Tabloid-Nakita.com. Orangtua perlu merefleksikan kembali pola asuh, apakah kita sudah membuat anak mandiri, atau malah membuatnya jadi anak manja. Mengajarkan anak untuk mandiri pun sebetulnya bisa dimulai dari bayi, seperti membolehkan anak makan sendiri (walau pasti berantakan). Namun, di usia prasekolah, saat anak menyadari bahwa dirinya adalah seorang individu yang bisa melakukan berbagai hal, ia akan semakin sering berkata, “Mama, aku bisa sendiri!” Nah, tugas kita adalah memberinya kesempatan anak melakukannya sendiri.
Dengan begitu, kata Anindita Subawa S.Psi., anak akan belajar mengenali sejauh mana ia bisa mencoba, sekaligus tahu batasan kemampuannya saat ini. Ketika ia kesulitan, daripada berkata, “Tuh kan nggak bisa, sini Mama aja!” lebih baik berucap, “Susah ya, Kak, lepasin talinya, boleh Mama bantu?” Jadi, anak merasa usahanya tetap dihargai dan terdorong untuk mencoba lagi lain waktu, bukan malah jadi takut salah dan enggan mencoba. Memberikan anak kesempatan juga membuat anak belajar membuat keputusan sendiri, sekaligus keyakinan bahwa ia bisa mengandalkan dirinya sendiri kapan pun di mana pun.
AJARKAN MENERIMA KONSEKUENSI
Selain itu Orangtua, membuat anak senang tak melulu harus dengan materi. Menghabiskan waktu bersama untuk bermain robot-robotan atau masak-masakan lebih berkesan bagi anak daripada sekedar menghadiahkan barang. Hati-hati dengan ‘kebiasaan’ mengajak anak ke mal atau membeli sesuatu untuk meredakan kekesalan anak. Si prasekolah bisa membaca pola perilaku kita, lo. Jika ia kesal karena tak mendapatkan apa yang diinginkan, biarkan ia ‘menerima’ kekesalan itu sebagai bagian dari perasaannya. Kita tak harus langsung memberinya apa yang ia mau. Perasaan kesal itu tak bisa disembuhkan dengan iming-iming ke mal tetapi harus dikenali mengapa ia kesal dan bantu ia mengatasinya dengan mengalihkan ke kegiatan favoritnya.
Ajarkan anak untuk menerima konsekuensi dari apa yang ia lakukan. Anak prasekolah umumnya sudah memahami hubungan sebab-akibat, dan bisa mencerna penjelasan logis dari setiap perilaku yang ia lakukan. Contoh, ketika anak menumpahkan air minumnya di meja, kita jangan buru-buru mengambil lap dan membereskannya, apalagi sambil ngomel-ngomel. Katakan saja, “Yah, Kakak numpahin air ya. Ayo ambil lap dan kita bereskan sama-sama,” sambil membiarkan anak yang mengambil lap dan membereskan sebisanya. Jadi, anak belajar bahwa sekalipun ia berbuat salah, ada konsekuensi logis yang harus ia terima dan kerjakan sendiri. Kabar baiknya, melatih anak untuk beberapa pekerjaan rumah tangga akan sangat meringankan tugas kita juga, lo. Nggak apa-apa berantakan di awal, lambat laun anak mulai mampu sendiri menentukan standarnya, sebersih dan sebaik apa yang ia bisa.
Masih terkait hal di atas, berikan anak ruang untuk melakukan kesalahan di rumah. Rumah adalah lingkungan yang relatif terkontrol oleh kita, tetapi bukan berarti kita membiarkan anak terpapar bahaya di rumah. Contoh, berjalan di lantai yang baru dipel. Ingatkan anak untuk selalu berhati-hati jika lantai rumah baru dipel. Namun, ketika ia terjatuh akibat lantai licin, jangan salahkan anak, apalagi menyalahkan lantainya. Dari pengalaman nggak enak itu, anak belajar konsekuensi dari berlari di lantai licin adalah jatuh, dan jatuh itu sakit. Selanjutnya, anak akan ekstra hati-hati saat ia berjalan di lantai yang baru dipel, atau malah menunggu lantai kering dulu baru lewat.
Kemudian, jangan mudah merasa bersalah pada cara kita mengasuh dan mendidik anak. Saat anak menangis karena kita berkata ‘tidak’ pada keinginannya, bukan berarti kita orangtua yang buruk. Kita sedang mendidiknya agar siap menghadapi dunia nyata yang lebih keras daripada di rumah. Mendapatkan sesuatu yang diinginkan tak bisa terwujud lewat menangis guling-guling, merengek, atau marah-marah. Konsistenlah dengan apa yang kita katakan, dan bersepakat dengan pasangan untuk tetap kompak.
Terakhir, jadilah role model yang terbaik bagi anak. Seiring anak tumbuh besar, kita mungkin bukan satu-satunya panutan yang ia lihat. Ada banyak orang lain yang akan hadir dan menjadi idolanya. Namun, orangtua bisa melakukan satu hal, yaitu menjadi panutan terbaik yang ia miliki. Jadi, mari setop memanjakan anak!
(Santi Hartono/Foto: thinkstock)
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Penulis | : | Santi Hartono |
Editor | : | Santi Hartono |
KOMENTAR