Tabloid-Nakita.com - Banyak perempuan yang hamil tanpa direncanakan, alias kebobolan. Ada yang kemudian menerimanya, ada pula yang sangat sulit menerimanya. Entah karena usia yang sudah tidak lagi muda, jarak kelahiran dengan anak sebelumnya yang hanya beberapa bulan, kesibukan kerja, atau faktor ekonomi yang kurang mendukung.
Reaksi yang ditimbulkan akibat kebobolan itu macam-macam. Dari surprise, excited, tidak percaya, marah (karena merasa tidak hati-hati), takut, panik, malu, atau benci (karena mungkin saat itu berhubungan seks atas desakan Papa). Tidak jarang kebobolan hamil membuat perempuan stres, bahkan depresi. Jika Mama termasuk yang stres karena kebobolan hamil, lalu apa yang harus dilakukan?
Baca: Sudah KB, Kok Tetap Kebobolan?
Emosi yang berbeda-beda atau berubah-ubah itu wajar saja.
“Itu tidak membuat Anda menjadi ibu yang jahat, karena perasaan Anda yang berbenturan," papar Lara Honos-Webb, PhD, ADHD, psikolog di Walnut Creek, California. Stres dalam kadar yang rendah juga tidak berbahaya, jadi tak perlu khawatir emosi Mama bisa menyakiti janin. Normal pula jika pada situasi ini Mama merasa tidak dapat merasakan bonding dengan janin, atau khawatir sampai bayi lahir bonding tak kunjung terbangun.
Menurutnya, jika Mama merasa tidak mampu menerima kehamilan yang tidak direncanakan ini, atau mulai menyalahkan dan membenci si bayi, hal itu merupakan tanda bahwa Mama mulai mengalami depresi. Jika hal itu terjadi, Mama perlu berkonsultasi dengan dokter untuk mendapat rujukan ke pakar kesehatan mental.
Baca: Ini Penyebab Kebobolan Hamil
Menghadapi kehamilan yang tidak direncanakan butuh waktu, tempat, dan dukungan orang-orang terdekat. "Itu bukan sesuatu yang bisa diatasi dalam semalam," tambah Ann Douglas, penulis buku The Mother of All Pregnancy Books (Wiley). "Anda perlu secara aktif mengatasi perasaan Anda. Bicaralah pada pasangan lain yang juga pernah kebobolan hamil, untuk mencaritahu bagaimana cara mereka melalui masa-masa sulit tersebut."
Reaksi Papa mungkin juga hampir sama dengan Mama, hanya saja ia mungkin kurang dapat mengungkapkannya dalam kata-kata, demikian menurut Brad Imler, PhD, Presiden American Pregnancy Association. Banyak dari mereka yang mungkin tidak menunjukkan ekspresi apa pun, namun Imler menyarankan agar Mama tidak mengasumsikan reaksi tersebut sebagai tanda kurangnya support. Kebanyakan pria umumnya khawatir tidak mampu memenuhi kebutuhan jika ada anggota keluarga baru.
Baca: Tidak Tahu Sedang Hamil sampai Saat Melahirkan, Kok Bisa?
Untuk meyakinkan dirinya kembali, saran Honos-Webb, ingatkan Papa bahwa setelah sekitar tiga bulan, koneksi yang intens antara ibu dan bayi akan mulai lancar. Mama akan mampu mengembalikan perhatian pada Papa. Mengenai kebutuhan finansial, ia mengingatkan, "Memang akan menjadi tahun-tahun yang sulit, tapi kita harus memandang hidup kita ke depan."
Untuk mengubah sikap mengenai kebobolan hamil tersebut, Mama perlu bertanya pada diri sendiri. "Berhentilah bertanya siapa yang harus disalahkan, apa yang sudah Anda lakukan sehingga mengalami hal ini, dan apa yang salah dengan diri Anda," kata Honos-Webb. Lebih baik, Mama bertanya, "Saya baik-baik saja, apa yang saya perlukan sekarang, dan bagaimana saya bisa membuat diri saya nyaman?" Dengan kata lain, alihkan pertanyaan yang akan memberikan solusi dan sikap maju ke depan.
Pada beberapa perempuan, penolakan akan kehadiran bayi di dalam kandungan akan membuat mual-muntah terus berkepanjangan. Tubuh selalu terasa lemas dan tidak berdaya. Kebobolan hamil memang bikin stres, tetapi rasa tak nyaman akan terus mendera sampai Mama mampu menerima kehamilan tersebut. Jangan lupa, pikirkan juga bahwa bayi pun akan merasakan bahwa dirinya tidak diinginkan.
(Dini/Fit Pregnancy)
Rekap Perjalanan Bisnis 2024 TikTok, Tokopedia dan ShopTokopedia: Sukses Ciptakan Peluang dan Dorong Pertumbuhan Ekonomi Digital
KOMENTAR