Nakita.id - Indonesia masih harus berjibaku memerangi wabah virus corona.
Bagiamana tidak? Virus corona masih menjadi musuh terbesar umat manusia.
Kehadiran virus corona ini bisa sekejap merubah kehidupan dan kebiasaan umat manusia.
Baik pemerintah, tenaga medis, dan masyarakat Indonesia tengah kompak memerangi wabah ini.
Namun, siapa sangka di balik upaya memerangi wabah virus corona Indonesia justru harus menghadapi masalah lain.
Belum lama ini masyarakat di kota Bali dan Lombok justru harus dibuat ketar-ketir karena fenomena alam yang terjadi.
Fenomena alam tersebut yakni terjadinya gelombang tinggi air laut di pesisir selatan pantai Bali dan Lombok.
Puncak gelombang tinggi ini terjadi pada Kamis (28/05/2020) kemarin.
Gelombang tinggi ini disebabkan karena dua fenomena alam yang berbeda namun, terjadi secara bersamaan.
Dimana adanya angin kencang akibat topan amphan di Samudera Hindia menyebabkan gelombang tinggi.
Secara bersamaan juga air laut di pesisir selatan pantai Bali dan Lombok sedang mengalami pasang surut yang tinggi.
Penyebab air laut di pantai Bali dan Lombok bisa tinggi dipengaruhi adanya fenomena bulan purnama.
Kedua fenomena alam tersebut menyebabkan air yang terhempas kedarat lebih banyak dari biasanya.
Fenomena gelombang tinggi ini cukup membuat masyarakat panik dan khawatir.
Akan tetapi menurut ahli kejadian ini merupakan hal yang sangat amat wajar terjadi.
"Pada kondisi air sedang naik-naiknya, di sini ada hempasan topan dan adanya ombak yang menuju ke darat sehingga akan lebih menaikan lagi air ditambah dengan hembusan dan kita lihat dipantai hempasan air yang menurut masyarakat mengerikan tapi sebenarnya itu hal normal yang biasa saja," ujar Laksana Muda Kepala Pusat Hiderologi dan Oceanografi melansir dari kanal Youtube KompasTv.
Maka dari itu masyarakat Bali dan Lombok diharapkan bisa lebih tenang dan tidak panik dengan fenomena alam tersebut.
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Source | : | YouTube |
Penulis | : | Shinta Dwi Ayu |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR