Anak Sunan Kalijaga Kabur dari Rumah, Sederet Masalah Ini Bisa Jadi Pemicu Anak Meninggalkan Keluarganya!

By Kirana Riyantika, Sabtu, 3 November 2018 | 19:31 WIB
Salmafina anak Sunan Kalijaga dikabarkan kabur, sederet masalah ini bisa jadi pemicunya (instagram@salmafinasunan)

Nakita.id – Publik baru-baru ini dihebohkan dengan kabar mengenai anak dari pengacara kondang Sunan Kalijaga.

Sebab, anak Sunan Kalijaga yang bernama Salmafina Sunan dikabarkan kabur dari rumah.

Hal ini pertama kali diketahui melalui komentar Sunan di akun Instagram anaknya.

Berikut beberapa komentar dari Sunan Kalijaga ke akun Instagram pribadi anaknya.

Baca Juga : Saddil Ramdani Pemain Timnas Indonesia Diduga Aniaya Kekasihnya, Karakter Pria Seperti Ini Mudah Lakukan Kekerasan!

Tidak perlu posting foto kalau masih ada rasa kangen dengan kami! @salmafinasunan kamu tau jalan pulang ke rumah kami tunggu segera.”

Kami sebagai orangtua sudah berusaha maksimal memberikan @salmafinasunan yang terbaik semenjak masih ada di dalam kandungan hingga detik ini. Jangan pernah @salmafinasunan lupakan. Apa pun esok yang terjadi kepada kita.

Ayah ingatkan kamu untuk segera menghubungi ayah. Segera hubungi ayah atau kamu ayah anggap hilang dan ayah lapor polisi.

Hal tersebut tentu membuat publik bertanya-tanya, apa yang menyebabkan Salmafina kabur dari rumah?

Sayangnya, unggahan yang menimbulkan tanda tanya publik tersebut sudah dihapus oleh Salmafina.

Fenomena remaja kabur dari rumah

Setiap keluarga tentunya memiliki permasalahan masing-masing. Tidak ada keluarga yang selalu bahagia dan tidak pernah mendapat masalah.

Masalah bisa datang kapan saja dan di mana saja.

Baru-baru ini, kabar mengenai kaburnya Salmafina dari rumah menghebohkan publik.

Bila kita menengok beberapa tahun lalu, ada juga seorang artis cantik yang memiliki masalah keluarga dan memilih kabur.

Dikutip dari living.thebump.com, sebagian besar anak yang kabur dari rumah berada di usia remaja.

Mengapa remaja banyak yang kabur dari rumah?

Usia remaja merupakan waktu untuk melakukan eksplorasi dan penemuan baik di lingkungan sekitar maupun dari setiap kejadian yang ia saksikan.

Remaja terkadang menantang batasan perilaku yang ditetapkan oleh orangtua, sekolah, dan masyarakat.

Bagi banyak remaja, peraturan-peraturan yang ada baik di sekolah, lingkungan, atau keluarga terkadang mengekang dirinya.

Lebih banyak remaja yang berani melanggar aturan dengan melarikan diri dari rumah.

Baca Juga : Thalasya Sosok yang Sedang Viral di Dunia Maya Mirip dengan Lil Miquela

Namun, tidak semua remaja kabur dari rumah untuk menantang aturan, sebagian melarikan diri karena tekanan dari keluarga atau melarikan diri dari pelecehan yang terjadi di rumah.

Berikut beberapa penyebab remaja nekat kabur dari rumah:

1. Krisis kepribadian

Beberapa remaja nekat kabur karena takut akan reaksi anggota keluarga di rumah terhadap masalah pribadinya, seperti kehamilan di luar nikah atau beberapa perilaku menyimpang lain.

Beberapa remaja yang jadi tunawisma menjelaskan bahwa alasannya kabur karena dirinya merasa ada penyimpangan seksual, sehingga sering tak diterima oleh pihak keluarga.

Dilaporkan National Conference of State Legislatures, gadis-gadis remaja yang melarikan diri sekitar 75 persen dari populasi, dimana 22 persen dari gadis-gadis tersebut kabur dengan alasan kehamilan di luar nikah.

Perempuan yang hamil di luar nikah banyak dianggap sebagai aib, sehingga mereka memilih kabur agar orangtuanya tak malu.

2. Konflik dengan Orangtua

Banyak remaja kabur dari rumah setelah bertengkar dengan orangtua atau ketika orangtua menjadi marah besar kepada anak-anak setelah perkelahian dan konflik yang berulang.

Antara 1,6 juta dan 2,8 juta anak-anak, mayoritas antara usia 12 dan 17 tahun, lari dari rumah setiap tahun.

Hampir setengah dari studi yang dilaporkan oleh National Runaway Safeline mengungkapkan bahwa penyebab remaja kabur adalah karena memiliki konflik dengan orangtuanya.

