Nakita.id - JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) adalah sebuah program prioritas dalam pembangunan negara. Program ini juga sudah dicakup dalam Undang Undang Dasar, hak layanan kesehatan (pasal 28 H ayat 1). Namun, dana untuk pembiayaan JKN dinilai masih jauh dari memadai.
Iuran sebesar Rp35.000/bulan/orang dirasa masih jauh di bawah kebutuhan, sehingga defisit JKN tidak dapat dihindari. Sementara, belanja kesehatan di Indonesia adalah salah satu yang terendah dibandingkan negara yang setara. Dipaparkan bahwa belanja kesehatan di Indonesia 2014 adalah Rp136.000/bulan/orang, berbeda jauh dengan yang sekarang.
Bila defisit JKN berlanjut, kualitas layanan kesehatan akan terperosok atau kurang dari standar kelayakan. Untuk itu, asupan JKN harus segera ditingkatkan dengan meningkatkan iuran dan memperluas sektor informal.
(Baca juga : Ingin Hamil, Setop Merokok)
Berbicara dalam media briefing yang diselenggarakan Center for Health Economics and Policy Studies, Universitas Indonesia, Jumat (16/06) di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta, Prof. Hasbullah Thabrany, seorang pakar ekonomi, menawarkan peningkatan kapasitas fiskal negara untuk belanja kesehatan sebagai solusi. Salah satunya dengan meningkatkan harga rokok yang diperkirakan berpotensi mendatangkan Rp 17,8 – 34,8 Triliun per tahun dengan kenaikan Rp50-100 per batangnya.
Menurut Hasbullah, peningkatan cukai rokok adalah sumber dana JKN yang belum juga dilirik oleh pemerintah. Filipina sudah melakukannya terlebih dulu dengan mereformasi cukai rokok dan earmarking untuk belanja kesehatan serta alokasi anggaran pemerintah pusat dan daerah. Dampak yang telah diperoleh, yakni adanya cakupan jaminan kesehatan mencapai 78 %.
(Baca juga : Suka Merokok di Dalam Rumah? Ini Bahayanya)
“Setiap tahun JKN memerlukan dana yang lebih besar dari yang dianggarkan, yang sebagian besar digunakan untuk penyakit jantung, stroke, kanker, dan penyakit tidak menular lainnya, di mana rokok adalah faktor risikonya. Jadi kenapa tidak meningkatkan harga rokok melalui instrumen cukainya?” tutur Hasbullah, dari Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan Universitas Indonesia.
Tentunya, dengan adanya peningkatan cukai rokok, para perokok aktif di usia produktif yang sudah berkeluarga akan mendapatkan dampak yang paling besar. Seorang kepala keluarga, misalnya harus menyisihkan pengeluaran rokok yang jauh lebih besar daripada sebelumnya, juga akan mengakibatkan pembengkakan biaya rumah tangga dari tahun ke tahun.
Bila solusi ini berhasil menghentikan sebagian kepala keluarga perokok aktif dalam mengonsumsi rokok, bukan hanya pengeluaran rumah tangga yang bisa dikendalikan dengan baik, tetapi tingkat risiko penyakit berbahaya tak menular seperti kanker juga bisa dihindari. Keluarga pun tak harus mengeluarkan biaya mahal untuk biaya pengobatan dan perawatan dari Rumah Sakit.
(Baca juga : Pria Perokok Kurang Jantan dan Sulit Punya Anak)
Pembicara lain, Dr. Jeremian Paul, ahli kebijakan fiskal yang pernah menjabat sebagai Deputi Menteri Keuangan Filipina mengatakan, “Di Filipina, peningkatan harga rokok melalui instrumen cukai terbukti merupakan formula win-win untuk penghasilan negara dan peningkatan kesehatan masyarakat. Tambahan USD 5,2 miliar (IDR 70,2 triliun) dicapai dalam 4 tahun setelah pemberlakuan Sintax dari produk rokok, memungkinkan pemerintah Filipina meningkatkan anggaran kesehatan tiga kali lipat dari tahun 2012 dan mensubsidi jaminan kesehatan untuk orang miskin.”
Melebarkan Sayap Hingga Mancanegara, Natasha Rizky Gelar Exhibition Perdana di Jepang
Penulis | : | Ida Rosdalina |
Editor | : | Ida Rosdalina |
KOMENTAR