Jessica mengambil handphone ayahnya. Ia main game sambil ayahnya bernyanyi twinkle-twinkle.
Setelah Pak Marpaung marah-marah, perawat mengatakan alat CVC ukuran 5 tidak ada. Yang ada hanya ukuran 4,5. Lagi dicari. " Mudah-mudahan sebentar lagi dapat pak", kata seorang perawat dengan raut muka dingin.
Keluarga Jessica kontan mulai emosi. Bagaimana mungkin rumah sakit sebesar Adam Malik ini tidak punya alat CVC? Lalu untuk apa dikatakan kritis harus dipasang CVC jika alatnya tidak ada ? Mengapa tidak dirujuk ke rumah sakit lain? Mengapa empat jam dibiarkan tanpa kepastian?
Sejuta tanya dan rasa kecewa amarah meledak. Pak Marpaung dan Kakek Jessica naik emosi. Mereka mendesak dan mengultimatum dokter dan perawat agar segera menangani cucunya.
Pukul 15.30 Wib, alat CVC ukuran 5 akhirnya tiba. Persiapan untuk dilakukan tindakan CVC segera dilakukan. Dokter Firdaus, Dokter Nina dan Dokter Sitanggang ikut. Beberapa perawat juga ada mendampingi.
Jessica tidak dipindahkan ke ruang ICU atau ruangan khusus. Jessica tetap baring di ranjang UGD. Gordyn ditutup. Keluarga diminta keluar menunggu. Para dokter dan perawat bersiap melakukan tindakan CVC. Sebelum keluarga meninggalkan Jessica, Jessica masih asyik main handphone ayahnya.
Dokter segera lakukan pemasangan CVC. 15 menit kemudian tindakan CVC selesai dilakukan. Dokter Sitanggang memanggil kedua orang tua Jessica. Waktu menunjukkan sekitar pukul 16.00 Wib.
"Pak Bu.. CVC sudah selesai kami lakukan. Jessica bisa opname di sini atau pindah rumah sakit", terang dokter Sitanggang.
Belum selesai dokter Sitanggang menjelaskan, dari ruang Jessica terdengar suara gemuruh kepanikan. Terdengar suara kencang perawat memanggil dokter. Ibu Jessica terperanjat. Mereka ikut masuk. Ada apa gerangan?
Tampak dua tiga orang perawat dan dokter Sitanggang berlari ke ruang Jessica. Beberapa orang perawat mencoba menekan dada Jessica untuk memberi CPR. Dua orang perawat membuka paksa mulut Jessica dengan alat. Mencoba memasukkan selang. Saking paniknya tiga buah gigi atas Jessica patah. Ibu Jessica menjerit. Lalu berlari keluar memanggil keluarganya yang lain.
"Saya melihat tiga gigi Jessica patah karena dipaksa buka" ujar Pak Marpaung dan Pak Tambunan kawan kakek Jessica yang ikut melihat kejadian.
Pukul 16.15 Wib, detak janjung Jessica berhenti. Di layar monitor tampak garis lurus berjalan. Jessica meninggal dunia.
Ibu Jessica meraung-raung menangis kesetanan. Ia menjerit histeris. Suaminya memukul-mukul tepi tempat tidur Jessica. Mereka menggoncang-goncangkan tubuh Jessica yang mulai mendingin kaku.
"Jessica.. Bangun kau nak.. Bangun kau nak. Jangan tinggalkan mamak nak... Bangun kau... Tuhan Yesus tolong anakku.. Tolong Tuhan.. ", jerit histeris Ibu Jessica seperti orang kesurupan.
Ibu Jessica melabrak dokter. "Kalian apakan anakku ini??? Katakan dimana rumah sakit yang terbaik.. Katakan.. Columbia atau Materna!!", teriak Ibu Jessica geram.
"Maaf ibu.. Anak ibu sudah meninggal.. ", ujar dokter Nina terbata.
"Tidak!! Tidakkkk.. Tidakkk!! Anakku belum mati. Papa.. Ayo kita bawa Jessica ke Columbia. Cepat pa! ", pinta Ibu Jessica pada suaminya.
Pak Jessica dan anggota keluarga lain tak kuasa menolak. "Anak kita sudah meninggal ma", isak Pak Jessica lirih sambil memeluk istrinya.
"Gendong pa.. Gendong pa", paksa Bu Jessica kepada suaminya.
Akhirnya Jessica digendong. Dibawa lari langsung ke RS Columbia Medan. Sekitar 15 km jaraknya dari RS Adam Malik. Mobil tancap gas melaju kencang membelah jalanan Medan yang macet.
Di dalam mobil, tidak henti-hentinya Bu Jessica komat kamit berdoa berharap muzizat. " Pa.. Beri nafas buatan Pa.. Ayo Pa.. Beri nafas buatan Pa" pinta Bu Jessica agar suaminya memberi nafas buatan.
Ayah Jessica mencoba memberi nafas buatan. Ia tahu itu sia-sia. Tapi tetap dilakukan agar istrinya tenang.
Mulutnya ditempelkan ke mulut Jessica sambil didekapnya erat bercucuran air mata. Sepanjang jalan hampir 1 jam perjalanan, tubuh kaku Jessica terus dibelai ibu Jessica sambil berseru Tuhan Yesus selamatkan anakku. Sementara suaminya terus memberi nafas buatan.
"Dokter tolong anak saya tolonnnggggg" jerit Ibu Jessica setibanya di depan ruang UGD RS Columbia.
Para perawat nampak sigap. Dengan cekatan membopong Jessica ke ruang UGD. Dokter jaga langsung memeriksa Jessica.