Orangtua yang dalam keadaan emosi biasanya menyuruh anaknya untuk meninggalkan rumah setelah konflik.

Karena rasa ego dan gengsi remaja masih besar, biasanya ia akan segera meninggalkan rumah setelah diminta.

3. Kecanduan narkoba dan alkohol

Sebagian remaja yang nekat kabur juga dilaporkan memiliki kecanduan narkoba atau alkohol.

Biasanya, anak-anak yang kecanduan alkohol atau narkoba memiliki sikap berusaha menjauh dari kehangatan keluarga.

Banyak remaja sengaja melarikan diri dari rumah agar bisa lebih bebas meneruskan kecanduannya.

The National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism melaporkan bahwa 18 juta orang Amerika memiliki gangguan alkohol atau secara teratur menyalahgunakan alkohol, dan banyak dari orang-orang ini tidak dapat mempertahankan pekerjaan karena alkoholisme mereka.

Lembaga tersebut juga mencatat bahwa minum berlebihan sering menyebabkan adu argumen dan konflik dengan anggota keluarga, sehingga keluarga menjadi tidak harmonis.

Baca Juga : Ketahuan Belanja Pakai Black Card, Ternyata Dompet Mungil Nagita Slavina Harganya Puluhan Juta!

4. Korban kekerasan

Remaja biasanya nekat melarikan diri ketika menghadapi pelecehan fisik, emosional atau seksual.

The National Runaway Safeline mencatat banyak remaja yang kabur dari rumah karena ia mendapat kekerasan dan mereka takut mendapatkan kekerasan atau pelecehan lagi dari keluarga apabila kembali ke rumah.

Anak-anak antara usia 12 dan 17 adalah yang paling mungkin dilecehkan secara seksual, dan para pelaku di hampir setengah kasus adalah keluarga atau anggota keluarga besar, menurut Departemen Kehakiman AS.

Pelecehan oleh anggota keluarga membuat aksi melarikan diri dari rumah tampaknya menjadi pilihan terbaik untuk remaja yang tidak dapat menemukan bantuan.

5. Melihat orangtua bertengkar

Rumah adalah tempat perlindungan dan cinta kasih bagi anak. Mereka perlu merasa dicintai, aman dan nyaman untuk dapat mengekspresikan diri sepenuhnya.

Jika anak melihat orangtua terus-menerus berkelahi dan bertengkar di hadapannya, itu menciptakan rasa panik dalam diri mereka.

Mereka merasa takut tetapi tidak berdaya. Perasaan rentan dan tidak aman ini dapat membentuk kepribadian seorang anak dan bertahan seumur hidup.

Anak kecil biasanya hanya bisa merasa sedih dan ketakutan ketika melihat orangtuanya bertengkar.

Namun, bagi remaja banyak yang memilih kabur dari rumah dengan harapan bisa menenangkan diri dan tak melihat pertengkaran orangtuanya lebih jauh.

6. Diabaikan keluarga

Keluarga merupakan tempat untuk berlindung dan merasa nyaman. Namun, terkadang kesibukan orangtua yang berlebihan membuatnya tidak sadar telah mengabaikan anak.

Anak-anak terutama remaja sangat membutuhkan perhatian orangtua.

Beberapa anak yang merasa diabaikan biasanya memilih kabur dari rumah semata-mata untuk mencari perhatian.

Bagaimana cara agar mencegah anak kabur dari rumah?

Bagi Moms yang memiliki anak di usia remaja, mungkin merasa khawatir, apa yang perlu dilakukan agar anak tak nekat kabur dari rumah?

Moms tidak perlu mengurungnya atau mengisolasi dari dunia luar.

Yang perlu Moms lakukan adalah membuat hubungan antara anak dan keluarga menjadi harmonis.

Baca Juga : #LovingNotLabelling, Enggan Memberikan Labeling, Ibu Muda Ini Ungkap Kisah Mengasuh Putranya yang Kinestetik

Problema hubungan orangtua dan anak adalah hal yang bisa terjadi karena beberapa faktor.

Maksud orangtua bisa saja mereka ingin membahagiakan anak, namun anak tidak berpikir demikian.

Begitu juga sebaliknya, anak ingin membuat orangtuanya bangga, tetapi salah diartikan oleh orangtua mereka.

Ada 5 kebiasaan yang bisa mengurangi kerekatan hubungan antara orangtua dan anak.

Jika Moms tak ingin anak menjadi jauh dari jangkauan, segera hindari kebiasaan berikut ini.

1. Menggunakan gadget di depan anak

Moms sering membawa gadget kemana saja, hal ini guna memudahkan aktivitas seperti mengecek surel, membuka media sosial, "hanya sekitar 1-2 menit saja," ujar Moms.

