Nakita.id - Anak-anak dengan kebiasaan makan yang ekstrem bisa mendapatkan sejumlah keuntungan dari food therapy atau terapi makanan. Berkat terapi makanan, anak-anak tersebut menjadi lebih baik dalam menghadapi makanan.
Terapi makanan adalah adalah proses di mana terapis menasihati anak dan menuntunnya melalui langkah-langkah terapi dengan tujuan anak mencoba makanan sendiri tanpa dipaksa oleh orang tuanya.
Anak-anak yang memiliki pola pertumbuhan yang buruk akibat pilih-pilih makan atau anak-anak yang telah didiagnosis dengan Sensory Processing Disorder serius bisa mendapatkan keuntungan dari terapi makanan.
Baca juga : Atasi Anak Sulit Makan Karena Faktor Psikis
Terapi makanan - mirip dengan apa yang dicapai terapi okupasi atau terapi fisik - membantu anak-anak yang sulit makan karena masalah-masalah integrasi sensor, autisme, masalah-masalah perilaku dan kebutuhan lain yang tak terdiagnosis atau tak terpecahkan.
Mengatasi masalah makan anak sedari dini sangat bermanfaat bagi perasaan anak terhadap makanan di masa datang, perilaku dan pertumbuhan fisiknya. Dengan intervensi dini, Ibu bisa mencegah atau menghilangkan:
Baca juga : Mengapa Batita Suka Pilih-pilih Makanan
Siapa yang butuh terapi makanan?
Anak-anak yang butuh atau bisa mengambil manfaat dari terapi makanan biasanya memiliki satu atau lebih masalah perkembangan dan/atau cara makan berikut ini:
Baca juga : Anak Pilih-pilih Makanan Karena Meniru Orangtuanya
Menentukan kebutuhan untuk terapi makanan
Kebutuhan-kebutuhan terapi makanan secara khas ditentukan begitu seorang anak didiagnosis Sensory Processing Disorder. Jika anak itu memiliki kesulitan dengan tekstur, bau, suhu atau rasa — dalam kombinasi apa pun— masalah makanan mungkin tampak jelas atau malah memburuk ketika anak tersebut bertambah usia dan/atau terekspos dengan makanan-makanan baru. Kesulitan-kesulitan makan sering menjadi tanda pertama seorang anak menderita Sensory Processing Disorder karena proses makan perlu penggunaan banyak indra sekaligus.
Ibu mungkin menyadari nutrisi dan kebiasaan makan anak memprihatinkan. Ini bisa mendorong perlunya evaluasi lebih lanjut dalam terapi bicara dan bahasa dan/atau terapi okupasi untuk integrasi indra. Intervensi dini untuk terapi apa pun ideal, jadi jika Ibu cemas, bicaralah pada dokter anak. Jika kekhawatiran Ibu diabaikan, pergilah ke dokter lain untuk minta pendapat kedua.
Baca juga : Ini Bahaya Di Balik Anak Yang Senang Pilih Makanan
Ibu juga bisa tahu melalui proses bicara dan terapi bahasa atau terapi okupasi bahwa anak membutuhkan dukungan tambahan dalam bentuk food therapy. Untuk menentukan apakah anak membutuhkan terapi makanan, dokter atau terapis anak mungkin menyarankan beberapa hal berikut:
Terapi makanan di terapi okupasi
Kebanyakan terapi makanan terjadi selama terapi okupasi sebagai bagian dari proses terapi untuk Sensory Processing Disorder. Hal ini juga bisa dilakukan di sebuah pusat rehabilitasi, kantor ahli gizi, di rumah sakit atau kantor dokter.
Baca juga : Tak Baik, Memberi Imbalan Berupa Makanan untuk Anak
Melalui terapi okupasi, terapis anak Anda akan dapat menentukan indra pemicu dan mengumpulkan lebih banyak informasi dengan menanyakan kepada Ibu tentang makanan yang disuka dan yang tidak disuka anak. Terapis mungkin akan meminta Ibu untuk membawa satu atau dua jenis makanan yang akan dimakan anak, dan satu atau dua yang tidak dimakan dalam setiap sesi terapi.
Dari sana, terapis akan bekerja melalui langkah-langkah spesifik dengan anak, agar anak mencoba makanannya sendiri dan tanpa paksaan. Beberapa langkah dalam terapi makanan meliputi: Melihat makanan, mencium makanan, menyentuh makanan, menjilati makanan, mencicipi makanan, dan makan makanan. Jangan heran jika terapis mendorong anak untuk memuntahkan makanan atau membiarkan anak untuk mencuci tangan beberapa kali selama terapi makanan.
Dua Resep Spesial ala Anchor yang Wajib Dicoba, Meracik Keajaiban Momen Liburan Bersama Keluarga
Penulis | : | Avrizella Quenda |
Editor | : | Ida Rosdalina |
KOMENTAR