Tabloid-Nakita.com - Anak yang pemalu, pasif, atau menarik diri akibat penyesuaian diri yang kurang, nantinya cenderung tak akan memiliki pencapaian diri yang tinggi. Prestasinya di bawah potensinya, ia juga takut mencoba sesuatu yang baru. Buntutnya, ia menjadi anak yang tak populer. Anak juga akan menjadi takut berbicara kepada orang lain, sehingga orang pun akan malas bicara kepadanya. Ia akan menjadi rendah diri.
"Ini berkaitan dengan adanya penilaian orang lain pada si anak. Misalnya, 'Kok anak ini diam terus.' Akibatnya, ia pun akan menilai dirinya sendiri tak mampu," papar Dra. Betty D.K. Zakianto, MPsi, dari Fakultas Psikologi UI.
Kondisi yang turut menyumbang sehat-tidaknya perkembangan emosi anak adalah lingkungan. Walaupun sebenarnya setiap anak membawa karakter masing-masing, namun lingkungan pun bisa membentuk anak. Jika lingkungan membantu anak menumbuhkan emosi yang sehat, misalnya dengan memberi kesempatan anak bereksplorasi, maka anak juga akan berkembang sesuai yang diharapkan lingkungan. Demikian sebaliknya, kalau lingkungan tak mendukung, maka berakibat anak tak mau mencoba sesuatu yang baru.
Setiap anak, tutur Betty, punya tugas perkembangan. Pada anak batita, salah satunya adalah perkembangan emosi. Perkembangan tersebut dilalui, misalnya, dengan eksplorasi dan eksploitasi.
Agar anak tumbuh sesuai dengan pertumbuhan yang diharapkan, ia harus menjalani tugas perkembangan tersebut. Jika tugas perkembangannya terhambat, dikhawatirkan akan berpengaruh bagi perkembangan anak selanjutnya.
Eksplorasi, terang Betty, penting bagi perkembangan emosi anak karena membantu anak mencapai tugas perkembangannya. Itulah mengapa anak harus diberi kesempatan bereksplorasi. Apalagi di usia ini, rasa ingin tahu anak sedang tinggi.
Orangtua bisa mendeteksi karakter atau emosi yang sedang terjadi pada anak melalui perilakunya. Misalnya, emosi yang tak langsung tapi menggambarkan anak sedang sedih atau ada sesuatu yang ia pikirkan bisa ditunjukkan dengan suka melamun, malas, gagap, gugup, atau sering mengisap jempol.
Namun, hal itu harus dilihat frekuensinya, sehingga stimulus dan respons pun harus sesuai. Kadang stimulusnya sederhana, tapi responnya berlebihan. Inilah yang harus dikhawatirkan. Untuk mengantisipasi hal itu, yang harus dilakukan orangtua adalah memberi rasa aman pada anak. Selain tentunya memberi kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi dunianya.
"Yang terjadi, kadang-kadang justru orangtua melarang anaknya melakukan sesuatu hal dengan alasan khawatir anaknya jatuh atau cedera. Tapi orangtua tentu juga tahu batas-batasnya. Kalau yang membahayakan, ya, tak usah diperbolehkan," ujarnya.
Yang dibutuhkan saat memberi kesempatan anak bereksplorasi adalah membuat anak seimbang, yakni menciptakan kondisi lingkungan yang benar-benar membuat anak siap dan tahu bagaimana harus bersikap supaya diterima oleh lingkungannya. Sebab, terkadang orangtua tak sabar. Mereka lebih senang kalau anak melakukan sesuatu seperti yang mereka harapkan, tapi tak selalu siap untuk memberi kesempatan anak mengembangkan minatnya.
"Umumnya orangtua cenderung lebih senang hasilnya daripada prosesnya," kilah Betty.
Kalau Mama dan Papa memberi kesempatan anak bereksplorasi, perlahan anak akan belajar untuk mengenal hal-hal baru. Lama-kelamaan, ia tidak lagi menjadi anak yang pasif.
(*)
Belajar dari Viralnya Anggur Muscat, Ini Cara Cuci Buah yang Benar untuk Hilangkan Residunya
KOMENTAR