Nakita.id - Dari berbagai masalah kesehatan yang terjadi pada anak salah satunya adalah anemia.
Karena itu, sebagai orangtua hendaknya mengetahui gejala dan penyebab anemia pada anak serta terutama bagaimana pengobatannya.
Umumnya, di Indonesia dan negara-negara berkembang, anemia pada anak yang paling banyak ditemui adalah anemia gizi, yaitu defisiensi zat besi
Yang ringan dan sedang, biasanya timbulkan gejala pucat, lesu, lelah, dan pusing.
Sedangkan yang berat akan mengganggu fungsi jantung dan menimbulkan gejala sesak nafas, berdebar-debar, bengkak di kedua kaki, hingga gagal jantung.
Pada stadium dini atau satu, anak yang kekurangan zat besi akan memakai cadangan zat besi di tubuhnya.
Meski lama-lama zat besinya akan habis, tapi ia belum menunjukkan gejala semisal pucat.
Sebab, masih ada cadangan zat besi di dalam darah yang dipakai.
Pada kondisi ini disebut stadium dua.
Setelah itu, stadium tiga, barulah timbul gejala anemia seperti kadar HB-nya turun dan dalam pemeriksaan darah timbul gambaran sel darah merah lebih kecil dan pucat daripada yang normal.
Lama berlangsungnya dari stadium satu ke berikutnya tergantung derajat ringan-berat kekurangan zat besinya.
Baca Juga: Obat Anemia Alami untuk Ibu Hamil, Salah Satunya Adalah Tahu
Bila gejala berlangsung dalam jangka waktu relatif lama dapat mengakibatkan berbagai gangguan organ dan sistem tubuh.
Gangguan yang dimaksuda adalah gangguan pertumbuhan organ seperti tubuh anak tampak kecil dibanding usianya; gangguan kulit dan selaput lendir; gangguan sistem pencernaan karena berkurangnya asam lambung.
Juga selaput tipis di ususnya jadi kecil-kecil atau tak berkembang (atrofi mukosa lambung); gangguan otot gerak, hingga anak cepat lelah dan lesu; gangguan sistem kekebalan tubuh.
Anak juga mudah sakit; gangguan jantung, yaitu berkurangnya kemampuan jantung untuk memompa darah; dan gangguan fungsi kognitif, antara lain kurang mampu belajar dan kemampuan intelektualnya kurang.
Bahkan, jika defisiensi zat besi berlangsung lama, misal, terjadi sejak usia bayi dan tak dilakukan koreksi sampai anak usia 2 tahun, bisa menyebabkan gangguan mental.
Jika sudah begitu, sifatnya akan menetap atau tak bisa diubah, meski anemianya sudah teratasi.
Untuk yang ringan, kekurangan zat besi bisa dikejar dengan pemberian suplementasi atau preparat besi yaitu sulfas ferosus. Pemberiannya berlangsung sampai kadar hemoglobinnya kembali normal.
Namun bila sudah mengganggu seperti anak pucat sekali dan kadar HB-nya turun sampai menimbulkan gangguan jantung, misal, harus dilakukan transfusi darah. Sebenarnya, sejak bayi lahir, anemia sudah bisa dideteksi.
Soalnya, pada hari pertama atau ketiga setelah kelahiran, biasanya dilakukan pemeriksaan darah untuk dilihat kadar hemoglobin, bilirubin, dan golongan darahnya.
Selain itu, juga bisa diprediksi dengan melihat faktor ibunya, apakah si ibu menderita anemia, kekurangan gizi hingga mempengaruhi pemberian nutrisi pada bayinya, perdarahan waktu persalinan, atau melahirkan anak kurang bulan.
Pencegahan dilakukan secara holistik/menyeluruh. Kita harus memonitor secara rutin tiap bulannya dengan melihat BB dan TB anak, melakukan imunisasi, serta melihat kondisi kesehatan anak secara umum. (Sumber: Tabloid Nakita)
Source | : | Tabloid Nakita |
Penulis | : | David Togatorop |
Editor | : | David Togatorop |
KOMENTAR