Mungkin kejadian ini paling sering terjadi ketika kakak-adik sedang bermain bersama atau anak sedang bermain bersama teman sebaya. Dari yang awalnya bermain bersama-sama kemudian marah dan saling rebutan mainan. Jangan heran jika reaksinya seperti amukan lengkap dengan kaki yang dihentakkan serta berteriak sangat keras karena emosinya sedang meledak-ledak.
(Baca juga : Kenapa Batita Sering Moody)
Yang kita lakukan ialah tetap tenang. "Jika Anda marah, kejadian itu bisa meningkat menjadi perebutan kekuasaan," kata penasihat Parents Michele Borba, Ed.D., dan juga penulis ‘The Big Book of Parenting Solutions’. Ibu cukup beritahu anak bahwa kita memahami perasaannya dengan mengatakan, "Sepertinya kamu sedang kesal."
Kemudian Ibu dapat menyarankan, tidak menginstruksikan, untuk mencoba menarik napas dalam-dalam. Bila waktunya tepat, tunjukkan pada anak cara yang bisa ia lakukan agar lebih tenang. Buat ruang di mana anak bisa menyalurkan emosinya, seperti bantal atau guling empuk yang besar. Atau Ibu bisa menyetel lagu bernada menenangkan. Dr. Michele mengatakan, "Jika kita mengajari anak bagaimana mengatasi emosinya sekarang, itu akan membantunya sepanjang sisa hidupnya."
Suasana Hati : Suka Menentang dan Keras Kepala
Misalkan saja, anak tidak mau mengikuti les tambahan sepulang sekolah karena bosan atau malas. Atau anak suka tidak mau melakukan hal yang orangtua minta di rumah. Seiring anak-anak menguji batas kemandirian mereka, mereka akan memiliki pandangan yang kuat dan benar, dan menentang kembali saat kita mengajukan permintaan.
(Baca juga : Ajarkan Konsep Waktu pada Anak dengan Rutinitas)
Jika anak mengatakan bahwa ada sesuatu yang dirasa "membosankan", kita jangan langsung emosi atau kesal, kata Janet Sasson Edgette, Psy.D., seorang psikolog dan penulis The Last Boys Picked. Katakan saja kepadanya, "Ibu minta maaf karena kamu merasa begitu," dan terus lakukan setiap saat anak bersikap menentang dan keras kepala.
Dengan membiasakan ini, maka ketika melakukan pekerjaan rumah tangga, pekerjaan rumah, dan permintaan lainnya, kita dapat menghindari pertengkaran dengan anak dengan menetapkan harapan dan konsekuensi di masa depan.
Penulis | : | Saeful Imam |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR