Tabloid-nakita.com Menangis, ngambek, bisa menjadi senjata batita saat Ayah Ibu menasihatinya. Tak jarang, ia punya jawaban yang lebih tangkas daripada yang diperkirakan. Untuk menasehati pun, Ayah Ibu harus memutar otak agar tak berbalik menjadi senjata makan tuan. Berikut tip menasihati batita:
1. Berikan pilihan yang sama positifnya
"Arsaaa... Mau makan atau nggak?"
"Ndaaaakk..."
"Loh, kok nggak mau makan? Harus mau makan.. kalo nggak makan nanti kamu sakit!"
Pada saat menasihati anak, sering kali Ayah Ibu memberikan opsi yang salah satunya tidak kita harapkan untuk dipilih. Dalam contoh di atas, Ayah Ibu sebenarnya ingin batitanya makan, bukan? Karena itu, sebaiknya memberikan pilihan dimana kedua pilihan tersebut sesuai dengan harapan orangtua.Dengan memberikan opsi yang keduanya boleh dipilih oleh anak, maka ia akan mengikuti harapan orangtua tanpa merasa dipaksa. Misalnya, “Hayo, kamu mau makan ditemani Ayah atau Ibu?” atau “Kamu mau makan pakai tempe atau tahu?”.
2. Sampaikan pesan bukan emosi
Menjaga amarah saat anak berulah bukan perkara yang mudah. Namun, hal ini penting dilakukan karena anak perlu memahami mengapa Ayah Ibu menasihatinya. Apabila yang ditangkap oleh anak adalah amarah Ayah Ibu, maka ia akan belajar merasa takut tetapi tidak mengerti nasihat orangtuanya. Sering kali, yang timbul adalah perilaku patuh yang tidak bertahan lama dan hanya dilakukan di hadapan orangtua. Bukan hal ini yang kita inginkan untuk tumbuh pada anak kita bukan?
Orangtua perlu belajar menyampaikan nasihat dengan hati yang tenang dan intonasi yang tegas. Hal ini juga perlu didukung oleh raut wajah yang tetap tenang dan dengan pandangan yang penuh kasih sayang. Meskipun Ayah Ibu menyampaikan pesan dengan nada netral tetapi raut wajahnya tidak bersahabat, si kecil bisa merasakannya dan tetap akan menimbulkan rasa takut dalam dirinya.
3. Berikan penjelasan logis dan gunakan kalimat yang dipahami anak
Tip menasihati batita yang ketiga, orangtua perlu menyampaikan alasan logis dari setiap nasihat yang disampaikan. Misal: "Eh, kalau nggak nurut sama Ibu nanti disuntik pak dokter, loh!" atau “Kalau ganggu adik terus, nanti adiknya Ayah kasih ke panti asuhan aja deh!" Metode menakut-nakuti seperti ini tentu efektif memunculkan perilaku tertentu secara instan, tapi si batita tidak akan paham mengapa perilaku tersebut tidak boleh dilakukan. Akibatnya sama seperti pada poin 2, perilaku yang diharapkan tidak akan bertahan lama akibat nasihat yang sesungguhnya tidak dipahami oleh anak.
Oleh karena perkembangan bahasa si batita yang belum optimal, para orangtua perlu menyesuaikan penjelasan logis ini dengan taraf perkembangan bahasa anak. Sampaikanlah dengan bahasa yang sederhana. Misalnya, “Adek, ayo yang akur sama Kakak. Kakak jangan diusilin terus. Nanti kalau Adek sudah sebesar Kakak, pasti kan mainnya banyak sama Kakak. Yuk, salaman dulu sama Kakak… " Lakukan sambil menuntun tangan si adek sehingga ia paham seperti apa gerakan yang disebut “berdamai”.
4. Memberikan apresiasi apabila si kecil berusaha melakukan sesuatu yang orangtua harapkan
Di usianya kini, batita mulai membentuk pola pikir sebab dan akibat. Apabila orangtua memberikan apresiasi terhadap munculnya perilaku yang diharapkan, maka perilaku tersebut akan menetap. Apresiasi ini dapat dilakukan dengan berbagai bentuk seperti pelukan, waktu bermain ekstra, dan lain-lain.
Ayah Ibu sebaiknya lebih menekankan pada usaha yang telah dilakukan oleh anak, daripada hasil yang. Hal ini akan membuat anak merasa dihargai dan mau terus mencoba untuk meraih harapan orangtua.
Orangtua juga perlu menyemangati si kecil atas proses yang sudah dilakukannya. Mungkin ia belum dapat memenuhi harapan orangtua, tetapi sudah membuat kemajuan dari sebelumnya. Misalnya, “Bagus, Adek sudah tidak merebut mainan teman lagi. Lain kali, kalau mau pinjam sudah bisa minta sendiri, ya.”
