8 LANGKAH AMAN UNGGAH FOTO/VIDEO ANAK DI MEDSOS
Tabloid-nakita.com - Ibarat hutan belantara, seperti itulah media sosial (medsos). Kita tidak tahu siapa saja yang ada di dalamnya. Berbagai karakter dan perilaku ada di bagian dari jagat maya ini. Ada yang baik, ada yang jahat. Karenanya, jangan sampai kita terlena, sehingga apa pun diunggah. Sampai-sampai data detail tentang anak ikut ditampilkan dan memicu orang melakukan kejahatan.
Agar kegiatan mengunggah foto/video relatif aman dan tidak merugikan anak, kenali aturan mainnya berikut ini.
1. JANGAN TERLALU SERING MENGUNGGAH
Memang, tak ada batasan baku untuk mengukur seberapa sering orangtua boleh mengunggah foto/video anak ke medsos. Yang terpenting, aktivitas ini jangan sampai mengganggu kebersamaan orangtua dan anak. Orangtua harus lebih fokus menikmati kebersamaannya dengan anak, entah menemaninya belajar, bermain, mengajarinya menyuap makanan sendiri, dan lainnya. Jangan malah jadi tidak fokus karena lebih sibuk memotret, mengunggah, lalu membalas komentar-komentar. Semua kegiatan ini pasti menghabiskan waktu dan perhatian. Jadi, atur-atur, deh, kapan waktu mengunggah yang tidak mengganggu kebersamaan kita dengan anak.
2. BATASI HANYA MOMEN SPESIAL
Hal ini demi menghindari kesan berlebihan yang biasanya kurang enak dilihat oleh teman-teman medsos. Kemungkinan mereka bosan karena terlalu sering melihat unggahan-unggahan kita. Bisa-bisa mereka memutuskan untuk “unfollow”. Lebih parah lagi, kita dihapus dari daftar kontak mereka lalu muncul perbincangan-perbincangan negatif tentang kita di tempat lain.
3. UNGGAH HAL POSITIF
Tak jarang, orangtua mengunggah foto/video yang kurang elok dilihat. Contoh, video anak bicara kasar, anak memukul hewan, atau anak mengamuk. Padahal, medsos harusnya digunakan untuk pencitraan positif anak, sehingga anak bisa termotivasi, merasa bangga, dan senang. Syukur-syukur bisa memotivasi banyak anak dan orangtua lainnya. Citra positif ini tidak akan merugikan (tidak seperti pencitraan tokoh publik) jika prosesnya tidak melibatkan pemaksaan terhadap anak dan ia dibiarkan tampil alami.
Jadi, unggahlah foto/video anak yang positif. Hal paling sederhana, semisal, saat si kecil bisa tengkurap sendiri atau duduk sendiri. Dengan begitu, siapa pun yang melihat foto/video positif tersebut, selain akan terhibur, juga termotivasi, atau bahkan bisa menjadi contoh konkret tutorial bagi orangtua lain.
4. TIDAK MENEKAN ANAK UNTUK TAMPIL SEMPURNA KALA DIABADIKAN
Ada, kan, orangtua yang selalu ingin anaknya tampil prima di medsos. Inilah yang disebut pemaksaan: saat memotret atau membuat videonya, anak selalu diarahkan untuk tampil sempurna mengikuti standar dewasa, tampak mandiri, berani, disiplin, tertib, kreatif, dan lainnya padahal kenyataannya mungkin tak begitu. Risikonya, di dunia nyata yang namanya anak-anak tidak mungkin selalu berperilaku sempurna sesuai harapan. Nah, kalau anak sampai dituntut berperilaku seperti citra sempurnanya di medsos, tentunya ia akan tertekan. Padahal alasan sebenarnya kita tak mau dibuat malu. Bagaimanapun, anak butuh kebebasan untuk melakukan hal-hal yang disukainya secara alami.
Baca juga: Sebelum Anak Jadi Seleb di Media Sosial, Baca Ini Dulu
5. HARGAI PRIVASI ANAK
Anak yang lebih besar biasanya sudah bisa paham bahwa foto/video yang dibuat orangtuanya akan diunggah ke medsos. Bila anak menolak difoto atau divideokan, kita sebaiknya tidak memaksakan kehendak sendiri. Semakin dipaksa, anak akan semakin menolak. Selain itu, setelah foto/videonya muncul sering kali anak tidak suka dan protes. Untuk itu, orangtua sebaiknya minta izin terlebih dahulu kepada anak sebelum mengunggah foto/video dirinya ke medsos. Hargai privasi anak.
6. SIAP MENTAL HADAPI KOMENTAR NEGATIF
Sambutan netizen terhadap apa yang kita unggah tentulah beragam, ada yang positif atau negatif. Kita harus siap mental menghadapinya. Jadi, ketika kita mengunggah, kita sudah tahu bakal ada yang suka, biasa saja, atau tidak suka. Jika muncul komentar positif, sambutlah dengan positif, ucapkan terima kasih, misalnya. Namun jika ada yang berkomentar negatif, bahkan sampai mem-bully, sebaiknya didiamkan saja, tak perlu dibalas. Jika tak kuat boleh dihapus. Balas mengejek akan direspons oleh ejekan lagi sehingga terjadi perselisihan, ditonton netizen lain, ujung-ujungnya berselisih di dunia nyata.
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Heni Wiradimaja |
KOMENTAR