Namun, 1-2 menit ini mungkin dilakukan berkali-kali.

Hal ini bisa membuat anak beranggapan bahwa waktu yang dihabiskan bersama mereka tidak lebih penting dari kegiatan Moms saat mencari lelucon di Twitter, atau melihat aktivitas teman di Instagram.

Meskipun Moms sama sekali tidak merasa seperti itu.

Rebecca Ziff, psikoterapis mengatakan, "Orangtua yang menghabiskan banyak waktunya oleh gadget bisa membentuk karakter anak jadi seorang pencari perhatian (attention seeker) karena ia membutuhkan perhatian dari orangtuanya."

Moms perlu memerhatikan batas untuk bisa sesekali bermain gadget tanpa membuat anak merasa diabaikan.

Hindari menaruh gadget di kantong celana, karena Moms tidak sadar akan mengeluarkan benda tersebut dan mulai membuka media sosial kembali.

2. Mengabaikan diri sendiri

Sangat mudah untuk mengabaikan diri sendiri. Mungkin Moms berasumsi bahwa untuk menjadi orangtua yang baik, maka harus menempatkan posisi sebagai yang terakhir dan mengutamakan anak.

Apalagi bagi seorang stay-at-home Moms, yang perlu mengerjakan berbagai pekerjaan rumah tangga.

Tetapi, Ziff kembali menjelaskan, "Sangat sulit untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan orang lain bila kebutuhan sendiri tidak terpenuhi."

Energi Moms berkurang, lalu mulai merasa kesal karena terlalu lelah, frustrasi atau terlalu stres untuk menikmati waktu bersama anak.

Kenali kebutuhan Moms dan cara untuk menggapai kebutuhan tersebut.

Baca Juga : Jika Mempunyai Ciri-ciri Ini, Berarti Moms Kemungkinan Lebih Cerdas dari Orang Sekitar!

Jika terlalu rumit, hal-hal sederhana namun sangat mendesak seperti waktu tidur, membuat makanan padat nutrisi, atau saat menyendiri.

Saat Moms menyusun jadwal bagi diri sendiri, anggap sebagai sesuatu yang penting sebagai pertemuan saat bekerja.

Moms tidak mungkin membatalkan janji dengan atasan, jadi mengapa membatalkan janji dengan diri sendiri?

3. Mengganti kehadiran dengan hadiah

"Sering kali orangtua menghabiskan uang untuk membeli gadget dan hadiah, tetapi tidak dengan menghabiskan waktu bersama," kata Sean Grover, LCSW , seorang psikoterapis.

Dalam Journal of Consumer Research, diketahui bahwa anak yang dihadiahi materi dan menghukumnya dengan merenggut kembali hadiah tersebut mengakibatkan anak jadi materialistik ketika dewasa nanti.

Konsekuensinya seperti hutang kartu kredit, judi, hingga perilaku konsumtif dalam menghabiskan uang.

Ajari anak untuk saling berbagi, dan tak melulu menghadiahi barang bagi anak.

Habiskan waktu yang berkualitas bersama anak sebagai cara untuk mempererat hubungan Moms dan anak.

4. Membandingkan anak dengan zaman ketika masih muda

"Ketika orangtua membandingkan diri mereka saat masih muda dengan anak mereka, hal ini secara bertentangan merenggangkan hubungan antara orangtua dan anak," terang Laura Athey-Lloyd, Psy.D, seorang psikolog.

Sebagai contoh, bila anak diejek di sekolahnya, lalu Moms membandingkan saat masih muda dulu tidak pernah diejek oleh teman sebayanya.

Mungkin secara tidak sadar, Moms mengatakan ia terlalu sensitif dan lemah. Hal ini dapat berdampak Si Kecil merasa konyol, disalahpahami, dan menyendiri.

Baca Juga : Anak Gadis Mayangsari dan Bambang Trihatmodjo Dituding Merokok di Kedai Kopi, Begini Klarifikasinya!

Bersikap empati dan pahami emosi anak, tanpa menghakimi permasalahan apa yang sedang ia lalui agar ia juga merasa dihargai.

5. Menggunakan pertanyaan tertutup

Sebagai contoh, anak bercerita dirinya berkelahi dengan teman sebangkunya.

Dibanding Moms bertanya,"Apakah kau yang memulai pertengkaran? Sudah minta maaf atau belum?" lebih baik mengatakan, "Coba ceritakan apa yang terjadi".

Pertanyaan tertutup juga menutup kesempatan Moms untuk terhubung dengan anak, mempelajari emosi dan pandangan mereka sebagai seseorang yang mengalami konflik melalui apa yang ia ceritakan lebih jelas.

Hal terpenting, peduli dan empati dengan emosi anak merupakan kunci dari menjaga hubungan yang baik antara orangtua dan dunia mereka.