Nakita.id - Belajar dari kasus Audrey, seorang siswi SMP di Pontianak yang mendapatkan tindak perundungan/bullying dari 12 orang siswi SMA.
Hal ini mengundang banyak respon baik dari warga media sosial ataupun di dunia nyata.
Yang menjadi perhatian orang-orang adalah pelaku diduga melakukan tindak kekerasan fisik yang bisa dikategorikan dalam penganiayaan berat.
Baca Juga : Berikan yang Terbaik, Bahan Alami Harus Jadi Pilihan Utama Agar Bayi Terlindungi
Tentunya hal ini tidak hanya memberikan trauma secara fisik terhadap korban melainkan juga memunculkan trauma secara mental.
Kasus ini banyak dibicarakan oleh banyak orang terbukti dari petisi yang baru saja diluncurkan beberapa jam sudah ditandatangani oleh 2 juta orang.
Meskipun sudah terjadi beberapa kasus perundungan/bullying, semakin hari apa yang dilakukan oleh anak-anak remaja ini bisa tergolong sadis.
Sehingga pastinya memunculkan pertanyaan kok bisa ya anak-anak melakukan bullying hingga tindak kekerasan seperti ini?
Baca Juga : Jika Diet Moms Terasa Sia-Sia, Segera Kendalikan Biang Keladinya!
Seorang psikolog Patricia Yuannita, M.Psi yang biasa disapa Yuan menceritakan sedikit pandangannya mengenai kenapa anak-anak ini bisa melakukan hal itu.
Lingkungan pada masa sekarang memiliki takaran eksistensi itu seberapa tenar kita di dunia sosial,
sehingga banyak anak yang bangga memiliki akun Instagram, youtube dan lainnya.
Ruang digital seperti itu yang nantinya akan menjadi tempat anak-anak untuk bebas mengekspresikan diri.
Baca Juga : Kecanduan Nonton Video Porno, Bocah SD dan SMP Ini Hamili Siswa SMA
Perkembangan seperti ini yang menjadikan mereka merasa harus melakukan berbagai cara agar bisa bertahan di lingkungan.
Masa-masa ini disebut dengan masa transisi.
"Anak-anak ini sedang ada pada masa transisi mengenal dunia sosial. Pada kenyataannya mereka sedang mencari jati diri. Mempertanyakan siapa sih saya sebenarnya?" ujar Yuan kepada nakita.id saat ditemui di konferensi pers Ngobras: Ada Apa dengan Remaja Kita? (14/04/19).
Baca Juga : Penting Diingat, Jangan Lakukan Kesalahan Ini Saat Mudik Bersama Bayi Naik Pesawat
Saat sedang mencari jati diri, anak-anak umumnya sedang mencari tahu diri seperti apa yang mereka inginkan agar bisa diakui oleh orang lain.
Sebagai contohnya mereka merasa bisa menjadi populer ketika banyak orang yang mengakui keberadaan mereka dan ditakuti oleh lingkungan.
“Bullying sendiri kan memang perlakuan dimana orang yang melakukannya ingin menunjukkan kekuatan lebih dan ingin dikenal saya ini seperti ini di mata orang lain.”
“Mereka sedang menuntut identitas apa sih yang ingin saya tampilkan dan apa yang saya inginkan orang lain lihat dari saya." Ujar Yuan saat ditanyai mengenai perasaan mencari jati diri.
Baca Juga : Apakah Moms Sering Mengabaikan Kesehatan Kandung Kemih? Hati-hati Bisa Kena Gangguan Kesehatan!
Salah satu pola asuh yang paling baik untuk mendampingi anak-anak yang sedang mencari jati diri dan mengenal literasi media adalah otoritatif atau demokratis.
Pola asuh yang satu ini dianggap ampuh untuk mencegah mereka membagikan hal-hal negatif yang bersifat pribadi.
Komunikasi dua arah menjadi ciri khas pola asuh demokratis dimana anak diberikan kesempatan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
Baca Juga : Cuaca Panas Membuat Kulit Wajah Moms Bersisik? Atasi dengan Ini!
Mereka juga sudah bisa diajak untuk duduk dan berdiskusi mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di media sosial.
Pada masa ini juga peran orang tua besar untuk mengajarkan anak untuk bertanggungjawab atas apa yang diperbuat.
Interaksi yang seperti ini jauh lebih baik dibandingkan dengan langsung menghakimi anak dan memarahinya yang nantinya bisa menimbulkan masalah baru.
Terlalu banyak membela anak juga harus dihindari oleh orangtua, karena jika hal itu terus dilakukan anak tidak akan berkembang.
Baca Juga : Jangan Abaikan Beberapa Hal ini Jika Anak Tidak Ingin Depresi Moms!
Secara tidak langsung orangtua menghambat fungsi otak anak untuk mengambil keputusan dan menyelesaikan permasalahan.
Pada pola asuh ini juga Moms dituntut untuk mengajarkan anak bagaimana cara bersosialisasi yang baik.
Seperti apa cara memperlakukan orang lain, hal apa saja yang perlu diperhatikan ketika sedang berada pada lingkungan agar tidak memicu pertengkaran.
Baca Juga : Sebelum Terlambat Moms Perlu Melatih Keterampilan Tangan Bayi, Ini Sebabnya
Moms juga harus tahu bagaimana pentingnya menanamkan nilai-nilai positif kepada anak, karena ini akan memengaruhi mereka di dunia luar.
“Jangan tanamakan kebencian bahkan praktek kekerasan kepada anak, kalau anak yang hidup dalam kondisi kekerasan dalam keluarganya tinggi mereka cenderung akan merasa biasa untuk melakukan kekerasan juga kepada orang lain” ujar Daisy Indira Yasmine, M.Si dosen sosiologi Universitas Indonesia.
Moms ternyata penting untuk memerhatikan anak dalam media sosial, mengapa?
Baca Juga : Ingin Mudik Bersama Bayi Terasa Nyaman? Barang-Barang Ini Jangan Sampai Terlupakan, Moms!
Karena tekanan untuk menjadi populer bisa memicu tindakan negatif kepada anak.
Satu tips disampaikan oleh Acep Syaripudin dari ICT Watch sebuah lembaga masyarakat yang menjunjung tinggi internet sehat.
Baca Juga : Jangan Marah Dulu! Si Kecil Pilih-pilih Makanan Karena Meniru Orangtuanya
“Ketika membiarkan anak bermain media sosial, orang tua harus menjadi teman mereka juga di media sosial agar tetap ada kontrol dan pengawasan dari orang tua. Jika tidak bisa berteman dengan mereka ya larang untuk menggunakan media sosial.”
Jadi apakah Moms sudah yakin bahwa anak memiliki kemampuan literasi media yang baik? Jangan lupa untuk mengecek ya Moms!
Penulis | : | Rachel Anastasia Agustina |
Editor | : | David Togatorop |
KOMENTAR