TANYA:
Ibu Mayke yang baik. Anak saya, Andika, laki-laki berusia 3 tahun 5 bulan. Ia termasuk anak yang aktif, sudah lancar berbicara, mengenal huruf dan angka. Ia memang anak yang cerdas, daya tangkapnya cepat, mudah menyerap apa yang saya ajarkan dan menerapkannya. Ia anak yang mandiri dan disiplin.
Masalahnya, akhir-akhir ini ia sering berbicara “kotor” atau tak pantas diucapkan. Saya juga tak tahu kenapa itu terjadi. Apa mungkin hal itu karena pengaruh sekitar rumah kami? Padahal, kalau dia sedang bermain dengan teman-temannya tetap dalam pengawasan saya. Saya perhatikan tidak ada anak yang berbicara tidak wajar.
Saya heran kenapa ia seperti itu, apa saya salah akhir-akhir ini? Karena kesal, kadang saya marah. Saya menasihatinya dan ia berjanji tidak akan mengulanginya lagi, tapi keesokan hari ia ulangi lagi, kadang ketika ada keluarga yang berkunjung ke rumah kami. Jujur
Bu, saya malu sekali, kadang saya sedih dan menangis. Pertanyaannya, apa yang harus saya lakukan? Bagaimana cara menasihatinya? Apakah saya harus menghukumnya? Apakah perilaku ini akan terbawa sampai ia sekolah nanti? Bagaimana pengaruh terhadap perkembangannya? Terus terang saya sangat khawatir dengan masalah ini. Tak sedikit yang bilang, Andika harus mempunyai adik agar tak berbuat yang aneh-aneh, tidak manja dan keras kepala. Apa benar begitu, Bu? Mohon solusi dari Ibu. Terima kasih banyak atas penjelasannya.
Fitri - Bengkulu
JAWAB:
Fitri tidak harus malu, sedih, dan menangis ketika anak kecil berbicara kasar/kotor di depan orang lain (tamu), apalagi menangis di depan anak sebab dia semakin sadar bahwa ibunya terganggu dengan ucapannya itu. Semakin ibu melarang, menasihati, biasanya anak merasa makin tertantang. Ia tahu kata-kata itu tidak sopan diucapkan, tetapi dia ingin menjajal, sampai seberapa jauh lingkungan terpancing oleh ulahnya.
Sering kali anak pun belajar, kalau dia mengucapkan kata-kata yang tidak senonoh di depan orang lain, ibunya akan menjadi salah tingkah, dan biasanya hal ini dilakukan anak-anak dalam rangka menarik perhatian dari ibu atau tamu. Jadi, cukup meminta maaf pada tamu dan alihkan perhatian anak. Tidak usah menanggapi ucapan kotor yang dituturkan oleh anak, cukup alihkan perhatiannya pada sesuatu yang lain. Misalnya, "Ayo Arif, bantu Ibu membuat minuman untuk tamu kita."
Mungkin saja anak masih mencoba mengulangi ucapan yang tidak senonoh, tapi sekali lagi, jangan sampai Ibu dan orang-orang lain terpancing, misalnya dengan mengatakan, " Arif, masa bicara ‘....‘, malu kan. Arif anak Mama kan, Mama malu," dan seterusnya.Usahakan lagi agar anak mau melakukan aktivitas lainnya yang menarik bagi anak.
Sesekali boleh ditanyakan pada anak, apakah dia tahu arti kata tersebut. Jelaskan apa artinya dan apa akibatnya pada orang lain yang mendengar ucapan tersebut. Sekali lagi tidak usah menasihati, misalnya, "Lain kali tidak boleh mengucapkan kata-kata ‘...’ itu lagi, ya.” Percuma saja kalau cara tersebut dilakukan pada anak usia prasekolah. Jadi, tidak usah menghukum, karena terlampau sering menghukum anak, bukan solusi yang tepat. Lagi pula perilaku yang Ibu keluhkan masih dalam batas wajar sesuai dengan ciri-ciri perkembangan anak usia prasekolah.
Apakah mengucapkan kata-kata kotor akan terbawa sampai usia sekolah? Sangat bergantung pada lingkungan pergaulan, dan arahan dari keluarga ketika anak mengucapkan kata-kata kotor. Bila sejak kecil anak sudah dibiasakan diberi tahu alasan yang masuk akal, tanpa menasihati panjang lebar, dia tidak akan “norak” mengucapkan kata-kata tidak senonoh. Dia bisa memilah-milah, perilaku mana yang benar dan mana yang tidak dibenarkan. Sekian Bu Fitri, semoga penjelasan yang diberikan bisa membantu Anda mengatasi masalah si kecil. Salam.
ShopTokopedia dan Tasya Farasya Luncurkan Kampanye ‘Semua Jadi Syantik’, Rayakan Kecantikan yang Inklusif
KOMENTAR