5. Berikan anak waktu untuk mengikuti nasihat yang disampaikan
Batita membutuhkan waktu untuk mengalihkan atensi dari satu kegiatan kepada kegiatan lainnya. Oleh karena itu, apabila orangtua menginginkan anak untuk melakukan sesuatu maka berikanlah ia jeda waktu agar dapat mengalihkan perhatiannya secara perlahan. Misalnya, untuk mengajaknya mandi sementara si kecil masih ingin bermain. Ayah Ibu bisa menawarkan, “Mandinya mau dimulai dalam hitungan 10 atau hitungan 5?" Setelah itu, hitunglah bersama dari angka satu hingga angka yang diinginkan anak.
Memberi jeda waktu juga dapat dilakukan apabila Ayah Ibu hendak membantu anak untuk meregulasi emosinya. Misalnya, apabila anak menangis kencang, orangtua dapat membantu anak untuk meregulasi emosinya dengan menarik napas dalam selama 5 hitungan.
6. Sampaikan apa yang harus dilakukan, bukan apa yang tidak boleh dilakukan
Batita lebih mudah untuk mengikuti perintah apa yang harus dilakukan, dibandingkan apa yang tidak boleh mereka lakukan. Untuk itu dalam memberikan nasihat, orangtua sebaiknya memberikan arahan mengenai alternatif perilaku yang harus batita lakukan.
Namun begitu, pada kasus-kasus tertentu, orangtua boleh memberikan larangan kepada anak. Misalnya ketika anak menampilkan perilaku yang membahayakan dirinya atau anak lain. Orangtua dapat melarangnya dengan tegas dan menyampaikan alternatif perilaku yang dapat dilakukan anak. Larangan akan membantu anak tahu batas, sementara memberikan alternatif perilaku akan memberi petunjuk pada anak mengenai tingkah laku yang dapat diterima.
7. Hubungkan perintah kita dengan sesuatu yang menyenangkan bagi anak
Menghubungkan perintah kita dengan sesuatu yang menyenangkan bagi anak akan membuat anak melakukan sesuatu yang kita harapkan dengan senang hati. Misalnya, "Lila sekarang waktunya makan. Kalau sudah makan, Lila boleh ikut Bunda ke warung..."
8. Berikan contoh
Secara kognisi, cara berpikir batita masih sangat konkret. Ia belajar dari melihat, mendengar, dan mencontoh tingkah laku orang-orang di sekitarnya. Tidak heran apabila kemudian batita sering meniru apa saja yang ia jumpai di sekitarnya: berjalan dengan kedua tangan dan kaki setelah melihat kambing, tantrum setelah melihat anak lain berperilaku tantrum, dan lain sebagainya. Perkembangan kognisi ini merupakan kesempatan sekaligus tantangan tersendiri bagi orangtua.
Pastikan orangtua selalu memberikan contoh konkret bagaimana suatu perilaku dapat dilakukan agar anak mendapat petunjuk mengenai eksekusi sebuah perilaku yang kita sampaikan. Misalnya ketika menasihati si kecil agar tidak merebut mainan anak lain, katakan, “Mobil-mobilan ini punya Adi, kalau mau pinjam harus bilang seperti ini: Adi, boleh pinjam mobil-mobilannya? Coba Adek ulangi sekarang.”
9. Sejajarkan tinggi kita dengan anak
Bahasa non verbal merupakan elemen penting dalam berkomunikasi dengan orang lain baik terhadap orang dewasa maupun anak-anak. Nasihat paling tegas sekalipun, apabila disampaikan dengan intonasi yang tenang dan gestur yang baik akan lebih mudah diterima oleh orang lain.
Menempatkan diri sejajar dengan tinggi badan anak akan membuat Ayah Ibu mudah melakukan kontak mata dengan anak. Kontak mata yang hangat akan membuat orangtua "terhubung" dengan anak sehingga proses menasihati anak akan berjalan dengan lebih baik. Jangan lupa, tetap tunjukkan kasih sayang Ayah Ibu kepada si kecil, ya.
10. Ingatkan anak mengenai harapan kita secara konsisten
Pernahkah batita tertawa berulang kali terhadap lelucon Ayah Ibu meskipun lelucon itu sama? Ini terjadi karena perkembangan otak batita yang belum sempurna, sehingga ia mudah lupa. Artinya, untuk mengajarkan suatu perilaku baru dibutuhkan repetisi agar perilaku tersebut menjadi bagian dari dirinya. Oleh karena itu, ingatkan anak secara konsisten mengenai harapan orangtua kepada anak. Misalnya, ketika batita terlihat tertarik dengan mainan temannya, Ayah Ibu dapat mengingatkan bahwa kalau ingin meminjam mainan tersebut ia harus memintanya terlebih dahulu.
(Santi Hartono. Foto:Thinkstock)
Belajar dari Viralnya Anggur Muscat, Ini Cara Cuci Buah yang Benar untuk Hilangkan Residunya
Penulis | : | Santi Hartono |
Editor | : | Santi Hartono |
KOMENTAR