Akibatnya, bayi bisa kekurangan pasokan nutrisi (dan juga oksigen) sehingga berat badannya menyusut, gerakannya berkurang, kesejahteraan bayi berkurang.
“Risiko terburuk dari kondisi ini, setelah lahir, bayi akan mengalami masalah gizi, sehingga perlu dilakukan pemantauan secara berkala,” jelas dr. Merry, SpOG dari Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan.
Risiko lainnya adalah air ketuban keburu habis atau bisa juga cairan ketuban menjadi hijau sehingga berbahaya bagi janin, karena bisa menimbulkan keracunan.
Inilah yang bisa meningkatkan risiko bayi meninggal di dalam kandungan.
Tak hanya itu, bayi yang lahir lewat waktu juga meningkatkan kemungkinan menelan dan menghirup mekonium (tinja pertama), yang dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi paru-parunya dan mengalami gejala kesulitan bernapas setelah lahir.
Dampak lainnya, bila bayi lahir lebih dari 42 minggu, maka lapisan lemak yang melindungi kulitnya akan hilang, sehingga kulit bayi jadi mengering, pecah-pecah dan mengerut, serta mengelupas.
Selain pada bayi, Moms juga akan mengalami risiko terinfeksi parah saat melahirkan, terutama bila ketubannya menjadi hijau.
Mengingat risikonya yang tidak ringan, maka ketika usia kehamilan sudah mencapai 41—42 minggu, tapi belum ada tanda-tanda melahirkan atau tak juga terjadi persalinan spontan, umumnya dokter akan “memaksa” Moms untuk segera melahirkan.
Untuk itu, akan dilakukan induksi persalinan, yakni upaya menstimulasi terjadinya proses persalinan.
Cara ini merupakan upaya medis untuk memulai proses kelahiran bayi secara normal.
Serunya Van Houten Baking Competition 2024, dari Online Challange Jadi Final Offline
Source | : | Nakita.id |
Penulis | : | Poetri Hanzani |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR