi, asal tidak keburu dibuang si kecil di tempat sampah. Si kecil meniru semua perbuatan Ibu. Otak anak menyerap informasi baru seperti spons. Namun jangan terlalu bangga dengan hal itu. Karena, mereka akan menyerap apa pun yang didengar dan dilihatnya. Anak-anak mungkin tidak tampak memerhatikan tindak-tanduk Ibu, tapi ia bisa saja tiba-tiba mengucapkan kata-kata kasar, atau menutup pintu lemari dengan kakinya. Coba tebak, dari siapa ia meniru semua hal tersebut? Sulitnya menerapkan "cinta yang tegas". Siapa yang tahan ketika melihat si kecil yang begitu lucu, mungil, dan rapuh, tiba-tiba menangis atau memukul ketika keinginannya tak terpenuhi? Ibu sadar harus mengajarkan apa yang baik dan tidak baik pada anak, namun khawatir akan menyakiti hatinya. Ibu tahu perlunya bertindak tegas ketika ia melakukan kesalahan atau tidak mau mengikuti perintah Ibu. Namun, ternyata sulit menunjukkan cinta yang tegas atau tough love pada anak. Ibu tahu itu demi kebaikan anak, tetapi Ibu juga tidak tega ketika harus mendisiplinkan anak yang akhirnya berujung tangisan. Waktu makan jadi tantangan tersendiri. Ya, Ibu pasti sudah sering mendengar tentang si picky eater yang suka pilih-pilih makanan. Tetapi mengatasi anak yang sulit makan ternyata jauh lebih susah daripada teorinya. Misalnya, Ibu sudah membiasakan anak makan buah dan sayur setiap hari. Tetapi kebiasaan ini bisa berantakan begitu anak mengenal nugget atau mi instan ketika mulai masuk pre-school atau menghadiri pesta ulang tahun temannya. Ibu juga tak bisa sekadar berpikir bahwa "nanti kalau lapar pasti anak akan minta makan sendiri". Kenyataannya, anak-anak sering tidak meminta makan meskipun lapar.

Demikian hal yang perlu dipertimbangkan sebelum mempunyai anak. Apakah Ibu sudah siap?