Untuk menampung peserta dalam tarian ini menggunakan beberapa perahu besar khas orang Sentani.
Beberapa perahu disiapkan dan dirapatkan kemudian diletakkan papan atau kayu nibung yang ukurannya disesuaikan dengan badan perahu dan kapasitas peserta tarian.
Lalu, perahu akan dihiasi dengan daun kelapa ataupun daun khamea yang biasa digunakan dalam tarian adat yang lebih dikenal dengan istilah "furing".
Para penari ini dilengkapi dengan pakaian adat.
Seperti Yonggoli (rok/ rumbai-rumbai), Cawat (malo/ambela), Manik-manik (mori-mori), Noken (Holbhoi) dan Tifa (wakhu).
Tarian Isosolo dilakukan biasanya untuk membawa sesuatu yang berharga yang melambangkan kebesaran ondofolo untuk menyerahkan atau mempersembahkan kepada ondofolo di kampung lainnya.
Ada beberapa barang atau benda berharga yang dipersembahkan.
Berupa hasil buruan seperti seeokor babi hutan besar, hasil kebun dari hasil pertama, mengantarkan anak perempuan ondofolo untuk dikawinkan.
Hasil perolehan ikan besar di danau atau seekor buaya, membawa tiang raja membangun rumah ondofolo.
Kini seni tradisi Isosolo dikemas dalam seni pertunjukan pada setiap iven Festioval Danau Sentani.
Serta meramaikan acara kemeriahaan saat penurunan bendera merah putih di Istana Merdeka Jakarta dalam HUT ke-77 RI.
Penulis | : | Ruby Rachmadina |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |