Tabloid-Nakita.com - Banyak orangtua yang khawatir ketika anaknya belum bisa bicara. Sebenarnya Mama tak perlu langsung cemas, karena bagaimana pun ada rentang usia di mana kemampuan bicara anak berkembang. Misalnya, pada usia 18-24 bulan ia sudah bisa mengucapkan dua kata. Atau di usia 2-3 tahun ia sudah bisa mengucapkan kalimat tanya.
Tetapi, memang anak yang terlambat bicara membutuhkan perhatian khusus. Kalau dipikir-pikir, kenapa anak sedikit-sedikit menangis dan suka mengamuk, salah satunya karena ia belum pandai bicara. Ditambah lagi, emosi anak batita naik turun dengan cepat bagaikan roller coaster. Menit ini mungkin ia tertawa tergelak-gelak, eh tahu-tahu di menit berikut tangisnya sudah membahana ke mana-mana.
Itulah tanda-tanda bahwa anak batita belum bisa mengelola emosi. Apalagi kalau anak terlambat bicara. Sama seperti kita, kalau tak bisa menyampaikan keinginan atau perasaan ke orang terdekat, pasti bawaannya nelangsa. Nah, kali ini yang mengalaminya adalah anak kita.
Akhirnya, karena belum mahir bicara, anak menangis. Sejak lahir dia memang sudah piawai melakukannya, bukan? Tapi apa yang terjadi? Kita menganggapnya rewel. Komunikasi yang enggak nyambung macam begini sudah pasti membuat kedua belah pihak sama-sama kesal, bahkan stres. Puncaknya, si kecil murka. Mama Papa pun kewalahan.
Keterlambatan bicara pada anak dipicu oleh beberapa penyebab, yang bisa dibedakan sebagai faktor bawaan (nature), pola asuh (nurture), atau kombinasi keduanya. Faktor bawaan biasanya muncul melalui hambatan fisik, terutama pada organ-organ bicara dan pendengaran seperti rongga mulut, pita suara, dan telinga. Fungsi otak yang berbeda pun dapat menyebabkan keterlambatan bicara. Contohnya, anak-anak yang tergolong berkebutuhan khusus, seperti anak autisme.
Di luar faktor bawaan, ada keterlambatan bicara yang diakibatkan oleh pola asuh kurang tepat. Para ahli banyak menemukan kasus seperti ini pada anak usia dini yang sehari-hari dibiarkan menonton televisi atau main gadget sendirian. Aktivitas satu arah ini besar peranannya dalam membuat anak bungkam. Memorinya mungkin terisi oleh ratusan bahkan ribuan kata-kata, tetapi karena stimulasi ini tak memancingnya untuk berinteraksi dan bercakap-cakap, kemampuan bicaranya jadi tumpul.
Itu satu. Yang kedua, kesulitan bicara pada anak bisa terjadi kalau orang terdekatnya berbicara kelewat cepat, dan satu lagi yang mengejutkan, yaitu “terlalu tanggap”. Misalnya anak baru mengangkat tangan dan akan bilang mau minum, kita sudah buru-buru menyediakannya. Dengan kata lain, ia tidak pernah diberi kesempatan untuk berbicara sendiri dan menyampaikan sesuatu.
Narasumber: Ratih Pramanik, Psikolog keluarga dan konselor di Personal Growth Counseling and Development Center, Jakarta
(Utami Sri Rahayu)
KOMENTAR