Orangtua Wajib Tahu, Anak dengan Kondisi Ini Berisiko Mengidap Atrofi Otak!

By Erinintyani Shabrina Ramadhini, Jumat, 26 Oktober 2018 | 12:39 WIB
Anak seperti ini berisiko mengalami penyusutan otak, catat Moms! (Pixabay.com)

Nakita.id - Otak manusia adalah organ tubuh yang kompleks, didalamnya terdapat sel saraf yang saling terhubung satu sama lain.

Jalinan sel saraf ini berperan vital Moms dalam mengatur fungsi organ tubuh lain.

Nah, maka bisa dibayangkan bilamana sambungan antar sel tersebut mengalami kerusakan tentu otak tak akan berfungsi dengan baik.

Hal itu akan membuat ukuran otak menyusut dan mengalami perubahan bentuk, atau disebut atrofi otak.

Kondisi ini tak bisa dibiarkan, karena bisa mengakibatkan gangguan memori bahkan berujung demensia.

Baca Juga : Waspadai Penyakit Atrofi Otak Pada Anak, Ini Gejalanya!

Dengan dampak yang sedemikian serius, umumnya penyakit ini terjadi pada orang berusia lanjut kisaran 60-70 tahun.

Namun, siapa sangka penyakit ini juga bisa mengincar anak-anak.

Menurut ilmuwan, berikut ini kondisi anak yang akan membuatnya berisiko mengidap atrofi otak atau menyusutnya otak: 1. Kemoterapi sistemik

Sebuah penelitian yang dilakukan di University Hospital di Heraklion, Yunani menemukan kondisi tertentu yang akan membuat anak berisiko mengalami penyusutan otak.

Penelitian ini dilakukan oleh Dr. Prassopoulos dan rekannya.

Hasilnya, ditemukan fakta bahwa dari 69 anak yang menjalani kemoterapi sistemik, setengahnya mengalami brain atrophy.

Prassopoulos mendata fakta ini dalam jurnal kesehatan dan jurnal onkologi kedokteran anak.

Baca Juga : Pelajaran dari Mendiang Adara Taista, Sering Dilakukan Sebelum Tidur Kebiasaan Ini Efektif Picu Kanker!

Ia menuturkan, kemungkinannya besar untuk anak mengalami atrofi otak jika ia menjalani kemoterapi sistemik dalam kurun waktu yang intens.

2. Orangtua atau kakek dan nenek yang depresi

Sebuah penelitian yang dilakukan pada 2009 menyebutkan, bahwa anak yang memiliki orangtua dengan riwayat depresi maka risikonya mengidap penyusutan otak turut meningkat.

Penelitian ini dipimpin oleh Dr. Peterson, seorang peneliti di Departemen Psikologi anak di Universitas Columbia.

Ia menyebutkan, bahwa cerebral atrophy yang terjadi pada anak terjadi di otak kanan.

Otak sebelah kanan berperan vital akan tumbuh kembang anak, karena area ini bertanggung jawab terhadap respon emosional anak.

Jika dibiarkan, anak akan ikut mengalami gangguan kepanikan berlebihan atau depresi utamanya jika ia hidup dikelilingi keluarga yang mengalami kondisi serupa.

Baca Juga : Berita Kesehatan : Media Sosial Kurangi Risiko Depresi Bagi Lansia

3. Neuronal Ceroid Lipofuscinoses (lipofuscinoses ceroid saraf atau NCLs)

Gangguan neurodegeneratif seperti atrofi otak juga bisa diwariskan, salah satunya penyakit yang disebut penyakit Battens. Menurut laporan yang dipublikasikan dalam catatan Dukungan dan Asosiasi Riset Penyakit Battens, penyakit ini biasanya berakibat fatal pada usia awal 20-an.

Namun, bisa saja gejala sudah timbul selama masa kanak-kanak.

Gejalanya antara lain penumpukan zat yang disebut lipopigment di dalam jaringan tubuh. 

Lipopigment ini terdiri dari lemak dan protein.

Pemyakit Battens akan mengakibatkan kematian sel otak, yang kemudian menjadi atrofi otak.

Baca Juga : Pernah Menikah dengan Konglomerat Indonesia, Begini Mewahnya Kediaman Sosialita Jamie Chua

Tanda-tanda awal dari penyakit ini termasuk perubahan kepribadian dan perilaku. Misalnya, lamban dalam hal belajar, kehilangan penglihatan, dan anak cenderung menjadi ceroboh.

Tanda ini akan terlihat ketika anak berusia 5-8 tahun, jika dibiarkan akan menyebabkan gangguan kognitif serius seperti demensia. 4. Sindrom cushing Sindrom cushing adalah gangguan hormon yang langka pada anak-anak.

Sindrom ini akan membuat anak lemas, depresi, mudah marah bahkan mengakibatkan gangguan pertumbuhan.

Hal ini disebabkan tingginya hormon kortisol pada tubuh, yakni hormon yang berperan akan timbulnya stres.

Baca Juga : Akui Tak Bisa Masak, Dapur Milik Ririn Dwi Ariyanti Bikin Takjub!

Dalam studi kasus yang diadakan oleh National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service (NEMDIS atau Pusat Informasi Endokrin dan penyakit metabolisme nasional), ditemukan fakta tentang hal ini.

Studi ini membandingkan 11 anak yang mengalami sindrom Cushing dengan 10 anak lain dengan kondisi yang sehat.

Hasilnya, ditemukan bahwa anak yang menderita sindrom cushing memiliki volume otak yang lebih kecil.

Baca Juga : Kenali Penyebab Jerawat Postpartum, Salah Satunya Bisa Karena Sembelit

Hal ini memungkinkan teradinya penurunan yang signifikan dalam fungsi kognitif anak-anak di masa tumbuh kembangnya. Dr Merke kemudian melaporkan temuan ini dalam Journal Endokrinologi Klinis dan Metabolisme.

Ia juga menyebutkan, penyusutan otak juga akan terjadi satu tahun setelah seorang anak menjalani operasi bedah.