Nakita.id - Saat ada anak yang masuk ke kelompok bermain (preschool), beberapa orang mungkin akan bertanya "Apa yang anak pelajari di sana?" dan biasanya akan dijawab dengan "Tidak banyak, mereka hanya bermain". Lalu apa istimewanya preschool jika anak hanya bermain di sana, bukan belajar?
Ada sebuah ungkapan yang bilang "Bermain adalah pekerjaan anak". Hal ini ternyata sangat tepat. Anak-anak belajar dengan berlari, membuat bangunan, membayangkan, mendaki, mendongeng, menjelajahi, berpura-pura, dan bernyanyi. Begitulah cara mereka membangun fondasi untuk keterampilan akademis yang sangat penting saat besar nanti.
Semakin banyak orang lupa kalau pembelajaran yang dilakukan anak tanpa tulisan -namun dengan bermain- itu sangat penting. Erika Christakis, seorang pendidik anak usia dini, dalam bukunya The Importance of Being Little: What Preschoolers Really Need From Grownups mengatakan, “Bermain adalah bangunan dasar kognisi manusia, kesehatan emosional, dan perilaku sosial. Bermain meningkatkan memori dan membantu anak-anak memelajari masalah matematika di kepala mereka, bagaimana menentukan giliran, mengatur impuls mereka, dan berbicara dengan kompleksitas yang lebih besar.”
Sebuah penelitian baru-baru ini yang dipublikasikan di The New York Times menyarankan bahwa pendekatan akademik yang lebih "ketat" terhadap pendidikan anak-anak di preschool mungkin lebih baik. Menurut para periset, saat ini TK sudah seperti kelas satu (atau bahkan kelas dua) SD bagi anak-anak.
Studi tersebut menemukan bahwa di akhir TK, anak-anak yang telah mengalami setidaknya satu tahun preschool yang berbasis akademik, mengungguli mereka yang menghadiri preschool berbasis bermain. Itulah mengapa peneliti menyarankan anak-anak yang mengikuti preschool diharapkan menghabiskan lebih banyak waktu belajar di belakang meja dibandingkan bermain.
Bagi Christakis penelitian ini tidak mengejutkan. Anak-anak yang sebelumnya pernah diajari membaca, menulis, dan berhitung tentu saja akan melakukannya lebih baik daripada anak-anak yang belum pernah terpapar keterampilan tersebut. Namun studi ini hanya memeriksa dampak jangka pendek dari hal tersebut, tanpa mengukur apakah keuntungan akan terus diperoleh anak hingga keluar TK.
Jangan Memaksa Anak
Penelitian lain justru menemukan bahwa anak yang terlalu cepat mendapat pelajaran akademik dari guru malah dapat membahayakan perkembangan jangka panjangnya. Menurut para peneliti, mengenalkan pengalaman belajar formal terlalu dini dapat merugikan perkembangan anak. Mendorong anak-anak terlalu cepat belajar mungkin akan menjadi bumerang ketika mereka masuk sekolah dasar, sebab saat itu mereka diminta untuk berpikir lebih mandiri serta mengambil tanggung jawab lebih besar saat harus belajar sendiri.
Studi lain di Tennessee juga menemukan bahwa anak-anak preschool lebih siap belajar saat di TK daripada teman sebayanya yang tidak menghadiri preschool. Namun, saat kelas dua SD, anak yang tidak masuk preschool justru memiliki kinerja lebih baik. Anak-anak yang menghadiri preschool berbasis akademik memiliki sikap negatif terhadap sekolah dan kebiasaan belajar yang lebih buruk. Mereka terlihat seperti sudah bosan belajar.
Meski saat ini dunia sudah sangat maju dan berjalan dengan cepat, tapi perkembangan anak tidak berjalan seperti itu. Menurut Amanda Morgan, pelatih dan kosultan masa kanak-kanak, orang dewasa tidak bisa terburu-buru menyuruh otak anak-anak untuk belajar lebih banyak, lebih cepat, atau belajar dengan gaya orang dewasa.
“Dasar-dasar pembelajaran dibangun melalui permainan dan pengalaman. Dan anak-anak jangan sampai melewati tahap itu. Kurikulum yang ‘memaksa’ tidak membantu anak-anak untuk maju, tapi hanya mengabaikan peran penting yang sangat mendasar,” kata Morgan.
Penulis | : | Dini Felicitas |
Editor | : | Dini Felicitas |
KOMENTAR