nakita.id.- Glukosa (kadar gula darah), merupakan sumber kalori utama selama kehidupan janin ada di rahim. Glukosa juga penting dalam proses persalinan dan hari-hari pertama pascalahir. Menurut dr. Akira Prayudijanto Sp.A. dari Kelompok Kerja Perinatologi, Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita, Jakarta, glukosa janin sekitar dua pertiga dari kadar gula darah ibu. Namun, pada saat persalinan, karena terputusnya hubungan plasenta dan janin, maka terhenti pula pemberian glukosa ibu ke bayinya. Bayi normal (tepat lahir/aterm) dapat mempertahankan kadar gula darah sekitar 50-60 mg/dl selama 72 jam pertama, sedangkan bayi berat lahir rendah (BBLR) dalam kadar 45 mg/dl. Bila kurang dari 45 mg/dl, maka bayi berada dalam kategori hipoglikemia neonatal atau hipoglikemia pada bayi baru lahir karena kondisi kadar gula darahnya di bawah normal.
Baca juga: Deteksi Dini Diabetes Melitus Pada Bayi
LIMA KELOMPOK BERISIKO
Memang benar, semua bayi baru lahir menjalani tes gula darah untuk memastikan kadar gula darahnya berada pada level normal. Tes gula darah cukup dilakukan sekali, tapi dokter akan memantau selama 72 jam ke depan. Apabila ada gejala-gejala terlihat bayi gemetar, nafasnya sesak, kejang, biru, atau seluruh badannya dingin, dokter kembali melakukan tes gula darah. Meskipun semua bayi baru lahir menjalani tes, sesungguhnya dokter akan menaruh perhatian ekstra pada lima kelompok besar bayi neonatal yang secara patofisiologik mempunyai risiko tinggi mengalami hipoglikemi. Kelompok bayi neonatal itu adalah;
a. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita diabetes melitus atau menderita diabetes selama kehamilan (diabetes gestasional) dan bayi yang menderita hiperinsulin. Ibu yang menderita DM, baik sebelum dan selama hamil, terjadi transfer glukosa secara berlebihan ke janinnya, sehingga respon insulins juga meningkat pada janin. Ketika lahir dan saluran plasenta terputus, transfer glukosa berhenti padahal respons insulin bayi masih tinggi sehingga si bayi mengalami hipoglikemia.
b. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BLBR) kebanyakan mengalami malnutrisi intrauterin selama dalam kandungan. Ini mengakibatkan cadangan glikogen hati dan lemak tubuh total, rendah. Begitu lahir, persediaan glikogen yang ada langsung terpakai, dan karena bayi kecil memiliki kecepatan metabolisme lebih besar sehingga memakai glukosa lebih banyak dibanding bayi yang berat lahirnya normal, mengakibatkan gula darah menurun cepat. BBLR yang termasuk rawan adalah bayi kecil menurut usia kehamilan, salah satu bayi kembar yang lebih kecil (berat badan berbeda 25% atau lebih, berat badan lahir kurang 2000 kg, bayi yang menderita polisitemia, bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita toksemia dan bayi dengan plasenta yang abnormal. Faktor-faktor lain yang juga berperan akan timbulnya hipoglikemia pada kelompok ini mencakup respons insulin yang tidak normal, gangguan glikoneogenesis, asam lemak bebas yang rendah, rasio berat otak/hati yang meningkat, kecepatan produksi kortisol yang rendah dan mungkin kadar insulin yang meningkat.
c. Bayi yang sangat kecil (immature), neonatus yang menderita sindrom gawat napas, asfiksia perinatal, polisitemia, hipotermia, infeksi sistemik, dan bayi yang mengalami kelainan jantung dapat menderita hipoglikemia karena meningkatnya kebutuhan metabolisme yang melebihi cadangan kalori.
d. Bayi yang lahir lebih bulan. Karena belum lahir juga, jalur plasenta ke bayi yang lebih bulan sudah berkurang fungsinya, asupan glukosa pun berkurang. Bayi pun menggunakan cadangan glikogennya, sehingga setelah lahir glikogen tinggal sedikit dan bayi mudah kena hipoglikemia.
e. Ibu yang saat hamil mengalami hipertensi dapat membuat bayi stres selama kehamilan atau persalinan. Akibatnya, ketika lahir, kecepatan metabolisme si bayi tinggi, sehingga memerlukan energi yang lebih besar dibanding bayi normal lainnya.
CARA MENGATASI KADAR GULA RENDAH
Menurut laporan WHO yang termuat dalam situsnya, frekuensi keseluruhan hipoglikemia di negera-negara berkembang adalah 2-3/1000 kelahiran hidup, dan angka terbanyak ada di kalangan bayi dengan berat badan lahir rendah. Kabar baiknya, hipoglikemia dapat ditangani asalkan dilakukan dengan cepat. Itu sebabnya, tes gula darah saat lahir dan pemantauan sesudahnya merupakan cara terbaik untuk menghilangkan dampak. Sebab, bayi yang mengalami hipoglikemia, bila tidak ditangani segera, bisa mengalami kerusakan sel otak secara permanen yang mengakibatkan kejang, dan berisiko kecacatan permanen sampai kematian.
Baca juga: Waspadai Tanda-Tanda Dan Gejala Diabetes Pada Bayi
Mencegah kadar gula darah rendah pada bayi baru lahir dapat dilakukan bila ibu dengan diabetes tipe I (bergantung pada insulin), dan terkena diabetes tipe II usia muda, serta mengalami diabetes selama kehamilan (gestasional) perlu melakukan kontrol yang baik terhadap diabetes selama kehamilan serta selama proses persalinan.
Pemantauan ketat sesaat setelah proses persalinan ini penting, mengingat saat persalinan kadar insulin yang tinggi pada bayi (sebagai akibat dari tereksposnya bayi dengan kadar gula tinggi selama kehamilan) tidak hanya menurunkan kadar gula darahnya, namun juga menghalangi tubuhnya membentuk keton, asam laktat dan asam lemak bebas (untuk apa semua ini/manfaatnya bagi bayi). Untuk itu bayi perlu dipantau dan mungkin memerlukan infus glukosa untuk mempertahankan kadar gula darahnya.
Lebih penting lagi, segera lakukan inisiasi menyusu dini (IMD). Pemberian ASI sejak dini dapat memenuhi kebutuhan nutrisi dan metabolik bayi baru lahir. Pun, kolostrum yang terdapat pada ASI di hari-hari awal sangat baik untuk mencegah dan mengatasi kadar gula darah rendah.
Selanjutnya, kontak kulit juga penting. Penelitian menunjukkan, bayi dalam dekapan kehangatan kulit Mama yang terjadi saat IMD dapat menjaga kadar gula darah, bahkan mempertinggi, daripada bila bayi dipisahkan dari ibunya. Bayi yang memiliki risiko hipoglikemia akan terus dipantau kadar gula darahnya sampai Mama boleh membawanya pulang. (*)
Melebarkan Sayap Hingga Mancanegara, Natasha Rizky Gelar Exhibition Perdana di Jepang
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR