Sementara itu, Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, masalah sertifikat vaksin sebenarnya bukan hal baru dalam sejarah wabah di dunia.
Sebagai contoh, orang harus sudah divaksin polio untuk masuk ke Pakistan dan Afganistan.
"Jadi paspor vaksin atau sertifikat vaksin bukan hal baru. Namun saya bisa memahami bahwa sikap WHO belum merekomendasikan (sertifikat vaksin tersebut)," kata Dicky.
Dicky mendukung WHO yang belum merekomendasikan sertifikat vaksin sebagai syarat perjalanan atau syarat akses fasilitas publik.
Pertama, Dicky mengatakan kalau vaksin Covid-19 tidak bisa mencegah infeksi secara keseluruhan.
"Orang yang sudah divaksin itu bukan berarti enggak bisa tertular virus," ujar Dicky.
Apalagi, dia menilai kalau stok dan akses vaksin belum merata.
Ia menilai kalau hal ini bisa menimbulkan diskriminasi atau ketidakadilan antar wilayah.
"Kecuali kalau cakupan minimal vaksin sudah 50 persen, ini menurut saya bisa menggunakan sertifikat vaksin," ungkap Dicky.
"Tapi kalau belum, nantinya jadi tidak adil," tukasnya.
Serunya Kegiatan Peluncuran SoKlin Liquid Nature French Lilac di Rumah Atsiri Indonesia
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Diah Puspita Ningrum |
Editor | : | Diah Puspita Ningrum |
KOMENTAR