TANYA:
Dear Ibu Mayke, anak kedua saya (1,9) takut sekali sama balon dan kembang api. Padahal sebelumnya main balon biasa saja, tapi kata orang rumah (kebetulan saya bekerja), anak saya pernah lihat kakaknya main balon dan meletus. Setelah itu, kalau melihat balon, dari jauh saja sudah memeluk saya, kalau balonnya didekatkan malah menangis dan teriak-teriak. Begitu pun dengan kembang api. Bagaimana caranya supaya dia tidak takut balon dan kembang api? Terima kasih atas jawaban Ibu Mayke.
Ariyani Noviantari – Jakarta Timur
JAWAB:
Sangat mungkin anak kedua cukup sensitif, mudah cemas (takut) ketika menghadapi situasi yang tidak biasanya. Ketika balon meletus, suaranya cukup keras memekakkan telinga dan hal itu yang membuatnya takut. Kembang api, sinarnya cukup kuat dan ada letikan api yang keluar, itu pun membuatnya takut. Usianya belum genap 2 tahun, sehingga hal-hal yang saya sebutkan mudah membuat anak takut.
Rasa takut bisa diatasi dengan cara tidak memaksanya untuk berada di dekat balon atau kembang api. Ketika dia ketakutan melihat balon/kembang api, peluk saja dan pelan-pelan suruh dia melihat orang yang memegang balon sambil menyaksikan bahwa balon tidak pecah, orang yang memegang balon pun tidak apa-apa. Berdayakan akal anak (walaupun masih terbatas) untuk menyaksikan kenyataan, tidak semua balon akan meletus. Kalau pun meletus, selama bukan balon gas, tidak membahayakan dirinya. Perlihatkan dan ceritakan dari buku yang mengandung gambar balon, ceritakan betapa senangnya anak itu mendapat hadiah balon. Suatu hari balonnya meletus, suaranya sangat keras, si anak menangis karena kaget, tetapi setelah ditenangkan, anak itu tidak menangis lagi dan mau bermain balon, sebab balon meletus adalah hal yang bisa terjadi tapi tidak berbahaya. Anak bisa dibiasakan dengan pengalaman berulang kali bahwa balon adalah suatu hal yang tidak membahayakan.
Dibalik kisah bagaimana mengatasi rasa takut balon/kembang api, saya ingin menyampaikan bahwa:
1. Pada usia 2 tahunan, anak cenderung mempunyai rasa takut yang tidak masuk akal, karena pengalaman dan pemahaman anak terhadap kejadian yang ada di sekelilingnya belum mencapai kematangan berpikir.
2. Ada anak yang sangat sensitif dan ada anak yang pemberani.
3. Rasa takut yang tidak masuk akal harus diatasi dan bisa diatasi dengan cara yang tepat, yaitu tidak menakut-nakuti anak, tidak mengancam dengan hal yang dia takuti (Misalnya, “Kalau gak mau makan, nanti Ibu kasih balon”.) Tujuannya agar anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang merasa secure terhadap lingkungannya dan lebih tangguh menghadapi ancaman yang datang dari lingkungannya.
Asuhan:
Dra. Mayke Tedjasaputra, MSI.,
Play Therapist dan Psikolog
Penulis | : | Santi Hartono |
Editor | : | Santi Hartono |
KOMENTAR