Ketika dijadikan obat balur, bawang merah bisa ditumbuk lebih dulu, kemudian dicampur dengan minyak kayu putih secukupnya.
Ramuan tersebut lantas bisa digosokkan pada bagian leher, punggung, dada, dan perut.
Sedangkan, ketika akan digunakan sebagai obat oral, bawang merah bisa diperas kemudian airnya dicampur dengan air rebusan daun halba.
Tambahkan 2 sendok makan madu dan minum sehari sekali selagi masih hangat.
Bawang merah diketahui mengandung senyawa alisin dan aliin yang memiliki efek antelmintik, yakni mampu membunuh cacing.
Kedua senyawa itu memiliki efek farmakologi yang hampir sama dengan obat sintetik pirantel famoat, yang juga sering dipakai sebagai obat anticacing.
Disentri merupakan penyakit yang ditandai dengan gejala, seperti:
- Diare yang mengandung lendir dan darah
- Muntah-muntah
- Sakit perut
Kurangnya sanitasi kebersihan lingkungan disinyalir menjadi penyebab utama penyakit ini bisa diderita oleh seseorang.
Di mana, orang-orang akhirnya bisa mengonsumsi makanan yang tidak higienis.
Dalam kasus ini, bawang merah diyakini bisa hadir sebagai obat alternatif untuk mengatasi penyakit disentri.
Kandungan flavonoid yang terdapat dalam bawang merah dapat membantu membunuh bakteri enterik Shigella, yang menjadi penyebab infeksi disentri.
Senyawa tersebut diyakini mampu merusak dinding sel bakteri sehingga bakteri menjadi inaktif.
Untuk memperoleh manfaatnya, bawang merah bisa direbus dengan campuran kulit delima kering, adas, dan 1 ruas jari pulasari.
Sembelit atau konstipasi bisa ditandai dengan frekuensi buang air besar (BAB) yang terlalu jarang atau di luar kebiasaan.
Untuk mengatasi sembelit, bawang merah bisa dikonsumsi dengan cara ditumbuk lebih dulu.
Tumbukan itu jangan langsung dimakan, tapi dicampurkan ke dalam susu murni, lalu masak hingga suhu 80 derajat celsius.
Ramuan itu bisa diminum setiap pagi hingga BAB lancar kembali.
Untuk bisa mengatasi sakit kepala, bawang merah bisa diperlakukan dengan cara direbus bersama jahe, lokio, dan gula merah secukupnya.
Minum air rebusan bawang merah itu selagi masih hangat.
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR