Nakita.id - Menjelang akhir tahun, liburan menjadi topik yang hangat untuk diperbincangkan.
Topik liburan ini tidak lepas dari aturan baru pemerintah yang mewajibkan persyaratan rapid test antigen bagi mereka yang keluar-masuk wilayah DKI Jakarta dan Bali.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan, aturan ini diberlakukan guna mengantisipasi lonjakan kasus saat libur Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2021.
Di Bali, mereka yang melakukan perjalanan dengan kendaraan pribadi, wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif uji rapid test antigen paling lama 2x24 jam sebelum keberangkatan.
Keterangan ini berdasarkan Surat Edaran Nomor 2021 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kegiatan Masyarakat selama Libur Hari Raya Natal dan Menyambut Tahun Baru 2021 dalam Tatanan Kehidupan Era Baru di Provinsi Bali.
Namun yang sering menjadi pertanyaan, apakah rapid test antigen sama dengan swab antigen?
Menurut dokter umum sekaligus kandidat PhD di Medical Science di Kobe University, Adam Prabata, swab antigen dengan rapid antigen memiliki arti yang sama.
Karena menjadi istilah yang belum dikenal banyak orang, Adam menjelaskan, rapid test antigen merupakan salah satu pengujian virus corona dengan mendeteksi protein virus (antigen).
Berbeda dengan rapid test antibodi, cara pemeriksaan rapid test antigen ini menggunakan swab nasofaring atau orofaring, mirip seperti PCR. Tujuannya untuk mendapatkan virus pada sampel lendir yang diambil dari dalam hidung ataupun tenggorokan.
"Rapid antigen ini cara kerja awalnya mendeteksi protein virus (antigen) dalam jumlah cukup banyak, kemudian antibodi di alat rapid test. Selanjutnya menghasilkan sinyal positif rapid test antigen," ujarnya dikutip dari Kompas.com, Jumat (18/12/2020).
Selain itu, Adam mengungkapkan bahwa rapid antigen ini dimungkinkan menujukkan hasil negatif meskipun pasien masih dapat menularkan Covid-19. Sebab, rapid antigen memiliki sensitvitas maksimal 94 persen dan spesifisitas sebesar lebih dari 97 persen.
"Risiko negatif palsu tinggi, terutama bila viral load rendah atau sebelum 1-3 hari pra-gejala dan sudah lebih dari 7 hari gejala muncul," kata Adam.
Viral load merupakan prediksi jumlah virus yang ada di dalam tubuh berdasarkan hasil CT-Value PCR. Jika menilik pada tingkat keefektifan, Adam mengatakan masa swab antigen memiliki akurasi tinggi, hampir sama dengan waktu pasien Covid-19 berisiko menularkan ke orang lain.
Adapun masa swab antigen akurasi tinggi ini terjadi setelah masa infeksius atau setelah hari ke-10 setelah bergejala.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) juga merekomendasikan rapid test antigen untuk screening Covid-19, terutama pada pasien tanpa gejala atau dengan kecurigaan kontak terhadap pasien Covid-19.
Sementara itu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan rapid test antigen untuk daerah di mana transmisi komunitas terjadi luas dan pemeriksaan PCR tidak ada atau hasilnya muncul lambat.
Berdasarkan Panduan PDS PatKLin, pengambilan rapid test antigen ini dapat dilakukan di laboratorium dan fasilitas ruangan tekanan negatif dan tempat terbuka yang telah mempertimbangkan kemanan lingkungan sekitar.
Yang perlu diperhatikan, tindakan pengujian rapid test antigen ini dilakukan oleh tenaga terlatih dalam menggunakan peralatan dan meminimalkan risiko terpapar.
"Hasil pemeriksaan harus disupervisi dan diinterpretasi oleh tim ahli," kata Adam.
Ia juga mengimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan rapid antigen atau swab antigen secara mandiri di rumah masing-masing.
Terkait pengujian rapid test antigen sebagai syarat perjalanan, Adam menilai keputusan ini cukup tepat.
"Keputusan menggunakan swab antigen atau rapid antigen sebagai pengganti rapid test antibodi untuk syarat perjalanan merupakan keputusan yang cukup tepat," tutup Adam.
Rekap Perjalanan Bisnis 2024 TikTok, Tokopedia dan ShopTokopedia: Sukses Ciptakan Peluang dan Dorong Pertumbuhan Ekonomi Digital
Penulis | : | Yussy Maulia |
Editor | : | Sheila Respati |
KOMENTAR