Nakita.id – Di beberapa belahan dunia, memakan atau memasak hewan hidup-hidup merupakan tindakan yang normal dilakukan.
Namun pemerintah Swiss baru-baru ini mengungumkan peraturan baru terkait hal tersebut.
Pasalnya, London Evening Standard pada Senin (19/2) mengabarkan bahwa mulai 1 Maret mendatang pemerintah Swiss melarang koki untuk merebus lobster dalam keadaan hidup.
“Kini, lobster itu harus dibuat dalam keadaan mati sebelum dimasak.”
BACA JUGA: Kebersihan Gigi Ibu Hamil Dapat Pengaruhi Risiko Keguguran Pada Janin
Stefan Kunfermann, Juru Bicara Kantor Bidang Hewan dan Kesehatan Makanan mengatakan bahwa peraturan tersebut muncul dari penelitian yang dilakukan di Universitas Queen di Belfast, Irlandia Utara.
“Penelitian ini menunjukkan lobster tidak berbeda dengan hewan lainnya. Mereka bisa merasakan sakit dan menderita," ujar Kunfermann.
Dari penelitian itulah aturan ini dibuat oleh Konstitusi Swiss demi menjaga "martabat" hewan.
Agar tidak memasak lobster dalam keadaan hidup-hidup dan memakannya secara mentah, Kunfermann menyarankan untuk menyetrum lobster terlebih dahulu.
Selain itu, Kunfermann juga menyarankan untuk memasukan lobster ke air garam sehingga mereka tenang dan masyarakat dapat menusuk kepala mereka dan memakan dagingnya.
BACA JUGA: Tak Boleh Sembarangan! Ini Waktu yang Tepat Pemberian Keju Untuk Anak
Keputusan pemerintah Swiss tersebut langsung mendapat apresiasi dari aktivis binatang di Inggris.
Setidaknya ada 50 orang aktivis yang menandatangi petisi kepada Mentri Lingkungan Michael Gove, agar mengakui lobster dan kepiting sebagai hewan yang bisa merasakan apa yang dialaminya, seperti hewan lain pada umumnya.
Mereka mendesak agar hewan bercangkang dan berkaki sepuluh itu dimasukan ke dalam kategori “hewan”.
“Sehingga, perlakuan terhadap mereka mulai dari penyimpanan, hingga pengolahan bisa terjamin," tulis petisi tersebut.
BACA JUGA: Vaksin Haram atau Halal? Moms, Cari Tahu Jawabannya Di Sini, Dari MUI
National Geographic Indonesia: Dua Dekade Kisah Pelestarian Alam dan Budaya Nusantara
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Fadhila Auliya Widiaputri |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
KOMENTAR