"Maaf bu.. Anak ibu sudah meninggal dari tadi bu. Tubuhnya sudah dingin dan kaku. Tidak ada lagi detak jantungnya", ujar dokter jaga RS Columbia geleng-geleng kepala.
"Tolong selamatkan anak saya dokter.. Tolonnng.. Tolonnng dokter", pinta Ibu Jessica sambil menyembah-nyembah dengan sepuluh jarinya. Ibu Jessica rebah di lantai. Ia terus mendesak agar dokter menyelamatkan anaknya. Dokter hanya menggeleng.
Jenazah Jessica akhirnya dikembalikan. Mulutnya ditempel lakban plastik oleh perawat RS Columbia karena gigi atasnya tiga buah patah saat dipaksa buka oleh tenaga medis RS Adam Malik.
Malam sekitar pukul 20.30 Wib, jenajah Jessica tiba di rumah kakeknya di Jalan Binjei. Esok sorenya langsung kebumikan di Pekuburan Sei Semayang Binjei.
"Darah terus mengucur deras dari hidung anakku waktu di baringkan di rumah duka. Terus ku lap hidungnya pakai tisu. Kenapa keluar darah segar dari hidung dan mulutnya?", ucap Ibu Jessica sesak menahan geram.
Ibu Jessica menunjukkan foto Jessica sesaat meninggal dunia. Di pundak kiri dekat leher tampak ada dua bekas lubang CVC menghitam. Sementara di lengan kanan kirinya tampak kulitnya menghitam.
Selepas wawancara, saya mengajak keluarga Jessica jiarah ke makam Jessica. Cukup jauh perjalanan siang itu. Berkisar 30 - 40 km jarak tempuh. Sabtu siang, 14 Oktober 2017 di depan makam anaknya Ibu Jessica menumpahkan kesedihannya.
"Jessica... Lihatlah sudah datang Tulang Birgaldo mau membantu kita nak.. Lihat Jessica anakku", ucap Ibu Jessica menangis keras sambil memeluk kayu salib kuburan anaknya.
Kedua orang tua Jessica sedih dan kecewa. Laporan tindak pidana dugaan malpraktik yang telah dilaporkan ke polisi pada 4 Oktober 2017 hingga saat ini belum diproses Polda Sumut. Sejak dilaporlan belum ada pemanggilan sama sekali.
"Mentang-mentang kami orang kecil ya tulang, tidak dianggap oleh mereka", lirih Ibu Jessica sambil merapikan rerumputan makam Jessica.
"Jessica... Maafkan mamak ya nak... Maafkan mamak nak... Mamak yang salah.. Mamak yang salah membawamu ke rumah sakit Adam Malik itu", lirih Bu Jessica sesunggukkan sambil menyesali dirinya yang salah membawa anaknya ke Adam Malik.
Saya mencoba menepuk pundak Bu Jessica.
Menenangkannya. Mencoba menguatkannya. Saya memberikan sapu tangan. Ibu Jessica terus menangis memeluk kuburan anaknya. Seakan tidak mau berpisah. Setiap minggu sudah tiga bulan Ibu Jessica selalu jiarah melihat kubur anaknya.
"Kuburan Jessica belum kami perbaiki karena menunggu tulang datang", ujar Bu Jessica terisak.
Ahh.. Betapa saya tidak mampu menahan kesedihan.
Air mataku tidak mampu ku tahan. Seorang ibu kehilangan anak yang paling dicintainya tanpa Ia tahu apa penyebab kematian anaknya.
Hasil laboratorium dari Adam Malik tertanggal print out 23 Agustus 2017 yang diminta keluarga malah tidak diberikan. Yang diberikan malah print out tertanggal 4 Oktober 2017. Aneh.
"Saya ingin keadilan untuk anak saya", lirih Bu Jessica setengah berbisik saat ku peluk pundaknya di depan kuburan anaknya.
Lamat-lamat telingaku seperti mendengar suara nyanyian lagu Hapogosanta dari Grup Musik Siantar Rap. Lagu Batak kesukaan Jessica yang selalu dinyanyikannya setiap saat. Lagu itu juga dinyanyikannya sepanjang jalan saat menuju RS Adam Malik.
"sai hu ingot do ho inang nang damang i
(selalu ku ingat engkau ayah dan bunda)
sai hu rimangi do amang di poda mi
(selalu ku renungkan semua petuahmu)
tangiangkon au inang, tangiangkon au amang
(doakan aku bunda, doakan aku ayah)
asa boi au pasonang rohami"
(agar aku bisa menyenangkan hatimu kelak)
Desir angin siang panas terik hari itu cukup kencang. Ilalang dan kebun tebu di hamparan pemakaman baru itu seakan ikut bersedih. Dedauanan Ikut bergoyang diterpa angin menyibak wajah saya yang berdiri dekat pohon tebu.
Saya mengucapkan selamat istirahat dengan tenang ya ananda Jessica, sementara Ibu Jessica masih enggan meninggalkan makam Jessica.
Keadilan memang terkadang sulit didapatkan, tapi kita tidak boleh berhenti memperjuangkannya.
Damailah dalam tidur panjangmu. Maafkan kami yang gagal menyelamatkanmu. Sepenuh jiwa akan kami perjuangkan keadilan untukmu.
Salam perjuangan penuh cinta
Birgaldo Sinaga"
Nah, postingan di facebook ini sudah mendapatkan ratusan ribu like, ribuan share, bahkan ribuan komentar.
Entah siapa yang bersalah dalam kasus ini.Sebab belum ada pengusutan lebih lanjut terkait kematian balita Jessica dari Medan ini.
Serunya Kegiatan Peluncuran SoKlin Liquid Nature French Lilac di Rumah Atsiri Indonesia
Penulis | : | Saeful Imam |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR