Peluang Kehamilan dengan Melipatgandakan Jumlah Embrio

By Dini Felicitas, Selasa, 29 November 2016 | 03:15 WIB
Peluang program bayi tabung semakin besar dengan teknik ini. (Dini Felicitas)

Tabloid-Nakita.com - Kaum perempuan yang sulit hamil sekarang punya peluang lebih besar untuk mendapatkan anak melalui program bayi tabung (in vitro fertilisation). Karena, sekarang ada terobosan baru yang diperkirakan bisa membuat jumlah embrio yang sudah ada menjadi dua kali lipat. Teknik ini dilakukan para peneliti untuk menghasilkan telur dari kantung kecil dari materi yang ditemukan pada indung telur.

Bagian dari tubuh ini disebut polar body, atau

Hal ini menunjukkan, perempuan yang jumlah sel telur hanya sedikit berpotensi menduplikasikan jumlah embrio yang diciptakan melalui program bayi tabung. Teknik ini akan sangat berarti bagi calon mama yang usianya lebih tua, karena jumlah sel telur mereka umumnya sudah berkurang seiring bertambahnya usia.

"Kita tahu bahwa kesuburan menurun seiring bertambahnya usia perempuan. (Penelitian) Ini berpotensi menjadi cara untuk melipatgandakan jumlah sel telur yang bisa kita dapat dari satu sesi in vitro fertilisation," jelas Dr Shoukhrat Mitalipov, Direktur OHSU Centre for Embryonic Cell and Gene Therapy yang juga penulis studi ini.

Teknologi ini merupakan variasi dari metode "tiga orangtua", yang sudah dinyatakan aman oleh para pakar Inggris awal tahun ini. Hanya saja, teknik ini menjadi kontroversial karena membutuhkan ibu kedua untuk mendonasikan sel telur, sehingga bayi yang lahir dari teknik ini akan membawa DNA dari tiga orangtua kandung.

Jika Mama masih ingat, September lalu sempat dilaporkan mengenai bayi pertama di dunia yang lahir dari tiga orangtua kandung. Seperti dilaporkan Kompas.com, bayi asal Jordania itu disebut memiliki tiga orangtua kandung karena DNA (materi genetik berwujud asam deoksi-ribonukleat) di selnya terdiri dari DNA ayah, DNA ibu, dan DNA ibu donor (penderma).

John Zhang dari New Hope Fertility Center di New York dan timnya melakukan teknik kontroversial ini dengan maksud mencegah kelahiran bayi dengan penyakit bawaan Leigh Syndrome. Anak penderita penyakit langka ini akan mengalami penurunan daya kemampuan gerak yang membuat sistem pernapasan gagal bekerja, serta masalah mental.

Leigh Syndrome sendiri dipicu oleh 75 mutasi genetik. Umumnya mutasi terjadi di inti sel. Namun, dalam satu dari lima kasus, mutasi terjadi di DNA mitokondria (bagian sel yang berfungsi menghasilkan energi). Mutasi DNA ini mengakibatkan ibu yang mengidapnya sulit memiliki anak.

Dr. Zhang kemudian memulai proses perbaikan sel telur. Setelah mengumpulkan sel telur sang ibu, inti sel telur tersebut dipindahkan ke sel telur baru dari donor. Inti sel telur donor sendiri dibuang dan dihancurkan. Dengan teknik itu, sel telur baru memiliki mitokondria yang sehat dari donor. Selanjutnya, sel telur inilah yang akan dibuahi oleh sperma sang ayah lewat fertilisasi in vitro.

Fertilisasi itu menghasilkan lima embrio, namun hanya satu yang berkembang normal. Embrio itulah yang kemudian ditanam ke rahim sang ibu.

Meskipun begitu, Profesor Dagan Wells dari NIHR Biomedical Research Centre, University of Oxford, mengkhawatirkan bahwa teknik ini tidak cukup bermanfaat bagi perempuan yang lebih tua untuk menghasilkan lebih banyak embrio seperti yang diharapkan peneliti. Sebab, banyak sel telur baru yang diproduksi melalui teknik ini tidak akan mampu membentuk embrio normal ketika dibuahi.

Jadi, sebelum metode ini bisa bermanfaat bagi kaum perempuan, penelitian dan eksperimen lebih lanjut masih perlu dilakukan.