Nakita.id - Beberapa hari lalu, Indonesia dikejutkan oleh bencana tsunami yang melanda selat sunda.
Masalahnya, tsunami Selat Sunda yang mengempas wilayah Provinsi Banten dan Lampung Sabtu (22/12/2018) lalu sempat menimbulkan polemik.
Baca Juga : Suaminya Jadi Korban Tsunami Banten, Istri Herman Gitaris Seventeen Pernah Jadi Korban Tsunami Aceh
Awalnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut kejadian itu sebagai gelombang tinggi yang disebabkan adanya bulan purnama yang menimbulkan gaya gravitasi tertentu.
Namun, BMKG kemudian merevisi pernyataannya dan mengubah gelombang tinggi menjadi tsunami setelah melakukan serangkaian analisis.
Beda pernyataan ini terjadi karena fenomena yang cukup membingungkan, perpaduan antara gaya gravitasi bulan purnama dan erupsi Gunung Anak Krakatau di tengah Selat Sunda.
Padahal, menurut BMKG, Indonesia merupakan kawasan kepulauan yang memiliki potensi tsunami cukup tinggi, terutama bagi daerah-daerah yang menjadi titik pertemuan lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik.
Nah, jadi apa yang membedakan antara kedua jenis gelombang tersebut? Dalam konferensi pers tsunami Selat Sunda di Yogyakarta, Minggu (23/12/2018) kemarin, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyampaikan beberapa perbedaan mendasar antara gelombang tinggi dan gelombang tsunami.
Gelombang tinggi karena tiupan angin terjadi secara perlahan dan dengan tanda-tanda bisa diprediksi sebelumnya, misalnya perubahan ekstem sebelum kejadian.
Ini Caranya BMKG pun rutin mengeluarkan peringatan gelombang tinggi di berbagai daerah jika memang diprediksi akan terjadi.
Lihat postingan ini di Instagram
Namun tidak dengan tsunami yang kejadiannya tidak dapat diprediksi dan mendadak.
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Source | : | kompas |
Penulis | : | Saeful Imam |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR