Nakita.Id - "Saya tidak pernah menduga jika kanker payudara telah menyerang. Di tengah padatnya aktivitas pekerjaan saya sebagai manajer di sebuah klub, ia muncul begitu saja tanpa saya sadari. Awalnya, saya pikir hanya flu biasa, masuk angin, atau kelelahan biasa. Ternyata keluhan yang terus berulang ini merupakan tanda bahwa daya tahan tubuh saya drop yang mungkin disebabkan sel kanker yang tumbuh di payudara kiri saya. Sampai suatu ketika, saya terpaksa dirawat di rumah sakit karena kondisi tubuh yang terus drop. Lewat pemeriksaan biasa, dokter tidak menemukan hal yang aneh sehingga ia meminta saya melakukan general check up.
Sambil dilakukan pemeriksaan, tim dokter bertanya kepada saya tentang tanda-tanda tak biasa yang pernah ditemui. Lalu saya ingat, saat haid, di kamar mandi, saya pernah memeriksa payudara saya. Saya angkat tangan lalu memeriksa payudara dan ternyata ada benjolan kecil di payudara kiri. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan, ternyata benar ada kanker yang tumbuh di payudara kiri. Ternyata, kanker tersebut sudah masuk stadium 3. Saya lumayan shock sebab selama ini tidak ada gejala-gejala khas yang saya rasakan. Tetapi dokter bilang belum terlambat, masih bisa dihilangkan lewat operasi.
Tak lama kemudian, di akhir tahun 2014, dokter bilang harus dilakukan biopsi untuk melihat tingkat keganasannya. Namun saya menolak, karena lebih baik langsung saja diangkat kankernya. Setelah diangkat, tim dokter mengevaluasi apakah perlu dilakukan pengangkatan payudara atau tidak. Alhamdulillah dokter bilang akarnya sudah ikut terangkat, sehingga tidak perlu mengangkat payudara. Setelah itu saya lanjutkan pengobatan kemoterapi untuk membasmi sel-sel kanker yang masih tersisa. Alhamdulillah, kondisi terus membaik sehingga saya kembali bekerja. Tentu tidak seperti sebelumnya, kondisi tubuh saya mulai mudah drop."
PINDAH KE SEBELAH KANAN
"Ternyata, operasi pengangkatan kanker dan kemoterapi tak membuat saya sembuh total. Saya sering drop, terutama kalau beban pikiran sangat berat. Puncaknya adalah beberapa bulan setelah operasi, saya mengalami koma hingga sebulan lebih di rumah sakit. Meski koma cukup lama, saya hanya merasa sedang tidur seharian. Seperti setengah sadar, saya dapat mendengar orang-orang berbicara di sekeliling saya tetapi tidak mampu bangun. Entah kekuatan dari mana, mungkin doa yang tak henti dari anak dan orangtua, saya akhirnya siuman. Dokter sempat kaget, mereka bilang bahwa ini adalah keajaiban.
Mungkin belum waktunya saya dipanggil Tuhan, karena saya masih sangat dibutuhkan oleh anak dan keluarga saya. Sejak 11 tahun lalu, saya menjadi single parent yang harus menghidupi tiga orang anak juga seorang ibu. Kalau saya meninggal, lalu mereka bagaimana? Mereka adalah semangat saya untuk terus bertahan hidup. Ketika berada di rumah dan melihat anak-anak, saya bertekad semakin kuat untuk tetap sehat. Saya pasti akan menangis jikalau harus pergi meninggalkan mereka.
Dalam menjalani pengobatan kanker, saya tak bisa lengah. Lengah sedikit, ia akan kembali tumbuh. Setelah payudara kiri selesai ditangani dan dianggap sembuh, ternyata sel kanker sudah pindah ke payudara kanan. Supaya tidak menyebar dan bertambah ganas, kanker baru ini harus dioperasi dan dikemoterapi. Operasi kedua pun dilakukan dan alhamdulillah berhasil. Namun, kejadian seperti sehabis operasi pertama berulang. Tak berapa lama, usai operasi saya kembali koma hingga sebulan lebih. Di dalam koma saya sempat bermimpi bertemu tiga adik dan nenek saya yang sudah meninggal. Di mimpi itu mereka datang satu per satu sambil tersenyum. Salah satu adik saya bilang, 'Ngapain di sini. Lo ga usah ikut gue, lo pulang aja sana!'
Mungkin, kalimat yang saya dengar di mimpi tersebut menginginkan saya kuat dan terus berjuang melawan kanker. Lagi-lagi, kekuatan itu datang dan saya kembali siuman seolah seperti baru bangun dari tidur."
PASRAH DAN IKHLAS
"Kata dokter, kanker payudara yang saya derita disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat. Memang sebagai manajer sebuah klub malam, hidup saya dekat sekali dengan makanan cepat saji, rokok, alkohol, juga pola tidur yang buruk. Setiap kali ada menu baru, saya selalu mencoba sehingga berat badan saya bengkak hingga 80 kg padahal tinggi hanya sekitar 160 cm. Selama 11 tahun saya bergulat dengan dunia malam, berpindah-pindah menjadi manajer dari satu klub ke klub lain. Ditambah lagi, sejak kecil saya tidak suka makan sayur, buah-buahan, juga air putih. Minum pun airnya harus yang berwarna, minuman bersoda atau sirup.
Setelah menjalani operasi yang kedua, saya memutuskan berhenti kerja agar fokus melakukan pengobatan. Selagi melakukan pengobatan medis dan kemoterapi, saya bertemu dengan seorang dokter yang ayahnya juga menderita kanker. Secara medis, dokter tersebut menyerah mengobatinya. Katanya sangat sulit. Lalu dia mencoba pengobatan alternatif herbal dari brand tertentu dan ternyata kondisi ayahnya membaik. Saya pun kemudian ikut pengobatan tersebut dan alhamdulillah kondisi semakin membaik. Stadium kanker turun dari 3 menjadi 2. Tetapi karena biayanya yang cukup mahal, saya tidak melanjutkan pengobatan tersebut.
Saat ini, saya melakukan pengobatan alternatif dengan kefir. Alhamdulillah, sudah satu tahun terakhir saya tidak dirawat di rumah sakit lagi. Mungkin, bukan hanya karen pengobatan ini tetapi juga karena saya sudah ikhlas. Saya menerima apa pun takdir Allah. Kalaupun ajal menjemput, saya berpikir bahwa kematian itu indah. Ketemu sama Allah, kok, takut? Harusnya saya bahagia. Saya juga melakukan taubatan nasuha, berzikir, menyerahkan semuanya kepada Allah. Semuanya membuat saya lebih tenang. Ketenangan ini, kata dokter, adalah obat mujarab dalam membantu mengatasi kanker. Sebaliknya, jika kita tidak ikhlas, setiap bagian dari sel tubuh akan memengaruhi otak yang akhirnya dapat membuat tubuh menjadi tidak sehat.
Ke depan, saya harus keep fight, terus berobat. Kalau nanti ada pengobatan lain yang halal, baik, dan terjangkau bisa saja saya melakukan pengobatan tersebut. Intinya, saya ingin lebih sehat, ingin melihat anak-anak menikah, membesarkan anak-anak mereka, juga membesarkan usaha. Semoga doa saya di-ijabah oleh Allah."
Penulis | : | Irfan Hasuki |
Editor | : | Heni Wiradimaja |
KOMENTAR