Nakita.id - Ibu mungkin pernah mendengar bahwa menghindari kontak mata adalah tanda autisme pada bayi. Itu sebabnya banyak ibu baru berharap-harap cemas menunggu tatapan anak yang baru lahir.
Memang benar bahwa kurangnya perhatian terhadap mata dan informasi emosional dikaitkan dengan gangguan spektrum autisme (ASD), suatu kondisi yang mempengaruhi kemampuan sosial. Sekarang, sebuah studi baru yang diterbitkan dalam jurnal PNAS menemukan bahwa menyusui bisa bayi yang berisiko ASD untuk memahami dengan lebih baik isyarat-isyarat sosial dari mata.
Baca juga : Pemberian Vaksin Tidak Membuat Anak Autis
Sebagai bagian dari penelitian, para ilmuwan memperlihatkan kepada hampir 100 bayi berusia 7 bulan gambar-gambar mata bahagia dan mata marah untuk menguji kemampuan sosial dini pada bayi.
"Kemampuan untuk membedakan antara isyarat emosional pada usia dini sangat penting karena bayi mulai mengalami dunia," kata peneliti Kathleen Krol dari Max Planck Institute for Human Cognitive and Brain Sciences di Leipzig, Jerman kepada Fit Pregnancy. "Mata-mata yang bahagia adalah sinyal prososial, mereka mengundang kontak mata lebih lanjut, sedangkan mata marah adalah sinyal ancaman."
Studi ini menemukan bahwa semakin lama bayi mendapat ASI eksklusif, semakin besar kemungkinan mereka tertarik ke arah mata bahagia dan menghindari mata marah. Ini menunjukkan perkembangan sosial yang lebih baik.
Tapi ketika para peneliti mengurai informasi genetis bayi, mereka menemukan sesuatu yang menarik. "Kami menemukan bahwa menyusui secara eksklusif mempengaruhi preferensi emosional mata, tapi hanya pada bayi dengan risiko autisme,” kata Kathleen.
Mengapa menyusui memiliki efek ini? Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa variasi gen tertentu memiliki keterkaitan dengan autisme dan tingkat oksitosin yang lebih rendah saat menyusui dilakukan.
Baca juga : Mama dengan Pcos Beresiko Melahirkan Anak Autisme
Jadi, para peneliti percaya bahwa oksitosin dari proses menyusui dapat meningkatkan IQ emosional bayi yang membawa varian gen. "Beberapa penelitian dewasa telah menemukan bahwa pelepasan oksitosin meningkatkan (efek) isyarat sosial yang positif," ungkap Kathleen. "Kami menyimpulkan bahwa menyusui memiliki pengaruh yang sama pada bayi yang memproduksi hanya sedikit oksitosin mereka sendiri.”
Belum diketahui secara jelas bagaimana oksitosin diterima bayi selama proses menyusui - kajian ini mengemukakan bahwa hormon itu dilepas lewat ASI tapi bisa juga sebagai hasil kontak fisik yang sangat dekat yang terjadi ketika menyusui. Jadi ibu-ibu yang tidak menyusui bisa membantu melepas oksitosin lewat kontak kulit-ke-kulit.
"Penelitian terkait autisme dan level oksitosin yang rendah masih bercampur aduk dan belum jelas,” kata Kathleen. "Yang kita ketahui adalah level oksitosin tampaknya berkaitan dengan fungsi sosial. Level oksitosin yang rendah bisa dipandang sebagai faktor rentan untuk perkembangan autisme, tapi yang paling memungkinkan adalah tidak meletakkan hanya satu potongan dalam teka-teki ini.”
Baca juga : Kenali Tanda Awal Anak Autis
Meskipun kajian ini sepertinya bisa menjadi alasan bagi para ibu baru untuk menyusui, Kathleen belum bisa memastikan bahwa menyusui mengurangi risiko autisme. “Lebih banyak lagi penelitian yang dibutuhkan sebelum kita memastikannya,” kata Kathleen.
Lewat Ajang Bergengsi Pucuk Cool Jam 2024, Teh Pucuk Harum Antar Anak Indonesia 'Bawa Mimpi Sampai ke Pucuk'
Penulis | : | Avrizella Quenda |
Editor | : | Ida Rosdalina |
KOMENTAR