Tabloid-Nakita.com - Kita sering melihat anak memukuli ibunya sebagai ekspresi rasa kesalnya. Ibunya pun ketika disakiti justru diam saja. Padahal jika perilaku anak memukul ibu dibiarkan, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang kasar, suka mem-bully, bahkan menjadi anak yang tidak bisa diatur.
Menurut Endang Fourianalistyawati, MPsi, dosen dan psikolog dari Fakultas Psikologi Universitas YARSI Jakarta, orangtua sering kali tidak menyadari bahwa mereka sendirilah yang mencontohkan perilaku semena-mena tersebut karena tidak menyadari bahwa perilaku tersebut bisa menimbulkan masalah. Endang menekankan perlunya melakukan intervensi agar perilaku semena-mena tidak berlanjut. Mulai sekarang, orangtua perlu mengajarkan anak sopan santun agar dapat mengekspresikan emosinya dengan tepat melalui perilaku yang benar.
“Semakin anak bertambah besar, diharapkan pengaturan perilakunya juga menjadi semakin baik sehingga anak mampu mengekspresikan perilakunya secara pantas, sesuai dengan norma sosial yang ada,” ujar Endang.
Norma sosial dalam hal ini adalah sopan santun yang umum berlaku dalam masyarakat kita. Misalnya, saat anak marah dan memukuli Mama atau Papa di depan umum, maka untuk memberi tahu bahwa perilaku tersebut tidak tepat, orangtua tidak boleh melakukannya dengan memarahi anak. Sering kali karena terbawa emosi akibat perilaku anak, orangtua pun “gantian” memarahi anak di depan umum.
Seharusnya Mama Papa menangani perilaku anak dengan penuh kasih sayang dan sopan-santun. Misalnya dengan cara menjaga suara agar tidak naik, tetap mengatur napas dengan baik, memosisikan diri sejajar dengan anak, dan bahkan merangkul dan memeluk anak. Dengan anak merasa yakin bahwa dirinya memang disayang dan orangtua menginginkan yang terbaik untuknya.
Kompak dengan lingkungan
Selain mengajarkan anak sopan santun dengan penuh kasih sayang, konsistensi orangtua dan lingkungan sekitar anak sangat diharapkan untuk mengajari anak perilaku positif. Mama dan Papa juga dapat menerapkan pemberian reward—sesuatu yang menyenangkan—jika anak berhasil melakukan atau mempertahankan perilaku sopan.
“Berikan pujian, pelukan, dan ciuman saat anak melakukan berbagai perilaku sopan,” ujar Endang, “karena hal ini dapat membantu anak memperkuat perilaku positif.”
Orangtua memang tidak dapat melakukan semua itu sendiri saja. Dibutuhkan kerja sama dengan orang lain di lingkungan rumah dalam penerapan aturan dan perilaku sopan-santun. Hal ini terutama berlaku ketika Mama dan Papa menitipkan si kecil kepada pengasuh atau anggota keluarga lainnya selama bekerja. Jangan sampai antara Mama-Papa dan pengasuh yang diserahi tanggung jawab memiliki perbedaan pandangan dalam mengajarkan anak sopan santun saat mengekspresikan emosi kepada anak. Anggota keluarga lainnya pun perlu secara konsisten menerapkan hal yang sama.
Cara lain untuk mengajarkan anak sopan santun adalah melalui bermain peran. Sambil bermain, anak akan lebih mudah mengingat dan menerapkan ajaran sopan santun dalam kehidupan sehari-hari. Dongeng atau cerita juga bisa menjadi alat untuk mengajarkan anak sopan santun. Misalnya, pilih cerita mengenai tokoh yang baik hati, berperilaku sopan, dan disukai teman-temannya.
Membacakan cerita menjelang tidur ditengarai membawa hasil yang lebih baik karena pesannya dapat meresap ke alam bawah sadar si kecil dan tersimpan di memorinya dengan sangat baik. Setelah itu, pembelajaran dapat diperkuat dengan mengulangnya di berbagai kegiatan.
Sering kali mengajarkan anak sopan santun tak cukup satu-dua kali, sehingga orangtua dan lingkungan dituntut untuk konsisten menjadi role model. Selalu ingatkan dan beri anak contoh langsung untuk menanamkan perilaku baik tersebut. Menurut Endang, sekali saja orangtua permisif dengan sikap anak yang tidak baik, proses belajar anak juga akan mengendur dan anak menjadi semakin tidak konsisten untuk bersikap sopan.
Jadi, agar anak tidak berperilaku semena-mena, orangtua harus mengambil peran penting dalam membantu anak meregulasi dan mengatur perilakunya. Jika kesulitan mengajarkan sopan santun pada anak, cobalah berkaca dengan perilaku Mama dan Papa sendiri. Mungkin kita juga perlu memperbaiki diri.
Narasumber: Endang Fourianalistyawati, MPsi, Dosen dan Psikolog dari Fakultas Psikologi Universitas YARSI, Jakarta
(Amanda Setiorini)
Social Bella 2024, Dorong Inovasi dan Transformasi Strategis Industri Kecantikan Indonesia
KOMENTAR