Nakita.id - Dalam kamus kedokteran, semua benjolan akan disebut sebagai tumor. Bahkan jerawat pun disebut tumor. Selama ini, istilah tumor sering kali dikaitkan dengan kanker. Jadi, ketika dokter mengatakan, bayi mengidap tumor, Ayah dan Ibu umumnya langsung panik. Seolah dunia akan runtuh karena berpikir buah hatinya menderita penyakit “gawat” . Respons yang wajar terjadi karena orangtua belum tahu apa makna tumor.
Perlu diketahui, tumor ada yang berbahaya, ada pula yang tidak. Bagaimana mengetahuinya? Pada prinsipnya, dikatakan bahaya atau tidak, lebih kepada apakah tumor itu mengancam jiwa atau tidak. Bila benjolannya ternyata kanker berarti bahaya. Di luar kanker umumnya karakter benjolan bersifat tak mematikan, dengan kata lain tak mengancam jiwa.
Lalu, bagaimana dengan benjolan yang disebabkan infeksi?
Bisa saja mengancam jiwa, misalnya bila terjadi infeksi otak. Sebagai awam, Ayah dan Ibu bisa dengan cepat mengenali benjolan yang membahayakan dan yang tidak. Bila benjolan itu membesar dalam waktu cepat (progresif), awalnya sebesar biji kacang hijau, lalu, 2—3 hari kemudian sebesar kacang merah, lalu 2—3 hari berikutnya sebesar bola pingpong dan seterusnya, biasanya termasuk karakter tumor ganas.
Akan tetapi, bila misalnya hari ini ketika diperiksa, benjolannya seukuran kacang hijau, kemudian dalam jangka waktu lama tetap berukuran sama atau pembesarannya sangat lambat, kemungkinan tidak ganas. Tentunya bila letak benjolan ini berada pada organ tubuh bagian luar, mudah terindentifikasi. Masalahnya, bila di dalam, umumnya yang bersangkutan baru tersadar jika ada pengaruh benjolan tersebut di organ sekitarnya. Misal, benjolan di kandung kemih sehingga menimbulkan susah buang air kecil.
Untuk memastikan jinak (benign) atau ganas (malignant), harus dibuktikan dengan cara biopsi. Yaitu pengambilan contoh jaringan pada benjolan untuk diperiksa di bawah mikroskop untuk diketahui apakah jinak atau ganas. Adapun penanganan yang diberikan bergantung pada tumor tersebut. Bila terjadi karena infeksi diberikan antibiotik. Bila kanker dilakukan kemoterapi dan metode pengobatan lain yang lebih kompleks.
Narasumber: Dr. Edi S. Tehuteru, SpA, MHA, IBCLC dari RS Kanker Dharmais, Jakarta
Penulis | : | Hilman Hilmansyah |
Editor | : | Dini Felicitas |
KOMENTAR